Konsep Pendidikan Gotong Royong Dinilai Sesuai di Tengah Pandemi Corona
loading...
A
A
A
JAKARTA - Koordinator Perkumpulan Kader Bangsa Dimas Oky Nugroho mengimbau seluruh masyarakat Indonesia, khususnya pemerintah dan swasta, agar tidak hanya fokus pada sektor kesehatan dan ekonomi di tengah pandemi virus Corona (Covid-19).
(Baca juga: Soal Pembukaan Sekolah, Kemendikbud Jangan Biarkan Daerah Jalan Sendiri-Sendiri)
Dimas meminta agar sektor pendidikan juga diberikan perhatian yang sama, agar Indonesia tidak mengalami kemunduran generasi sebagai suatu bangsa. Ia mengusulkan konsep pendidikan gotong-royong. (Baca juga: Selama Wabah Corona, Belajar dari Rumah Harus Bermakna)
"Sektor pendidikan justru sangat utama diselamatkan, terkait kualitas dan kelangsungan suatu bangsa yang produktif dan kompetitif. Dampak Covid-19 di bidang pendidikan tak kalah penting dengan dampaknya di bidang kesehatan dan ekonomi," kata Dimas Oky, Sabtu (6/6/2020).
"Bangsa ini, baik tingkat pendidikan dasar menengah sampai pendidikan tinggi, jangan sampai tertinggal akibat tidak mampu beradaptasi selama pandemi. Saya yakin kita bisa melakukan sesuatu. Intinya publik harus lebih peduli, partisipatif dan pendidikan harus menjadi isu bersama untuk diperhatikan," tambahnya.
Pakar gerakan sosial lulusan University of Glasgow, Inggris, dan University of New South Wales (UNSW) Sydney ini mengakui masalah pendidikan memiliki aspek kompleksitas yang tinggi. Isu ini erat kaitannya dengan perhatian dan kemaslahatan masyarakat banyak.
Karena itu menurutnya, upaya pencarian solusinya juga mesti melibatkan dan menggalang berbagai institusi, lintas sektoral dan kolaborasi antar lembaga, termasuk keterlibatan swasta dan organisasi masyarakat. Penggagas sekolah kepemimpinan anak muda Kader Bangsa Fellowship Program (KBFP) ini mencetuskan konsep 'Pendidikan Gotong Royong' dalam mengelola dan menjaga kualitas pendidikan terlebih di masa pandemi dan krisis.
"Konsep Pendidikan Gotong Royong yang dimaksud adalah sinergi antara penyelenggara pendidikan, otoritas kebijakan atau pemerintah, baik pusat maupun daerah, kalangan swasta atau masyarakat ekonomi secara luas, masyarakat sipil, sampai unit terkecil, keluarga dan individu warga secara khusus, dalam memastikan kegiatan belajar mengajar berlangsung baik," jelas Dimas.
"Jadi konsep besarnya masyarakat harus peduli, resah dan karenanya ikhtiar mencari solusi bersama untuk masalah bersama. Negara harus memimpin dan melakukan penggalangan terhadap Pendidikan Gotong-Royong ini. Aspek pendidikan anak bangsa jangan sampai menurun dan terdestruksi gara-gara berbagai persoalan dan hambatan yang terjadi, di masa pandemi dan krisis," tambahnya.
Kalangan yang mampu secara sosial ekonomi, baik institusi negara, BUMN atau swasta, maupun keluarga atau individu, harus membantu kalangan kurang mampu, baik itu peserta didiknya, para pengajar atau pihak sekolah, bisa itu sekolah umum, swasta bahkan pesantren, termasuk pula membantu kelancaran dan kualitas proses belajar-mengajarnya itu sendiri.
"Hal itu meliputi pula bantuan di bidang penjagaan kesehatan, aspek sosial, ekonomi, teknologi seperti akses internet dan perangkat IT, dan sebagainya, yang dibutuhkan agar proses pendidikan berjalan baik, termasuk semangat atau psikologis anak-anak peserta didik, kapasitas dan kebugaran para pengajar, serta kualitas pengajarannya itu sendiri, dan berbagai aspek pendukung secara luas," ujar Dimas yang juga anggota Tim Asistensi di Kemenko Perekonomian RI ini.
Dalam konteks sosial seperti di tingkatan mahasiswa, Dimas mencontohkan peran serta dan kesadaran masyarakat khususnya yang memiliki tempat kos. Mereka diharapkan tidak menaikkan uang kos terhadap mahasiswa yang keluarganya terdampak krisis ekonomi akibat pandemi. Pihak kampus juga diminta tidak menaikkan Uang Kuliah Tunggal (UKT) di saat ekonomi sulit atau khususnya diperuntukkan bagi mahasiswa yang terdampak krisis.
Sementara pemerintah dan institusi negara seperti legislatif, lanjutnya, dapat melakukan berbagai upaya dukungan yang lebih luas tentunya. Antara lain, berkoordinasi dengan berbagai lembaga yang peduli, BUMN, pemerintah daerah, korporasi, menyediakan akses wifi gratis dan berkualitas di area publik yang bisa dijangkau peserta didik, terutama yang tinggal di daerah pelosok, di masa kenormalan baru atau New Normal.
"Di Bogor, pihak kampus berinisiatif bertemu dengan komunitas penyedia kos-kosan, meminta mereka untuk tidak menaikkan bahkan jika berkenan melonggarkan pembayaran kos-kosan. Pihak kampusnya sendiri aktif mendata dan memberi keringanan pada mahasiswanya yang terdampak secara ekonomi. Dukungan juga harus diberikan kepada peserta didik dan guru yang tidak memiliki cukup dana untuk membeli quota dalam rangka menyelenggarakan pendidikan jarak jauh. Juga, bantuan terhadap guru honorer yang gajinya masih sangat kecil," ungkapnya.
Dimas pun menyinggung terkait kegiatan tatap muka jika nanti Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) sudah berakhir. Menurutnya, kegiatan belajar-mengajar tatap muka harus dipertimbangkan untuk dilaksanakan. Namun dengan kehati-hatian penuh serta mengikuti protokol keselamatan.
"Ada prioritas di tingkat mana kegiatan belajar-mengajar tatap muka dilaksanakan. Menurut saya, kegiatan tatap muka bisa mulai dilaksanakan per gelombang minimal dimulai dari kelas 4 SD. Itupun dilakukan seminggu sekali. Batasi berkumpul selama jam sekolah dan cegah aktivitas berkumpul di luar jam sekolah. Disiplin protokol kesehatan. Perhatian juga harus diberikan kepada guru yang mengajar. Ada pemikiran untuk membuat sistem shift pada guru yang mengajar per dua minggu," jelasnya.
Selain itu, Dimas juga meminta pemerintah memastikan kebijakan masalah transportasi untuk para siswa dan mahasiswa jika nanti kegiatan belajar-mengajar dilakukan kembali secara tatap muka. Aktivasi transportasi khusus siswa atau mahasiswa sangat layak untuk dijalankan oleh tiap-tiap pemerintah daerah.
Masalah lain adalah perguruan tinggi swasta yang keberlangsungan dan operasionalnya tergantung dari ketersediaan uang kuliah mahasiswanya. Jika aktivitas perkuliahan tidak berjalan lancar sampai Desember, dampak ekonomi nasional berimbas terhadap ekonomi keluarga, Dimas mengusulkan pemerintah membuat gebrakan bantuan agar kampus-kampus penyelenggara pendidikan dapat bertahan. Antara lain dengan membuka opsi pinjaman dari bank dengan bunga rendah terhadap perguruan tinggi swasta termasuk madrasah dan pesantren.
"Ini adalah ujian bagi negara dan bangsa ini. Kuncinya adalah komitmen, kemauan dan inovasi dalam menjalankan gotong royong. Pas pula waktunya, pandemi, krisis, dan bulan Juni ini adalah hari kelahiran Pancasila," pungkasnya.
(Baca juga: Soal Pembukaan Sekolah, Kemendikbud Jangan Biarkan Daerah Jalan Sendiri-Sendiri)
Dimas meminta agar sektor pendidikan juga diberikan perhatian yang sama, agar Indonesia tidak mengalami kemunduran generasi sebagai suatu bangsa. Ia mengusulkan konsep pendidikan gotong-royong. (Baca juga: Selama Wabah Corona, Belajar dari Rumah Harus Bermakna)
"Sektor pendidikan justru sangat utama diselamatkan, terkait kualitas dan kelangsungan suatu bangsa yang produktif dan kompetitif. Dampak Covid-19 di bidang pendidikan tak kalah penting dengan dampaknya di bidang kesehatan dan ekonomi," kata Dimas Oky, Sabtu (6/6/2020).
"Bangsa ini, baik tingkat pendidikan dasar menengah sampai pendidikan tinggi, jangan sampai tertinggal akibat tidak mampu beradaptasi selama pandemi. Saya yakin kita bisa melakukan sesuatu. Intinya publik harus lebih peduli, partisipatif dan pendidikan harus menjadi isu bersama untuk diperhatikan," tambahnya.
Pakar gerakan sosial lulusan University of Glasgow, Inggris, dan University of New South Wales (UNSW) Sydney ini mengakui masalah pendidikan memiliki aspek kompleksitas yang tinggi. Isu ini erat kaitannya dengan perhatian dan kemaslahatan masyarakat banyak.
Karena itu menurutnya, upaya pencarian solusinya juga mesti melibatkan dan menggalang berbagai institusi, lintas sektoral dan kolaborasi antar lembaga, termasuk keterlibatan swasta dan organisasi masyarakat. Penggagas sekolah kepemimpinan anak muda Kader Bangsa Fellowship Program (KBFP) ini mencetuskan konsep 'Pendidikan Gotong Royong' dalam mengelola dan menjaga kualitas pendidikan terlebih di masa pandemi dan krisis.
"Konsep Pendidikan Gotong Royong yang dimaksud adalah sinergi antara penyelenggara pendidikan, otoritas kebijakan atau pemerintah, baik pusat maupun daerah, kalangan swasta atau masyarakat ekonomi secara luas, masyarakat sipil, sampai unit terkecil, keluarga dan individu warga secara khusus, dalam memastikan kegiatan belajar mengajar berlangsung baik," jelas Dimas.
"Jadi konsep besarnya masyarakat harus peduli, resah dan karenanya ikhtiar mencari solusi bersama untuk masalah bersama. Negara harus memimpin dan melakukan penggalangan terhadap Pendidikan Gotong-Royong ini. Aspek pendidikan anak bangsa jangan sampai menurun dan terdestruksi gara-gara berbagai persoalan dan hambatan yang terjadi, di masa pandemi dan krisis," tambahnya.
Kalangan yang mampu secara sosial ekonomi, baik institusi negara, BUMN atau swasta, maupun keluarga atau individu, harus membantu kalangan kurang mampu, baik itu peserta didiknya, para pengajar atau pihak sekolah, bisa itu sekolah umum, swasta bahkan pesantren, termasuk pula membantu kelancaran dan kualitas proses belajar-mengajarnya itu sendiri.
"Hal itu meliputi pula bantuan di bidang penjagaan kesehatan, aspek sosial, ekonomi, teknologi seperti akses internet dan perangkat IT, dan sebagainya, yang dibutuhkan agar proses pendidikan berjalan baik, termasuk semangat atau psikologis anak-anak peserta didik, kapasitas dan kebugaran para pengajar, serta kualitas pengajarannya itu sendiri, dan berbagai aspek pendukung secara luas," ujar Dimas yang juga anggota Tim Asistensi di Kemenko Perekonomian RI ini.
Dalam konteks sosial seperti di tingkatan mahasiswa, Dimas mencontohkan peran serta dan kesadaran masyarakat khususnya yang memiliki tempat kos. Mereka diharapkan tidak menaikkan uang kos terhadap mahasiswa yang keluarganya terdampak krisis ekonomi akibat pandemi. Pihak kampus juga diminta tidak menaikkan Uang Kuliah Tunggal (UKT) di saat ekonomi sulit atau khususnya diperuntukkan bagi mahasiswa yang terdampak krisis.
Sementara pemerintah dan institusi negara seperti legislatif, lanjutnya, dapat melakukan berbagai upaya dukungan yang lebih luas tentunya. Antara lain, berkoordinasi dengan berbagai lembaga yang peduli, BUMN, pemerintah daerah, korporasi, menyediakan akses wifi gratis dan berkualitas di area publik yang bisa dijangkau peserta didik, terutama yang tinggal di daerah pelosok, di masa kenormalan baru atau New Normal.
"Di Bogor, pihak kampus berinisiatif bertemu dengan komunitas penyedia kos-kosan, meminta mereka untuk tidak menaikkan bahkan jika berkenan melonggarkan pembayaran kos-kosan. Pihak kampusnya sendiri aktif mendata dan memberi keringanan pada mahasiswanya yang terdampak secara ekonomi. Dukungan juga harus diberikan kepada peserta didik dan guru yang tidak memiliki cukup dana untuk membeli quota dalam rangka menyelenggarakan pendidikan jarak jauh. Juga, bantuan terhadap guru honorer yang gajinya masih sangat kecil," ungkapnya.
Dimas pun menyinggung terkait kegiatan tatap muka jika nanti Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) sudah berakhir. Menurutnya, kegiatan belajar-mengajar tatap muka harus dipertimbangkan untuk dilaksanakan. Namun dengan kehati-hatian penuh serta mengikuti protokol keselamatan.
"Ada prioritas di tingkat mana kegiatan belajar-mengajar tatap muka dilaksanakan. Menurut saya, kegiatan tatap muka bisa mulai dilaksanakan per gelombang minimal dimulai dari kelas 4 SD. Itupun dilakukan seminggu sekali. Batasi berkumpul selama jam sekolah dan cegah aktivitas berkumpul di luar jam sekolah. Disiplin protokol kesehatan. Perhatian juga harus diberikan kepada guru yang mengajar. Ada pemikiran untuk membuat sistem shift pada guru yang mengajar per dua minggu," jelasnya.
Selain itu, Dimas juga meminta pemerintah memastikan kebijakan masalah transportasi untuk para siswa dan mahasiswa jika nanti kegiatan belajar-mengajar dilakukan kembali secara tatap muka. Aktivasi transportasi khusus siswa atau mahasiswa sangat layak untuk dijalankan oleh tiap-tiap pemerintah daerah.
Masalah lain adalah perguruan tinggi swasta yang keberlangsungan dan operasionalnya tergantung dari ketersediaan uang kuliah mahasiswanya. Jika aktivitas perkuliahan tidak berjalan lancar sampai Desember, dampak ekonomi nasional berimbas terhadap ekonomi keluarga, Dimas mengusulkan pemerintah membuat gebrakan bantuan agar kampus-kampus penyelenggara pendidikan dapat bertahan. Antara lain dengan membuka opsi pinjaman dari bank dengan bunga rendah terhadap perguruan tinggi swasta termasuk madrasah dan pesantren.
"Ini adalah ujian bagi negara dan bangsa ini. Kuncinya adalah komitmen, kemauan dan inovasi dalam menjalankan gotong royong. Pas pula waktunya, pandemi, krisis, dan bulan Juni ini adalah hari kelahiran Pancasila," pungkasnya.
(maf)