Jaga Anak dari Kejahatan Siber

Selasa, 04 Agustus 2020 - 06:07 WIB
loading...
A A A
Untuk mengatasi persoalan tersebut, sekolah dan orang tua harus bekerja sama dengan baik. Setiap menemukan perundungan, orang tua harus melapor ke sekolah. “Sekolah harus bertindak karena terjadi dalam jam sekolah walau (belajar) di rumah. Sekolah berani negur, ada hukuman, sekolah kan mempunyai aturan,” katanya.

Dilema Orang Tua

Wakil Ketua Komisi X DPR Dede Yusuf menyadari PJJ telah berpotensi memunculkan masalah lain. Dia mencontohkan, PJJ bisa memicu kondisi stres orang tua semakin meningkat karena yang mengajar saat ini dalam PJJ itu adalah orang tua, terutama untuk kalangan anak SMP ke bawah. Dengan kata lain, orang tua yang terpaksa mendampingi anak untuk belajar. (Baca juga: Sandi Uno Sebut Tanggal 5 Agustus Akan Ada Pengumuman Penting)

Bahkan, sudah beredar video ibu-ibu yang mendapatkan pelajaran dari guru dan ternyata pusing, sehingga akhirnya pusing dan anaknya jadi dicubit, dipukul, dan lainnya. “Kondisi seperti ini memang makin lama makin parah. Ketika berusaha untuk membatasi pertemuan, terutama sekolah, harapan kami semestinya ketika new normal atau adaptasi kebiasaan baru ini mal dan tempat wisata sudah dibuka, sekolah juga seharusnya bertahap sudah dibuka,” saran politikus Partai Demokrat tersebut.

Apalagi, lanjut dia, banyak orang tua sekarang ini sudah bekerja kembali untuk membantu mencari nafkah, tapi di sisi lain harus tetap mendampingi dan mengajari anak. Hal ini menurut Dede membuat orang tua dilematis.

Karena itu mau tidak mau, pemerintah harus segera turun tangan. Kalaupun dibuka, protokol kesehatan harus bisa diterapkan, antara lain 50% yang boleh masuk, penerapan jaga jarak, sekolah juga mampu menyiapkan fasilitas pendukung, kantin tidak dibuka lagi untuk mencegah penyebaran, pemeriksaan berkala swab test bagi guru, murid, dan tenaga lainnya di sekolah.

Anggota Komisi VIII DPR Fraksi PKB, Maman Imanulhaq, juga melihat perlunya kesabaran menghadapi anak, di antaranya dengan membuka pendidikan berbasis komunitas. Selanjutnya, sekolah mau tidak mau harus dibuka (offline), walaupun perlahan. (Lihat videonya: Seorang Bocah Jadi Korban begal di Depan Rumahnya Sendiri)

“Kalau mereka full di rumah terus, itu pun tidak bisa mengakses internet, yang terjadi dan saya khawatirkan mereka akan kehilangan minat belajar dan akhirnya berujung pada lost generation. Saya rasa perlu pesantren-pesantren dibuka, tetapi pemerintah harus memberikan atensi lebih kuat agar kegiatan tatap muka diatur supaya pembelajaran tidak berkerumun dan sebagainya,” ucapnya.

Lebih dari itu, Maman meminta pemerintah tidak hanya bisa mengatur, tetapi tidak memberikan fasilitas. Misalnya, mengatur tentang penerapan protokol kesehatan di sekolah,tapi tidak membantu dalam penyediaan fasilitas sarana dan prasarananya. “Bahkan, ada juga syarat di pesantren harus membawa rapid test, tapi rapid test itu tidak disubsidi. Bagaimana duitnya? Jadi jangan hanya mengatur tanpa memberikan fasilitas,” keluhnya. (Neneng Zubaidah/Oric Pakpahan/FW Bahtiar)
(ysw)
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.3521 seconds (0.1#10.140)