Jaga Anak dari Kejahatan Siber
loading...
A
A
A
Dirjen Pendidikan Tinggi Kemendikbud Nizam mengatakan, akses internet sudah menjadi bagian dari kehidupan mahasiswa. Untuk pengawasan, dia menyebutkan Kemenkominfo sudah mempunyai program Internet Sehat.
"Namun menurut hemat saya, benteng utama untuk memilih akses situs yang sehat ada di diri mahasiswa sendiri sebagai warga negara yang dewasa dan bertanggung jawab," ujarnya.
Guru Besar Universitas Gajah Mada ini juga meminta tugas dosen dan para pendidik selalu mengingatkan mahasiswanya. Selain itu, juga harus mengarahkan untuk menjadikan internet sebagai sumber ilmu dan informasi yang berguna.
Wakil Ketua Komisi X DPR RI Hetifah Sjaifudian menandaskan, untuk menjaga anak-anak dari kejahatan dunia maya, sebenarnya sekarang kontrol pemerintah untuk konten-konten yang kurang baik di dunia maya seperti pornografi sudah cukup baik dengan adanya internet positif.
Kendati demikian, politikus Golongan Karya ini melihat pelaku tidak pernah kehabisan akal untuk melakukan kejahatan, seperti dengan memakai VPN.
"Untuk anak, kuncinya adalah di orang tua untuk selalu memberikan pengawasan saat anak menggunakan gawai. Mungkin tidak mungkin secara 24 jam dilihat, tapi bisa dikontrol dengan misalnya mengecek histori dan lain-lain," saran dia. (Baca juga: Pemkot Jaktim Kejar Dua Pengamen Topeng Monyet di Cakung)
Sementara itu, psikolog Rosdiana Setyaningrum sepakat perlunya pengawasan anak dari ancaman kejahatan siber selama PJJ berlangsung. Salah satu yang rentan terjadi adalah perundungan siber.
“Bisa dari verbal seperti ngata-ngatain dan kekerasan seksual. Bisa aggregation relationship kaya teman mem-bully satu anak atau anaknya dalam pembelajaran jarak jauh mempunyai pacar anak SMA. Dia mengalami bully oleh pacarnya,” ucapnya.
Dia memaparkan, media yang digunakan dalam perundungan daring yakni tulisan, gambar, dan voice note. Menurut dia, setiap terjadi perundungan harus dilihat dari kedua belah pihak, pelaku dan korban. Biasanya anak-anak yang melakukan perundungan itu mempunyai masalah dengan kepercayaan diri.
“Baik pelaku maupun korban memiliki kepercayaan yang kurang baik. Cuma, mereka mengeluarkan dengan cara yang berbeda. Jadi yang satu dengan pede mengambil jalan ekstrem ke sebelah dengan mem-bully orang lain biar kelihatan keren. Yang satu karena enggak pede, enggak berani melawan,” tuturnya.
"Namun menurut hemat saya, benteng utama untuk memilih akses situs yang sehat ada di diri mahasiswa sendiri sebagai warga negara yang dewasa dan bertanggung jawab," ujarnya.
Guru Besar Universitas Gajah Mada ini juga meminta tugas dosen dan para pendidik selalu mengingatkan mahasiswanya. Selain itu, juga harus mengarahkan untuk menjadikan internet sebagai sumber ilmu dan informasi yang berguna.
Wakil Ketua Komisi X DPR RI Hetifah Sjaifudian menandaskan, untuk menjaga anak-anak dari kejahatan dunia maya, sebenarnya sekarang kontrol pemerintah untuk konten-konten yang kurang baik di dunia maya seperti pornografi sudah cukup baik dengan adanya internet positif.
Kendati demikian, politikus Golongan Karya ini melihat pelaku tidak pernah kehabisan akal untuk melakukan kejahatan, seperti dengan memakai VPN.
"Untuk anak, kuncinya adalah di orang tua untuk selalu memberikan pengawasan saat anak menggunakan gawai. Mungkin tidak mungkin secara 24 jam dilihat, tapi bisa dikontrol dengan misalnya mengecek histori dan lain-lain," saran dia. (Baca juga: Pemkot Jaktim Kejar Dua Pengamen Topeng Monyet di Cakung)
Sementara itu, psikolog Rosdiana Setyaningrum sepakat perlunya pengawasan anak dari ancaman kejahatan siber selama PJJ berlangsung. Salah satu yang rentan terjadi adalah perundungan siber.
“Bisa dari verbal seperti ngata-ngatain dan kekerasan seksual. Bisa aggregation relationship kaya teman mem-bully satu anak atau anaknya dalam pembelajaran jarak jauh mempunyai pacar anak SMA. Dia mengalami bully oleh pacarnya,” ucapnya.
Dia memaparkan, media yang digunakan dalam perundungan daring yakni tulisan, gambar, dan voice note. Menurut dia, setiap terjadi perundungan harus dilihat dari kedua belah pihak, pelaku dan korban. Biasanya anak-anak yang melakukan perundungan itu mempunyai masalah dengan kepercayaan diri.
“Baik pelaku maupun korban memiliki kepercayaan yang kurang baik. Cuma, mereka mengeluarkan dengan cara yang berbeda. Jadi yang satu dengan pede mengambil jalan ekstrem ke sebelah dengan mem-bully orang lain biar kelihatan keren. Yang satu karena enggak pede, enggak berani melawan,” tuturnya.