Kearifan Lokal, Macan Ompong Kurikulum Nasional
loading...
A
A
A
Mulok dan Kearifan Lokal
Siapa yang masih peduli merawat kearifan lokal di jagat Nusantara ini? Di ranah pendidikan formal, kearifan lokal sedikit demi sedikit dituangkan dalam buku ajar, khususnya melalui rekomendasi kurikulum mulok; baik berupa buku pelajaran maupun buku pengayaan.
Harus ditagih lagi, Provinsi Jateng men-setting penilaian buku mulok berkategori bahasa dan sastra Jawa. Sekadar contoh, sebelum dilibas pandemi, semester kedua 2017 silam, Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Jawa Tengah mengadakan penilaian pustaka (buku bacaan dan buku referensi) muatan lokal Bahasa Jawa untuk jenjang SMK dan SMA. Awal September 2017 menjadi batas penyerahan final dummy (sampel buku jadi). Profisiat kepada para penulis dan penerbit yang menjadi unggulan tender seperti PT Intan Pariwara, Saka Mitra Kompetensi, Erlangga, dan Suara Media Sejahtera. Profisiat kepada Drs. Irawan HG MPd, Bambang Sulanjari SSM A, dan Yusro Edy N SS MHum. selaku tim kurator bahasa, penyajian, dan materi.
baca juga: Lestarikan Kearifan Lokal, Bupati Maros Minta Kecapi Diajarkan ke Anak-Anak
Yuk, bergerak lagi agar terjadi perubahan. Di balik perhelatan proyek besar itu tumbuhlah simalakama untuk para dwija, guru spesialis mapel Bahasa Jawa. Apakah mereka ikut bergerak untuk berubah? Bak Sisiphus, muncullah suluk, “Apa kabar guru mapel Bahasa Daerah (Bahasa Jawa) di penjuru Provinsi Jawa Tengah pun DIY? Buku ajar seperti apa yang Anda gunakan untuk mengajar peserta didik? Sudahkah Anda studi banding dengan buku ajar anyar yang dirilis Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Jawa Timur, tetangga sebelah?”
Di Bandar Lampung tim P3KG menetapkan model integrasi sebagai konsep penyusunan kurikulum ketahanan kota terhadap perubahan iklim. Provinsi Jawa Barat membukukan seri Pendidikan Lingkungan Hidup (PLH) yang sarat materi dan latihan. Tahun silam DKI Jakarta merilis buku muatan lokal, tetapi menuai kasus susila dan karakter, serta diklaim menodai kearifan budaya lokal Betawi.
Berkaca dari sini cukup genius, kearifan lokal menjadi huma potensial jika dikelola kurikulum muatan lokal. Justru menjadi friksi politis jika memaksakannya dalam skala nasional. Untuk menyikapi masalah ini nilai bijak bisa dianut, yaitu sikap empan papan memosisikan kearifan lokal dalam sistem pendidikan kita agar tidak delusif. Yuk, bareng bergerak supaya berubah.*
Siapa yang masih peduli merawat kearifan lokal di jagat Nusantara ini? Di ranah pendidikan formal, kearifan lokal sedikit demi sedikit dituangkan dalam buku ajar, khususnya melalui rekomendasi kurikulum mulok; baik berupa buku pelajaran maupun buku pengayaan.
Harus ditagih lagi, Provinsi Jateng men-setting penilaian buku mulok berkategori bahasa dan sastra Jawa. Sekadar contoh, sebelum dilibas pandemi, semester kedua 2017 silam, Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Jawa Tengah mengadakan penilaian pustaka (buku bacaan dan buku referensi) muatan lokal Bahasa Jawa untuk jenjang SMK dan SMA. Awal September 2017 menjadi batas penyerahan final dummy (sampel buku jadi). Profisiat kepada para penulis dan penerbit yang menjadi unggulan tender seperti PT Intan Pariwara, Saka Mitra Kompetensi, Erlangga, dan Suara Media Sejahtera. Profisiat kepada Drs. Irawan HG MPd, Bambang Sulanjari SSM A, dan Yusro Edy N SS MHum. selaku tim kurator bahasa, penyajian, dan materi.
baca juga: Lestarikan Kearifan Lokal, Bupati Maros Minta Kecapi Diajarkan ke Anak-Anak
Yuk, bergerak lagi agar terjadi perubahan. Di balik perhelatan proyek besar itu tumbuhlah simalakama untuk para dwija, guru spesialis mapel Bahasa Jawa. Apakah mereka ikut bergerak untuk berubah? Bak Sisiphus, muncullah suluk, “Apa kabar guru mapel Bahasa Daerah (Bahasa Jawa) di penjuru Provinsi Jawa Tengah pun DIY? Buku ajar seperti apa yang Anda gunakan untuk mengajar peserta didik? Sudahkah Anda studi banding dengan buku ajar anyar yang dirilis Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Jawa Timur, tetangga sebelah?”
Di Bandar Lampung tim P3KG menetapkan model integrasi sebagai konsep penyusunan kurikulum ketahanan kota terhadap perubahan iklim. Provinsi Jawa Barat membukukan seri Pendidikan Lingkungan Hidup (PLH) yang sarat materi dan latihan. Tahun silam DKI Jakarta merilis buku muatan lokal, tetapi menuai kasus susila dan karakter, serta diklaim menodai kearifan budaya lokal Betawi.
Berkaca dari sini cukup genius, kearifan lokal menjadi huma potensial jika dikelola kurikulum muatan lokal. Justru menjadi friksi politis jika memaksakannya dalam skala nasional. Untuk menyikapi masalah ini nilai bijak bisa dianut, yaitu sikap empan papan memosisikan kearifan lokal dalam sistem pendidikan kita agar tidak delusif. Yuk, bareng bergerak supaya berubah.*
(ymn)