Sastra Masuk Kurikulum Dikritisi, Kemendikbudristek Siap Perbaiki Buku Panduan
loading...
A
A
A
JAKARTA - Program Sastra Masuk Kurikulum yang baru diluncurkan menuai kritik dan masukan dari berbagai pihak. Kemendikbudristek menyambut baik setiap masukan dan siap untuk meresponsnya.
Salah satu masukan terkait Panduan Penggunaan Rekomendasi Buku Sastra. Beberapa pihak menilai ada sejumlah karya yang justru menyebarkan nilai-nilai kurang tepat, seperti narasi seksual dan kekerasan fisik.
Kepala Badan Standar, Kurikulum, dan Asesmen Pendidikan (BSKAP) Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) Anindito Aditomo pun memberikan tanggapan.
Baca juga: Dikritik karena Muatan Sensitif, Kemendikbud Tegaskan Buku Panduan Sastra Tak Wajib
Nino, sapaan akrabnya mengatakan, terkait muatan yang dipertanyakan pada beberapa karya yang direkomendasikan tim kurator perlu dibaca dalam konteks karya tersebut secara utuh. Dia juga menilai tim kurator telah memiliki pertimbangan yang matang ketika mengusulkan judul-judul tersebut.
Dia kembali menegaskan secara lebih luas program ini bertujuan memperkenalkan sastra Indonesia kepada murid dan guru sebagai bahan ajar untuk mengembangkan literasi dan pendidikan karakter.
Jika digunakan dengan baik dalam pembelajaran, karya sastra bukan hanya bisa menumbuhkan minat baca, tetapi juga sangat potensial untuk mengasah nalar, empati, serta nilai-nilai kemanusiaan.
Baca juga: Diduga Miliki Muatan Sensitif, Kemendikbudristek Kaji Kembali Buku Sastra untuk SMA
“Untuk mencapai tujuan itu, kami membentuk tim kurator yang terdiri dari sastrawan, akademisi, dan guru agar program Sastra Masuk Kurikulum dapat diterima oleh para murid,” ujarnya dalam diskusi media yang digelar di Jakarta, Jumat (31/5/2024).
Ia menyebut, karya sastra memberikan nilai-nilai keutamaan tersendiri dibandingkan dengan karya lainnya. Dia berharap karya sastra dapat membantu guru untuk menggali pemikiran sekaligus empati para murid.
“Tanpa adanya karya sastra, sulit bagi guru untuk membawa murid ke alam pikir dan alam perasaan untuk mendalami sebuah pembelajaran. Walaupun begitu ini tidak diwajibkan untuk diajarkan oleh guru karena kami sadar juga bahwa kapasitas guru berbeda-beda,” ucapnya.
Salah satu masukan terkait Panduan Penggunaan Rekomendasi Buku Sastra. Beberapa pihak menilai ada sejumlah karya yang justru menyebarkan nilai-nilai kurang tepat, seperti narasi seksual dan kekerasan fisik.
Kepala Badan Standar, Kurikulum, dan Asesmen Pendidikan (BSKAP) Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) Anindito Aditomo pun memberikan tanggapan.
Baca juga: Dikritik karena Muatan Sensitif, Kemendikbud Tegaskan Buku Panduan Sastra Tak Wajib
Nino, sapaan akrabnya mengatakan, terkait muatan yang dipertanyakan pada beberapa karya yang direkomendasikan tim kurator perlu dibaca dalam konteks karya tersebut secara utuh. Dia juga menilai tim kurator telah memiliki pertimbangan yang matang ketika mengusulkan judul-judul tersebut.
Dia kembali menegaskan secara lebih luas program ini bertujuan memperkenalkan sastra Indonesia kepada murid dan guru sebagai bahan ajar untuk mengembangkan literasi dan pendidikan karakter.
Jika digunakan dengan baik dalam pembelajaran, karya sastra bukan hanya bisa menumbuhkan minat baca, tetapi juga sangat potensial untuk mengasah nalar, empati, serta nilai-nilai kemanusiaan.
Baca juga: Diduga Miliki Muatan Sensitif, Kemendikbudristek Kaji Kembali Buku Sastra untuk SMA
“Untuk mencapai tujuan itu, kami membentuk tim kurator yang terdiri dari sastrawan, akademisi, dan guru agar program Sastra Masuk Kurikulum dapat diterima oleh para murid,” ujarnya dalam diskusi media yang digelar di Jakarta, Jumat (31/5/2024).
Ia menyebut, karya sastra memberikan nilai-nilai keutamaan tersendiri dibandingkan dengan karya lainnya. Dia berharap karya sastra dapat membantu guru untuk menggali pemikiran sekaligus empati para murid.
“Tanpa adanya karya sastra, sulit bagi guru untuk membawa murid ke alam pikir dan alam perasaan untuk mendalami sebuah pembelajaran. Walaupun begitu ini tidak diwajibkan untuk diajarkan oleh guru karena kami sadar juga bahwa kapasitas guru berbeda-beda,” ucapnya.