Ketika Hakim Mengkritisi Putusannya

Kamis, 25 Januari 2024 - 17:14 WIB
loading...
Ketika Hakim Mengkritisi Putusannya
DR Gatot Susanto (kiri) berhasil mempertahankan disertasinya berjudul berjudul Rekonstruksi Politik Hukum Pemidanaan Penyalah Guna Narkotika Bagi Diri Sendiri Berbasis Pancasila di depan para penguji pada Fakultas Hukum Unila.
A A A
JAKARTA - Menarik mencermati disertasi dari seorang Hakim Pengadilan Banten yang mengkritisi bahwa saat ini hampir seluruh putusan hakim yang telah berkekuatan hukum tetap (inkrach van gewijsde) memberikan sanksi terhadap penyalah guna narkotika bagi diri sendiri berupa pidana penjara. Padahal sesuai ketentuan Pasal 54, Pasal 103, Pasal 127 ayat (2) dan ayat (3) Undang-Undang Narkotika, terhadap penyalah guna narkotika bagi diri sendiri dapat diberikan sanksi berupa rehabilitasi, baik rehabilitasi medis maupun rehabilitasi sosial.

Kritik tersebut tertuang dalam disertasi Gatot Susanto, SH berjudul "Rekonstruksi Politik Hukum Pemidanaan Penyalah Guna Narkotika Bagi Diri Sendiri Berbasis Pancasila".

Gatot Susanto berhasil mempertahankan disertasinya di depan penguji pada Fakultas Hukum Universitas Lampung (Unila), pada Rabu (17/1/ 2024). Sehingga dia layak menyandang predikat doktor hukum.

Menurut Gatot, meskipun terdapat sanksi berupa rehabilitasi tetapi dalam implementasinya jarang dilakukan dalam putusan hakim, sehingga putusan hakim kurang memenuhi rasa keadilan dan kurang sesuai dengan nilai-nilai Pancasila.

"Oleh sebab itu nilai Pancasila perlu diaktualisasikan dan diimplementasikan dalam mengatasi penyalah guna narkotika bagi diri sendiri di Indonesia. Karena itu, kata dia, diperlukan rekonstruksi politik hukum pemidanaan dalam mengatasi penyalah guna narkotika bagi diri sendiri berbasis Pancasila," kata Gatot.



Penelitian disertasi Gatot ini lebih bersifat hukum normatif dengan ditunjang penelitian hukum empiris. Pendekatan penelitian yang digunakan adalah pendekatan kasus (case approach) dan pendekatan perbandingan (comparative approach). Penelitian ini juga menggunakan analisis data deskriptif. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kondisi eksisting politik hukum pemidanaan penyalah guna narkotika bagi diri sendiri masih belum sesuai dengan politik hukum pemidanaan sebagaimana yang diharapkan oleh pembentuk UU Narkotika.

Menurut dia, hampir semua sanksi dilakukan dengan memberikan efek jera, yaitu memberikan sanksi berupa pidana penjara, bukan sanksi berupa rehabilitasi. "Maka itu nilai-nilai Pancasila sangat mendesak untuk diaktualisasikan dan diimplementasikan dalam mengatasi penyalahgunaan narkotika bagi diri sendiri guna memutus rantai permasalahan narkotika," kata Gatot.

Alasannya, sambung dia, nilai-nilai Pancasila pada prinsipnya untuk menjaga kredibilitas budaya dan sikap bangsa Indonesia serta memberikan dampak yang besar bagi pendidikan moral dan karakter bangsa. Pentingnya rekonstruksi politik hukum pemidanaan dalam mengatasi penyalah guna narkotika bagi diri sendiri berbasis nilai Pancasila untuk mengubah rumusan Pasal 127 UU Narkotika.

Dalam pandangan Gatot, sanksi bagi pelaku tindak pidana penyalahgunaan narkotika, setiap penyalah guna narkotika golongan I bagi diri sendiri dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun sesuai Pasal 127 UU Narkotika perlu diubah. Tujuannya, agar tidak ada lagi inkonsistensi pada ancaman pidananya dan tidak menimbulkan masalah dalam implementasi.

Bagi Gatot, menambah pasal tentang tujuan dan pedoman pemidanaan terhadap penyalah guna narkotika bagi diri sendiri sekaligus untuk mengurangi terjadinya disparitas putusan hakim termasuk melakukan pemeriksaan dengan acara pemeriksaan singkat agar lebih simpel.

"Selain itu penambahan pasal tentang wajib dilakukannya asesmen terhadap penyalah guna narkotika bagi diri sendiri agar tidak lagi terjadi diskriminasi terhadap pelaku," tegasnya.

Tim penguji untuk disertasi Gatot Susanto ini terdiri Prof. Dr. Ir. Lusmeilia Afriani, D.E.A., I.P.M sebagai ketua kemudian ada Prof. Dr. Muhammad Akib, S.H., M.Hum (sekretaris penguji) dan para penguji lainnya Dr. Slamet Haryadi, S.H., M.Hum, Dr. M. Fakih, S.H., M.S, Dr. Hieronymus Soerjatisnanta, S.H., M.H, Dr. Erna Dewi, S.H., M.H, Prof. Dr. Maroni, S.H., M.Hum serta Dr. Heni Siswanto, S.H., M.H.

Karier DR Gatot Susanto dimulai tahun 1983 hingga tahun 1992 sebagai staf Pegawai Negeri Sipil di Pengadilan Negeri Tanjungkarang menjadi Panitera Pengganti hingga menjabat sebagai Kepala Bagian Pidana. Pada tahun 1992 lulus sebagai Calon Hakim (Cakim) dan ditempatkan di Pengadilan Negeri Tanjungkarang hingga tahun 1996.

Karier hakimnya dimulai di Pengadilan Negeri Baturaja (1996-1999), kemudian mutasi sebagai hakim di Pengadilan Metro (1999-2003), Wakil Ketua Pengadilan Negeri Liwa (2003-2006). Kemudian dia dipercaya menjadi Ketua Pengadilan Negeri Ngawi (2006-2009). Lalu, dia dimutasi menjadi Hakim Pengadilan Negeri Bekasi (2009-2012), Ketua Pengadilan Negeri Metro (2012-2013), Hakim Pengadilan Negeri Surabaya (2012-2013), Hakim Pengadilan Negeri Semarang (2013-2016), dan hakim tinggi di Pengadilan Tinggi Kendari (2016-2020). Sejak tahun 2023 hingga saat ini, Gatot dipercaya menjadi Hakim Tinggi di Pengadilan Tinggi Banten, dengan pangkat Pembina Utama/Hakim Utama (Golongan IV.E).
(zik)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2030 seconds (0.1#10.140)