Ketimbang Bikin Gaduh, Rp595 Miliar Dana POP Lebih Baik untuk Internet Gratis

Kamis, 06 Agustus 2020 - 14:28 WIB
loading...
Ketimbang Bikin Gaduh, Rp595 Miliar Dana POP Lebih Baik untuk Internet Gratis
Siswa di Desa Rante Mario, Kabupaten Enrekang, Sulawesi Selatan terpaksa mencari tempat tinggi untuk mengikuti kegiatan belajar mengajar daring selama pandemi COVID-19 akibat sulitnya akses internet di daerah itu. Foto/dok.SINDOnews
A A A
JAKARTA - Program Organisasi Penggerak (POP) yang dianggarkan sebesar Rp595 miliar telah menimbulkan kegaduhan. Di sisi lain, ribuan pelajar mulai SD sampai SMA, bahkan mahasiswa punya kendala ketersediaan akses internet untuk menunjang pembelajaran jarak jauh.

Wakil Ketua Komisi X DPR Abdul Fikri Faqih mengusulkan agar dana Rp595 miliar tersebut dialihkan untuk pengadaan hotspot internet gratis bagi pelajar dan mahasiswa.

“Daripada bikin ribut bin gaduh, alihkan saja setengah triliun itu untuk 52,5 juta pelajar dan mahasiswa di seantero negeri ini agar gratis mengakses pembelajaran daring,” kata Fikri dalam keterangan tertulisnya kepada SINDOnews, Kamis (6/8/2020).

(Baca: Muhammadiyah Putuskan Tak Ikut Program Organisasi Penggerak Kemendikbud)

POP yang digagas Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim telah membuat gaduh dan memicu gelombang protes dari beragam kalangan. Sebut saja organisasi masyarakat terbesar seperti Nahdatul Ulama, Muhammadiyah, hingga PGRI menyatakan mundur dari kepesertaan program itu.

Karena itu Fikri mendesak agar program organisasi penggerak ini ditarik dari pelaksanaannya, setidaknya ditunda dulu untuk dikaji ulang. “Usulan saya adalah mengadakan hotspot-hotspot internet gratis yang tersebar di tiap RW, minimal kantor desa/ kelurahan, khususnya untuk pelajar dan mahasiswa yang berjumlah lebih dari 52,5 juta orang,” tutur legislator asal daerah pemilihan Tegal-Brebes Jawa Tengah ini.

(Baca: NU Juga Putuskan Tak Ikut POP Kemendikbud Tahun Ini)

Menurut dia, pengadaan banyak titik hotspot bertujuan agar mengurangi konsentrasi massa yang berkumpul. “Idealnya di tiap RW ada hotspot, atau beberapa titik lebih kecil misalnya tiap RT. Bisa saja dananya kombinasi antara pemerintah sebagai stimulus dengan swadaya masyarakat di lingkungan tersebut,” katanya.

Fikri meyakinkan bahwa proses alih-mengalihkan anggaran merupakan hal lumrah di masa pandemi ini. Dia memberikan contoh soal DIPA yang sudah keluar sebelum proses pembahasan anggaran mitra dilakukan di DPR RI.

“Sudah biasa kok pemerintah naik-naikan anggaran tanpa persetujuan DPR atas alasan darurat pandemi, tinggal acc Menteri Keuangan saja. Kami menolak cuma jadi penonton saja atas semua kebijakan anggaran, jadi fungsi anggaran DPR akan tetap kami perjuangkan atas nama konstitusi UUD 1945, termasuk ubah-ubah DIPA,” katanya.
(muh)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2781 seconds (0.1#10.140)