KPAI: PJJ Timbulkan Disparitas Digital Kaya-Miskin dan Jawa-Luar Jawa
loading...
A
A
A
"Bahkan yang ragu-ragu ini lebih tinggi dari yang tidak setuju, yaitu 12 persen. Kami menanyakan alasan kepada yang setuju dan tidak setuju, terjadi perubahan juga, pada saat survei pertama dengan yang kedua," katanya.
Pada survei pertama, mereka yang setuju sekolah dibuka kembali alasannya karena PJJ yang selama ini dilaksanakan tugas belajarnya cukup berat.
"Jadi mereka beralasan lebih enak sekolah daripada PJJ, namun ketika sekarang enggak, jadi kalau di 78 persen setuju sekolah dibuka kembali ini, jumlah yang jenuh PJJ itu hanya 25 persen dari data kami," ungkapnya.
Meski demikian, lanjut Retno, 57 persen menyatakan mereka itu kesulitan dengan PJJ atau belajar daring, terkait materi-materi sulit di mata pelajaran.
"Sebab materi pelajaran itu ada yang sedang, mudah, nah mereka itu kalau sedang dan mudah bisa belajar daring, tapi kalau yang sulit, sangat sulit bagi mereka yang butuh tatap muka," jelasnya.
Alasan kedua mereka setuju untuk PTM, terutama para siswa SMK yang mengisi menyatakan kepadanya sudah lama tidak menjalani belajar praktikum.
"Jadi kata mereka skillnya adalah praktik tapi kami sudah tidak ke bengkel 9 bulan. banyak kemudian yang mengeluhkan itu. Saya melihat anak-anak, terutama anak yang kelas tiga, yang ingin tatap muka adalah anak yang mau ujian akhir," jelasnya.
Menurutnya, siswa yang ingin sekolah dibuka atau PTM karena mereka harus ujian dan mereka banyak menghadapi kesulitan diberbagai mata pelajaran.
"Jadi saat ditanya apakah sekolahnya siap itu mereka mengakui tidak berbanding lurus dengan sekolahnya yakni belum siap untuk tatap muka, tetapi mereka menginginkan tatap muka paling tidak seminggu sekali," tandasnya.
Pada survei pertama, mereka yang setuju sekolah dibuka kembali alasannya karena PJJ yang selama ini dilaksanakan tugas belajarnya cukup berat.
"Jadi mereka beralasan lebih enak sekolah daripada PJJ, namun ketika sekarang enggak, jadi kalau di 78 persen setuju sekolah dibuka kembali ini, jumlah yang jenuh PJJ itu hanya 25 persen dari data kami," ungkapnya.
Meski demikian, lanjut Retno, 57 persen menyatakan mereka itu kesulitan dengan PJJ atau belajar daring, terkait materi-materi sulit di mata pelajaran.
"Sebab materi pelajaran itu ada yang sedang, mudah, nah mereka itu kalau sedang dan mudah bisa belajar daring, tapi kalau yang sulit, sangat sulit bagi mereka yang butuh tatap muka," jelasnya.
Alasan kedua mereka setuju untuk PTM, terutama para siswa SMK yang mengisi menyatakan kepadanya sudah lama tidak menjalani belajar praktikum.
"Jadi kata mereka skillnya adalah praktik tapi kami sudah tidak ke bengkel 9 bulan. banyak kemudian yang mengeluhkan itu. Saya melihat anak-anak, terutama anak yang kelas tiga, yang ingin tatap muka adalah anak yang mau ujian akhir," jelasnya.
Menurutnya, siswa yang ingin sekolah dibuka atau PTM karena mereka harus ujian dan mereka banyak menghadapi kesulitan diberbagai mata pelajaran.
"Jadi saat ditanya apakah sekolahnya siap itu mereka mengakui tidak berbanding lurus dengan sekolahnya yakni belum siap untuk tatap muka, tetapi mereka menginginkan tatap muka paling tidak seminggu sekali," tandasnya.
(mpw)