Mahasiswa ITS Teliti Membran Karbon Penyaring Gas Energi Terbarukan
loading...
A
A
A
JAKARTA - Hidrogen banyak digadang-gadang menjadi sumber energi masa depan dan terbarukan dalam mengatasi ketergantungan terhadap sumber energi fosil saat ini. Hal tersebut mendorong mahasiswa Departemen Kimia Fakultas Sains dan Analitika Data, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Alvin Rahmad Widyanto untuk meneliti mengenai membran karbon serat berongga yang dapat digunakan dalam penyaringan gas hidrogen dan gas lainnya.
Melanjutkan penelitian Dr Triyanda Gunawan, Alvin menjelaskan, prinsip kerja dari membran karbon ini dengan menyaring gas yang masuk ke membran akan terpisahkan karena adanya perbedaan ukuran partikel pada setiap gas. Sehingga besar pori-pori membran harus memiliki ukuran yang tepat agar penyaringannya lebih maksimal. (Baca juga: Sisihkan 2.000 Universitas Dunia, Mahasiswa ITB Lolos Final Startup World Cup 2020 )
Gas-gas yang dapat tersaring pada membran tersebut mencakup H2/CO2 (hidrogen dengan karbon dioksida), N2/CH4 (nitrogen dengan metana), dan H2/CH4 (hidrogen dengan metana). Pada penelitian yang juga menjadi topik Tugas Akhirnya, Alvin lebih mempelajari mengenai pengaruh laju pemanasan pada proses pembuatan membran karbon terhadap ukuran pori-pori yang dihasilkan.
Berdasarkan penelitiannya, didapatkan bahwa laju pemanasan yang menghasilkan ukuran pori-pori terbaik didapatkan sebesar 3 derajat Celcius per menit. Sedangkan semakin kecil laju pemanasannya, ukuran pori yang dihasilkan juga semakin kecil. Sebaliknya, semakin besar laju pemanasannya, maka ukuran pori yang dihasilkan pun semakin besar.
Mahasiswa asal Mojokerto tersebut juga mengungkapkan, kebanyakan industri gas saat ini menggunakan membran keramik sebagai penyaring gasnya. Namun Alvin menilai, penggunaan membran karbon pada skala industri dapat dikaji lebih lanjut. “Mengingat kinerja pori-pori membran ketika menggunakan karbon mampu memisahkan lebih tinggi dan memiliki ketahanan suhu yang baik,” katanya melalui siaran pers, Rabu (21/10). (Baca juga: Monitoring Gunung Api dari Luar Angkasa, ITB Datangkan Dosen BGS Inggris )
Menurutnya, pengembangan mengenai membran karbon ini masih perlu dilanjutkan untuk ke depannya. Hal tersebut dikarenakan adanya keterbatasan dari membran karbon ini yang memiliki sifat mudah rapuh. “Sehingga membran ini mampu membantu produksi hidrogen sebagai energi terbarukan masa depan yang tidak memerlukan banyak energi untuk memisahkannya,” papar mahasiswa berkaca mata ini.
Dalam melakukan penelitiannya, Alvin juga dibimbing langsung oleh dosennya, Nurul Widiastuti dan peneliti dari Jepang, Prof Mikihiro Nomura. Sementara pelaksanaan risetnya dilakukan di Separation System Engineering Laboratory, Department of Applied Chemistry, Shibaura Institute of Technology, Jepang dan Laboratorium Kimia dan Material Energi, Departemen Kimia ITS.
Melanjutkan penelitian Dr Triyanda Gunawan, Alvin menjelaskan, prinsip kerja dari membran karbon ini dengan menyaring gas yang masuk ke membran akan terpisahkan karena adanya perbedaan ukuran partikel pada setiap gas. Sehingga besar pori-pori membran harus memiliki ukuran yang tepat agar penyaringannya lebih maksimal. (Baca juga: Sisihkan 2.000 Universitas Dunia, Mahasiswa ITB Lolos Final Startup World Cup 2020 )
Gas-gas yang dapat tersaring pada membran tersebut mencakup H2/CO2 (hidrogen dengan karbon dioksida), N2/CH4 (nitrogen dengan metana), dan H2/CH4 (hidrogen dengan metana). Pada penelitian yang juga menjadi topik Tugas Akhirnya, Alvin lebih mempelajari mengenai pengaruh laju pemanasan pada proses pembuatan membran karbon terhadap ukuran pori-pori yang dihasilkan.
Berdasarkan penelitiannya, didapatkan bahwa laju pemanasan yang menghasilkan ukuran pori-pori terbaik didapatkan sebesar 3 derajat Celcius per menit. Sedangkan semakin kecil laju pemanasannya, ukuran pori yang dihasilkan juga semakin kecil. Sebaliknya, semakin besar laju pemanasannya, maka ukuran pori yang dihasilkan pun semakin besar.
Mahasiswa asal Mojokerto tersebut juga mengungkapkan, kebanyakan industri gas saat ini menggunakan membran keramik sebagai penyaring gasnya. Namun Alvin menilai, penggunaan membran karbon pada skala industri dapat dikaji lebih lanjut. “Mengingat kinerja pori-pori membran ketika menggunakan karbon mampu memisahkan lebih tinggi dan memiliki ketahanan suhu yang baik,” katanya melalui siaran pers, Rabu (21/10). (Baca juga: Monitoring Gunung Api dari Luar Angkasa, ITB Datangkan Dosen BGS Inggris )
Menurutnya, pengembangan mengenai membran karbon ini masih perlu dilanjutkan untuk ke depannya. Hal tersebut dikarenakan adanya keterbatasan dari membran karbon ini yang memiliki sifat mudah rapuh. “Sehingga membran ini mampu membantu produksi hidrogen sebagai energi terbarukan masa depan yang tidak memerlukan banyak energi untuk memisahkannya,” papar mahasiswa berkaca mata ini.
Dalam melakukan penelitiannya, Alvin juga dibimbing langsung oleh dosennya, Nurul Widiastuti dan peneliti dari Jepang, Prof Mikihiro Nomura. Sementara pelaksanaan risetnya dilakukan di Separation System Engineering Laboratory, Department of Applied Chemistry, Shibaura Institute of Technology, Jepang dan Laboratorium Kimia dan Material Energi, Departemen Kimia ITS.
(mpw)