Unpar Tak Ingin Buru-buru Gelar Kuliah Tatap Muka, Ini Alasannya

Kamis, 09 September 2021 - 14:18 WIB
loading...
Unpar Tak Ingin Buru-buru Gelar Kuliah Tatap Muka, Ini Alasannya
Rektor Universitas Parahyangan (Unpar), Mangadar Situmorang Ph.D. Foto/Istimewa
A A A
BANDUNG - Rektor Universitas Parahyangan (Unpar), Mangadar Situmorang Ph.D. menyatakan, perkuliahan tatap muka belum mendesak untuk dilakukan.

Pernyataan tersebut disampaikan Mangadar menyusul dimulainya pembelajaran tatap muka tingkat SD, SMP, dan SMA yang sudah mulai digelar di berbagai wilayah di Indonesia, termasuk di Provinsi Jawa Barat dan Kota Bandung.



Menurut Mangadar, setidaknya terdapat tiga alasan yang membuat perkuliahan tatap muka belum mendesak dilakukan, yakni alasan geografis, pembelajaran, dan terpenting alasan kesehatan.

"Dari tiga pertimbangan itu saja, kita tidak ada kemendesakan untuk segera tatap muka," ungkap Mangadar di Kampus Unpar, Jalan Ciumbuleuit, Kota Bandung, Rabu (8/9/2021).

Mangadar pun menjelaskan ketiga alasannya itu. Dari sisi geografis, kata Mangadar, perguruan tinggi tidak dapat disamakan dengan SD, SMP, maupun SMA yang selama ini menerapkan sistem zonasi untuk siswanya. Pasalnya, mahasiswa perguruan tinggi, termasuk Unpar berasal dari berbagai wilayah di Indonesia.

"Kalau sekolah-sekolah jelas zonasinya, letak geografis dari para siswanya. Namun, untuk mahasiswa sporadis, mereka banyak yang berasal dari luar Kota Bandung," jelasnya.



Adapun dari sisi perkuliahan, Mangadar beralasan bahwa perkuliahan di perguruan tinggi lebih luas jika dilaksanakan secara daring (dalam jaringan), baik dari sisi teknologi maupun perkuliahan mahasiwanya.

"Selama belajar daring, mahasiswa cenderung lebih independen dan mandiri dalam menggali bahan ajar, meskipun memang ada kelemahan seperti interaksi sosial antarmahasiswa maupun hal yang berkaitan dengan nilai sosial," katanya.

Terakhir, kata Mangadar, berkaitan erat dengan aspek kesehatan. Menurutnya, meskipun 5.000-an mahasiswa dari total 11.000 mahasiswa Unpar sudah mendapatkan vaksinasi, termasuk seluruh dosen dan pegawai Unpar, namun aspek geografis termasuk demografis mahasiswa Unpar membuat pihaknya khawatir perkuliahan tatap muka berpotensi memunculkan klaster COVID-19.

"Pertimbangan berikutnya kenapa kita tidak buru-buru PTM itu juga erat kaitannya dengan aspek kesehatan. Komposisi demografis dan geografis, ada mahasiswa dari Yogyakarta, Sumatera yang datang ke sini. Apakah mereka sudah divaksin? atau orang-orang di tempat mereka tinggal di sekitar kampus juga sudah divaksin? tempat tinggal mereka aman atau tidak? kita perlu antisipasi dan wanti-wanti soal klaster perguruan tinggi," papar Mangadar.

Lebih lanjut Mangadar mengungkapkan bahwa pandemi COVID-19 juga telah berdampak terhadap mahasiswa baru yang mendaftar ke Unpar. Tahun ini, Unpar menerima sekitar 2.500-2.600 mahasiswa atau menurun jika dibandingkan tahun lalu yang berkisar sekitar 2.900-3.000 mahasiswa.

"Penerapan PPKM berpengaruh karena ada mahasiswa dari Malang atau kota lain di luar Bandung, melihat Bandung zona merah sehingga mengurangi mobilitas. Mahasiswa kita 30-40 persen dari luar Jabar," katanya.

Masih di tempat yang sama, Guru Besar Fakultas Filsafat Unpar, Ignatius Bambang Sugiharto membenarkan bahwa perkuliahan daring justru memicu tren positif di kalangan mahasiswa Unpar.

Meski di awal pandemi ada mahasiswa yang mengeluhkan perkuliahan daring, kata Bambang, namun dia yakin perkuliahan daring tidak menyebabkan kemorosatan prestasi maupun keilmuan yang diperoleh mahasiswanya.

"Dari sudut proses pembelajaran yang berpusat kepada mahasiswa malah justru efektif. Ternyata memberi peluang, meskipun over load karena semua mata kuliah ada tugasnya. Terutama mereka dipaksa sendiri membaca buku, nyari sendiri, dari sudut itu kualitas lebih baik, lebih mandiri," katanya.
(mpw)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1348 seconds (0.1#10.140)