Respons Masa Depan, Kemenag Haruskan Siswa Madrasah Kuasai Dunia Digital
loading...
A
A
A
JAKARTA - Tidak ada manusia Superman hari ini yang ada hanya superteam. Maka siswa madrasah harus diajarkan cara bekerja sama. Ahli fisika dan ahli kedokteran di pertemukan maka muncullah fisioterapi. Biologi dengan medis menjadi biomedis.
Hal ini disampaikan Direktur Jenderal Pendidikan Islam (Dirjen Pendis), Muhammad Ali Ramdhani saat memberikan pembinaan dalam Agenda Ngobrol Asyik yang mengangkat tema Pembelajaran di Masa Pandemi, Guru Kreatif dan Produktif , Jumat (22/01).
Dikatakan Dirjen, ketika bicara masa depan, tugas kita selanjutnya adalah bagaimana kita mampu mengantarkan anak didik agar kemudian mampu berkiprah di masa mendatang.
“MAN Insan Cendekia adalah sebuah madrasah unggulan yang harus dapat mengantarkan anak didiknya sebagai wajah pemilik masa depan,” ungkap Dirjen.
Selanjutnya, guru besar UIN Bandung yang akrab disapa Ramdhani ini menekankan, guru harus berjuang agar siswa menguasai dunia digital melalui injeksi computational thinking agar mampu merespon isu utama di masa mendatang.
“Computational thinking bukan ilmu matematika atau sosial, tapi ilmu yang berkaitan dengan cara membaca yang harus diajarkan sejak siswa berada di lingkungan Madrasah Ibtidaiyah. Outputnya adalah kemampuan membaca ayat kauniyah pada prosedur- prosedur kemanusiaan dengan menghadirkan alat. Dan saya harap, ini harus kita ajarkan sejak di Madrasah ibtidaiyah,” tambah Dhani.
Dhani melanjutkan, ada 50 madrasah yang diinjeksikan computational thinking dan dikompetisikan secara internasional, dan hebatnya, kita mendapat ranking lima dunia. Jadi orang Indonesia itu pintar-pintar, cerdas, smart.
“Pendidikan adalah investasi jangka panjang. Tidak boleh ada uji coba dalam proses pendidikan, dan kemampuan kita dalam beradaptasi harus tetap berkembang. Kita menghadapi banyak kompetisi. Dan konsep pendidikan haruslah matang,” tandas Ramdhani.
Mengenai adaptasi terhadap dinamika zaman, Dirjen Pendis memaparkan pentingnya memiliki kemampuan adaptasi untuk menghadapi berbagai kompetisi oleh karena itu guru tidak boleh berhenti belajar dan mengikuti setiap perkembangan zaman dengan melakukan adaptasi.
“Berhenti belajar bagi seorang guru adalah hakikat kematian bagi seorang manusia. Guru adalah mereka yang siap mendedikasikan hidupnya pada pembelajaran sepanjang hayat. Dalam istilah akademika, yang ada adalah winner dan the better. Tidak ada istilah kalah, buat kita, yang perlu adalah terus belajar,” tutup Dhani.
Hal ini disampaikan Direktur Jenderal Pendidikan Islam (Dirjen Pendis), Muhammad Ali Ramdhani saat memberikan pembinaan dalam Agenda Ngobrol Asyik yang mengangkat tema Pembelajaran di Masa Pandemi, Guru Kreatif dan Produktif , Jumat (22/01).
Dikatakan Dirjen, ketika bicara masa depan, tugas kita selanjutnya adalah bagaimana kita mampu mengantarkan anak didik agar kemudian mampu berkiprah di masa mendatang.
“MAN Insan Cendekia adalah sebuah madrasah unggulan yang harus dapat mengantarkan anak didiknya sebagai wajah pemilik masa depan,” ungkap Dirjen.
Selanjutnya, guru besar UIN Bandung yang akrab disapa Ramdhani ini menekankan, guru harus berjuang agar siswa menguasai dunia digital melalui injeksi computational thinking agar mampu merespon isu utama di masa mendatang.
“Computational thinking bukan ilmu matematika atau sosial, tapi ilmu yang berkaitan dengan cara membaca yang harus diajarkan sejak siswa berada di lingkungan Madrasah Ibtidaiyah. Outputnya adalah kemampuan membaca ayat kauniyah pada prosedur- prosedur kemanusiaan dengan menghadirkan alat. Dan saya harap, ini harus kita ajarkan sejak di Madrasah ibtidaiyah,” tambah Dhani.
Dhani melanjutkan, ada 50 madrasah yang diinjeksikan computational thinking dan dikompetisikan secara internasional, dan hebatnya, kita mendapat ranking lima dunia. Jadi orang Indonesia itu pintar-pintar, cerdas, smart.
“Pendidikan adalah investasi jangka panjang. Tidak boleh ada uji coba dalam proses pendidikan, dan kemampuan kita dalam beradaptasi harus tetap berkembang. Kita menghadapi banyak kompetisi. Dan konsep pendidikan haruslah matang,” tandas Ramdhani.
Mengenai adaptasi terhadap dinamika zaman, Dirjen Pendis memaparkan pentingnya memiliki kemampuan adaptasi untuk menghadapi berbagai kompetisi oleh karena itu guru tidak boleh berhenti belajar dan mengikuti setiap perkembangan zaman dengan melakukan adaptasi.
“Berhenti belajar bagi seorang guru adalah hakikat kematian bagi seorang manusia. Guru adalah mereka yang siap mendedikasikan hidupnya pada pembelajaran sepanjang hayat. Dalam istilah akademika, yang ada adalah winner dan the better. Tidak ada istilah kalah, buat kita, yang perlu adalah terus belajar,” tutup Dhani.
(mpw)