Siswi Non Muslim Wajib Berjilbab, MPR: Pembangunan Karakter Anak Bangsa Terancam

Senin, 25 Januari 2021 - 11:09 WIB
loading...
Siswi Non Muslim Wajib...
Wakil Ketua MPR Lestari Moerdijat. Foto/Ist
A A A
JAKARTA - Wakil Ketua MPR , Lestari Moerdijat menyampaikan keprihatinan mendalam karena di kalangan pendidik masih ada yang belum memahami nilai-nilai kebangsaan seperti kebhinekaan dan toleransi yang diamanatkan para pendiri bangsa.

"Tenaga pendidik seharusnya menjadi orang yang berperan menanamkan nilai-nilai kebangsaan kepada para siswanya, bukan malah mengaburkan nilai-nilai itu dalam kehidupan sehari-hari," kata Lestari dalam keterangan tertulisnya, yang diterima SINDOnews, Senin (25/1/2021). Hal tersebut menyikapi adanya kewajiban berkerudung bagi siswi non-muslim di SMK Negeri, Padang, Sumatera Barat.

Mengemukanya kebijakan wajib berbusana muslimah di sekolah umum di Padang, Sumatera Barat itu, menurut Rerie, sapaan akrab Lestari, membuka mata kita bahwa di kalangan para pendidik masih ada yang abai terhadap nilai-nilai kebangsaan yang merupakan dasar membentuk karakter generasi mendatang.

Padahal, ujar Rerie, Pasal 28E (1) UUD 1945 mengamanatkan agar setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut agamanya, memilih pendidikan dan pengajaran, memilih pekerjaan, memilih kewarganegaraan, memilih tempat tinggal di wilayah negara dan meninggalkannya, serta berhak kembali.

Selain itu, Pasal 29 UUD 1945 ayat (2) juga menyebutkan, negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agama masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu.

Mewajibkan siswa non-muslim untuk memakai jilbab, tegas Rerie, juga bertentangan dengan prinsip program Merdeka Belajar yang dicanangkan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan.

Apalagi, tambah Rerie, yang juga anggota Komisi X DPR RI Fraksi NasDem itu, Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pada Pasal 4 ayat [1] juga menegaskan agar pendidikan diselenggarakan secara demokratis dan berkeadilan serta tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai kultural, dan kemajemukan bangsa.

Rerie berpendapat, kebijakan yang diterapkan di daerah atas nama melestarikan kearifan lokal seharusnya tidak bertentangan dengan norma-norma hukum dan konstitusi.

Para pemangku kepentingan di sektor pendidikan di negeri ini, tegasnya, seharusnya berperan sebagai salah satu ujung tombak yang diharapkan dapat membentuk generasi penerus bangsa yang berkarakter dan mampu mengamalkan nilai-nilai kebangsaan yang kita miliki.

Peristiwa di Padang, Sumatera Barat tersebut, menurut Rerie, harus menjadi alarm tanda bahaya bagi para pemangku kepentingan di negeri ini, karena berpotensi menjadi hambatan dalam upaya pembentukan generasi penerus bangsa yang berdaya saing di masa datang.

Upaya-upaya yang masif, terukur dan berkesinambungan dalam menanamkan nilai-nilai kebangsaan yang terkandung dalam empat konsensus kebangsaan, yaitu Pancasila, UUD 1945, Bhinneka Tunggal Ika dan Negara Kesatuan Republik Indonesia, tegas Rerie, harus terus dilakukan dengan berbagai penyesuaian dalam cara penyampaiannya.

Apalagi di era globalisasi yang tanpa batas ini, jelas Rerie, berbagai ideologi asing dengan mudah diakses dan dapat mempengaruhi proses pemahaman nilai-nilai kebangsaan oleh para generasi muda.

Sehingga saat ini tidak ada tawar menawar lagi untuk menyegerakan berbagai langkah yang diperlukan untuk meningkatkan dan menanamkan nilai-nilai kebangsaan kepada segenap lapisan masyarakat.
(mpw)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2585 seconds (0.1#10.140)