Akademisi: Bangkitkan Nilai dan Makna Pancasila bagi Generasi Milenial

Sabtu, 02 Oktober 2021 - 05:00 WIB
loading...
Akademisi: Bangkitkan Nilai dan Makna Pancasila bagi Generasi Milenial
Keberadaan Pancasila sebagai ideologi negara mulai tergerus, terutama di kalangan generasi milenial dan Z. Foto/Ist
A A A
JAKARTA - Keberadaan Pancasila sebagai ideologi negara mulai tergerus oleh perkembangan zaman, terutama di kalangan generasi milenial. Generasi ini menjadi obyek utama yang harus didorong untuk tetap mengamalkan nilai luhur tersebut. Karena itu, membumikan kembali nilai-nilai yang terkandung di dalam Pancasila mendesak dilakukan.

“Ketika pancasila itu dikampanyekan secara terus menerus, bahkan sampai ada pembentukan BPIP. Ini kan sebenarnya menjelaskan bahwa ada yang kurang dalam hal penanaman nilai-nilai pancasila termasuk pemahaman pancasila di kalangan milenial itu sendiri,” kata Akademisi Universitas Al Azhar Wildan Hakim di Jakarta, Jumat (1/10/2021).



Wildan mengutip peryataan Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono (HB) X yang mengatakan, “Kita harus bisa menjelaskan kepada generasi milenial apa manfaat dari pancasila itu sendiri”. Barangkali, kata dia, kalau dirinya yang ditanya seperti itu juga akan bingung. Sebab, jika bicara manfaat berarti harus bicara dalam tataran yang mudah dipahami oleh generasi muda milenial.

Menurut Wildan, langkah nyata dari pernyataan Sri Sultan sebenarnya sudah dilakukan oleh beberapa politikus di parlemen, salah satunya Ketua DPR Puan Maharani. Dalam hal ini, Puan banyak belajar dari ibunya yang merupakan mantan Presiden RI ke 5 Megawati. Selain itu, Puan juga menimba nilai dan makna Pancasila dari kakeknya Soekarno selaku pencetus pancasila.

“Sebenarnya kalau saya lihat, peran dari ketua DPR kan sangat berat. Harus bisa menjadi contoh, harus bisa menyatukan seluruh kekuatan politik yang ada di parlemen dan Seluruh kekuatan fraksi-fraksi yang punya kursi, dan menampung aspirasi masyarakat,” terang Dosen PR Politik dan Riset Opini Publik tersebut.



Selain itu, Ketua DPR juga dituntut mampu menjadi representasi tunggal dari parlemen yang di isi oleh 575 angggota parlemen. Puan Maharani dituntut bisa menjaga betul marwah politinya, komunikasi politiknya, pesan politiknya, supaya tidak menyinggung. Baik pihak-pihak yang berada di dalam parlemen maupun publik yang berada di luar parlemen.

Hal ini tentu saja bukan perkara yang mudah, satu sisi menjaga citra diri dan kedua menjaga citra parlemen. Ini melekat. Artinya, kalau saat ini Puan lebih banyak ke lapangan dan melihat langsung kondisi masyarakat, sebenarnya ini merupakan langkah nyata Puan Maharani untuk menyerap bagaimana kehidupan masyarakat berjalan.

“Jadi, kalau mau ditanya sebenarnya apa sih manfaat pancasila? Manfaat pancasila adalah menyatukan. Menyatukan kebhinekaan itu sendiri. Bhineka Tunggal Ika itu kalau dipasang di bawah gambar burung Garuda sudah tepat. Karena memang pancasilan itu menyatukan masyarakat Indonesia yang berbeda-beda suku dan agama,” terangnya.

Dia melihat, pancasila bisa dijadikan salah satu sarana untuk menjelaskan kepada generasi milenial maupun generasi Z, tentang pentingnya menjaga persatuan dan kesatuan serta menghormati kebhinekaan. Dia mencontohkan, saat dirinya lahir sudah berbeda-beda, baik dari latar belakang suku dan budaya.

Menurutnya, saat ini yang menjadi PR bersama adalah bagaimana cara menjelaskan kepada generasi milenial dan generasi Z itu sendiri. Pertama tentang manfaat dari pancasila. Manfaat pancasila berdasarkan pemahamannya adalah menyatukan elemen bangsa yang berbeda-beda. Supaya punya dasar yang jelas dalam berbangsa dan bernegara.

Sebenarnya, kata dia, nilai-nilai pancasila lebih detailnya ada di butir-butir. Butir-butir inilah yang seharusnya dijelaskan oleh para politikus maupun pejabat negara yang selama ini memiliki konsen menjalaskan pancasila kepada publik. Misalnya butir tentang saling menghormati dan bekerja sama antara pemeluk agama. Ini kan diwujudkan dalam bentuk Forum Komunikasi Umat Beragama (FKUB).

Kemudian saling toleransi dalam menjalankan ibadah masing-masing. Ini sebenarnya luhur sekali nilainya. Tetapi, ketika ada postingan di media sosial, yang memposting hal yang kurang positif atau berlebihan, maka toleransinya terancam. "Jadi kebablasan, toleransinya jadi hilang. Ada orang yang memposting sesuatu, menyinggung agama Islam misalanya, agama Kristen, agama Hindu atau Budha. Hal-hal inilah yang harus segera diantisipasi oleh para tokoh dan pengelola negara kita,” paparnya.

Termasuk cara-cara berkomunikasi atau adab berkomunikasi ke publik pun harus diatur supaya tidak saling menyinggung. Sebab, kalau saling menyinggung maka butir-butir pancasila yang bunyinya saling toleransi dalam menjalankan ibadan masing-masing ini jadi rusak.

“Saya ambil contoh di Bali. Ada umat beragama di Bali yang sedang beribadah dengan melempar bunga ke dewa. Kemudian ada pemeluk agama lainnya yang berkometar ‘ngawur dan sirik’ misalnya. Komentar-komentar seperti itu tidak boleh karena akan menimbulkan konflik dan perpecahan antar agama,” jelasnya.
(mpw)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.4926 seconds (0.1#10.140)