Kemendikbud Pertanyakan Daerah Masih Enggan Gelar Pembelajaran Tatap Muka
loading...
A
A
A
BOGOR - Direktur Jenderal (Dirjen) Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) dan Pendidikan Dasar Menengah (Dikdasmen) Kemendikbud Jumeri mengatakan, sejak dikeluarkannya Surat Keputusan Bersama (SKB) 4 Menteri tentang pembelajaran di masa pandemi baru 14 persen yang melakukan pembelajaran tatap muka (PTM).
Padahal kata, Jumeri, dalam SKB tersebut kepala daerah diberikan keleluasan atau flesibilitas untuk membuka sekolah bagi daerah-daerah yang memang terpencil, tertinggal dan terjauh (3T).
"Itu baru ada 14 persen daerah-daerah yang menjalankan SKB 4 menteri di akhir 2020, yang sudah melaksanakan Pembelajaran Tatap Muka (PTM), yang lain atau sisanya masih Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ)," ungkap Jumeri dalam Talkshow yang digelar secara daring MNC Trijaya Network, Sabtu (23/1/2021).
Dalam evaluasinya, Jumeri menyampaikan juga di Talkshow bertemakan 'Nasib Siswa di Tengah Pandemi' ini, kenapa masih banyak daerah yang enggan membuka sekolah atau PTM dikarenakan masih kurangnya pemahaman tentang SKB 4 menteri.
"Nah implementasi dari SKB empat menteri sendiri, di beberapa daerah memang mungkin, sebenarnya kami sudah berkordinasi berulang-ulang dengan kepala dinas, ketika launching SKB itupun Bupati dan Gubernur juga diundang.
Masih ada pemahaman yang mungkin belum lengkap tentang SKB ini, di antaranya adalah bahwa sebenarnya, dimungkinkan kecamatan itu, misalnya dalam satu kabupaten ada 17 kecamatan, mungkin ada 2-3 kecamatan bisa mulai dulu," ungkapnya.
Tapi kebanyakan kepala daerah lebih memilih cari aman, sehingga mayoritas belum mau menjalakan SKB 4 menteri itu. "Memang kami juga tahu bahwa, kepala daerah sangat berhati-hati, dalam membuka PTM ini, padahal ini platform terbaik pembelajaran yang harusnya kita berikan kepada anak," ungkapnya.
Terkait dengan fleksibilitas impelementasi SKB 4 menteri ini, Jumeri menjelaskan kepala daerah bisa menilai bahkan menetapkan dalam sebuah kabupaten boleh dibagi menjadi sub-sub kecamatan yang terpencil bisa jalan dulu, atau pulau-pulau yang agak tersembunyi.
"Sehingga tidak harus menunggu penetapan di tingkat kabupaten. Inilah fleksibilitas yang kita berikan kepada daerah," ungkapnya.
Bahkan dalam pelaksanaan SKB 4 menteri ini, pihaknya sudah melakukan survei kepada banyak pihak dan juga berkolaborasi dengan dinas-dinas daerah. Namun masih banyak daerah yang belum berani melaksanakan PTM.
"Padahal saat SKB diluncurkan kita melakukan survei sebenarnya 90 persen sekolah-sekolah di tiap daerah sudah siap tatap muka. Namun kemarin ada kebijakan baru Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Jawa-Bali, sehingga konstelasinya berubah lagi," jelasnya.
Padahal kata, Jumeri, dalam SKB tersebut kepala daerah diberikan keleluasan atau flesibilitas untuk membuka sekolah bagi daerah-daerah yang memang terpencil, tertinggal dan terjauh (3T).
"Itu baru ada 14 persen daerah-daerah yang menjalankan SKB 4 menteri di akhir 2020, yang sudah melaksanakan Pembelajaran Tatap Muka (PTM), yang lain atau sisanya masih Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ)," ungkap Jumeri dalam Talkshow yang digelar secara daring MNC Trijaya Network, Sabtu (23/1/2021).
Dalam evaluasinya, Jumeri menyampaikan juga di Talkshow bertemakan 'Nasib Siswa di Tengah Pandemi' ini, kenapa masih banyak daerah yang enggan membuka sekolah atau PTM dikarenakan masih kurangnya pemahaman tentang SKB 4 menteri.
"Nah implementasi dari SKB empat menteri sendiri, di beberapa daerah memang mungkin, sebenarnya kami sudah berkordinasi berulang-ulang dengan kepala dinas, ketika launching SKB itupun Bupati dan Gubernur juga diundang.
Masih ada pemahaman yang mungkin belum lengkap tentang SKB ini, di antaranya adalah bahwa sebenarnya, dimungkinkan kecamatan itu, misalnya dalam satu kabupaten ada 17 kecamatan, mungkin ada 2-3 kecamatan bisa mulai dulu," ungkapnya.
Tapi kebanyakan kepala daerah lebih memilih cari aman, sehingga mayoritas belum mau menjalakan SKB 4 menteri itu. "Memang kami juga tahu bahwa, kepala daerah sangat berhati-hati, dalam membuka PTM ini, padahal ini platform terbaik pembelajaran yang harusnya kita berikan kepada anak," ungkapnya.
Terkait dengan fleksibilitas impelementasi SKB 4 menteri ini, Jumeri menjelaskan kepala daerah bisa menilai bahkan menetapkan dalam sebuah kabupaten boleh dibagi menjadi sub-sub kecamatan yang terpencil bisa jalan dulu, atau pulau-pulau yang agak tersembunyi.
"Sehingga tidak harus menunggu penetapan di tingkat kabupaten. Inilah fleksibilitas yang kita berikan kepada daerah," ungkapnya.
Bahkan dalam pelaksanaan SKB 4 menteri ini, pihaknya sudah melakukan survei kepada banyak pihak dan juga berkolaborasi dengan dinas-dinas daerah. Namun masih banyak daerah yang belum berani melaksanakan PTM.
"Padahal saat SKB diluncurkan kita melakukan survei sebenarnya 90 persen sekolah-sekolah di tiap daerah sudah siap tatap muka. Namun kemarin ada kebijakan baru Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Jawa-Bali, sehingga konstelasinya berubah lagi," jelasnya.
(mpw)