ITS Rancang Alat Pengendali Hama Berbasis Spektrum Cahaya
loading...
A
A
A
JAKARTA - ITS melalui Kuliah Kerja Nyata Pengabdian Masyarakat ( KKN Abmas ) menciptakan alat pengendali hama berbasis spektrum cahaya menggunakan lampu Light Emitting Diode (LED). Alat ini ramah lingkungan karena memanfaatkan tenaga surya dan cenderung lebih terjangkau dari pada pestisida.
Alat ini pun telah dipasang di Desa Bangur, Kecamatan Sukomoro, Kabupaten Nganjuk yang memiliki potensi tanaman bawang namun terancam dengan serangan hama ngengat.
Berupaya menjaga produktivitas bawangnya, Mewakili Tim KKN Abmas ITS Dr Suyatno menyebutkan umumnya petani menggunakan pestisida dan lampu pijar untuk membasmi hama. Namun pendekatan tersebut masih tergolong kurang efektif dan efisien.
Suyatno dan tim mengusulkan solusi alat pengendali hama yang memanfaatkan teknologi yang lebih modern yakni spektrum cahaya dengan indikasi warna tertentu. Spektrum warna yang digunakan dalam alat ciptaan Tim KKN Abmas ini ada dua yakni ungu dan merah.
“Alasan pemilihan warna tersebut adalah bahwa hama ngengat cenderung menyukai warna ungu dan tidak menyukai warna merah,” katanya melansir laman resmi ITS di its.ac.id, Selasa (30/11/2021).
Kedua spektrum warna cahaya itu dipancarkan melalui lampu LED berdaya tiga watt yang memanfaatkan panel surya sebagai sumber energi listrik. Lampu LED tersebut dipasang pada bagian tengah dan pinggir lahan pertanian dengan jarak antar lampu tiga meter.
Lampu berspektrum warna merah diletakkan pada bagian tengah agar hama menjauhi lahan tanaman. Sedangkan di pinggir lahan dipasang lampu berspektrum warna ungu untuk menarik hama mendekati cairan penjebak.
Suyatno berujar bahwa alat pengendali hama dengan LED ini lebih praktis karena dilengkapi dengan alat kontrol yang bekerja secara otomatis. Ketika matahari terbenam alat kontrol akan otomatis menyala dan mengontrol intensitas cahaya dari lampu LED.
“Selain itu, alat pengontrol juga mengatur listrik dan tegangan yang masuk ke lampu, membatasi arus yang masuk dari panel surya, dan mengatur arus yang masuk ke baterai sebagai penyimpan energi,” papar Dosen Departemen Fisika ITS ini.
Selain praktis, alat ciptaan Tim KKN Abmas ini juga aman dan terjangkau bagi petani. Dengan total tegangan 12 volt dan arus setengah ampere, alat pengendali hama ini memiliki risiko sengatan listrik yang sangat rendah.
Bahkan ketika musim hujan alat pengendali hama ini tetap dapat bekerja optimal karena kotak penyimpan pengontrolnya tahan air. Secara harga pun alat ini unggul karena lebih murah dari pestisida dan lampu pijar dari listrik PLN.
“Pestisida umumnya dijual seharga Rp300.000 per botol ukuran kecil. Alat ini juga menekan biaya listrik karena murni menggunakan energi cahaya matahari,” tegasnya.
Lebih lanjut, alumni ITS ini memaparkan meskipun relatif lebih murah, alat ini terbukti mampu mengendalikan hama sehingga tanaman pertanian dapat tumbuh dengan baik. Hal ini terlihat dari banyaknya hama yang didapat ketika masa uji coba.
Saking banyaknya, bak penjebak harus diganti setiap dua hari. Melihat keberhasilan ini, Suyatno berambisi mengembangkan kegunaan alatnya dalam bidang lain. Ia berencana menambah spektrum warna cahaya dalam alatnya agar penggunaannya lebih meluas ke hama lain, mengingat setiap hama memiliki kepekaan warna yang berbeda.
Alat ini pun telah dipasang di Desa Bangur, Kecamatan Sukomoro, Kabupaten Nganjuk yang memiliki potensi tanaman bawang namun terancam dengan serangan hama ngengat.
Berupaya menjaga produktivitas bawangnya, Mewakili Tim KKN Abmas ITS Dr Suyatno menyebutkan umumnya petani menggunakan pestisida dan lampu pijar untuk membasmi hama. Namun pendekatan tersebut masih tergolong kurang efektif dan efisien.
Suyatno dan tim mengusulkan solusi alat pengendali hama yang memanfaatkan teknologi yang lebih modern yakni spektrum cahaya dengan indikasi warna tertentu. Spektrum warna yang digunakan dalam alat ciptaan Tim KKN Abmas ini ada dua yakni ungu dan merah.
“Alasan pemilihan warna tersebut adalah bahwa hama ngengat cenderung menyukai warna ungu dan tidak menyukai warna merah,” katanya melansir laman resmi ITS di its.ac.id, Selasa (30/11/2021).
Kedua spektrum warna cahaya itu dipancarkan melalui lampu LED berdaya tiga watt yang memanfaatkan panel surya sebagai sumber energi listrik. Lampu LED tersebut dipasang pada bagian tengah dan pinggir lahan pertanian dengan jarak antar lampu tiga meter.
Lampu berspektrum warna merah diletakkan pada bagian tengah agar hama menjauhi lahan tanaman. Sedangkan di pinggir lahan dipasang lampu berspektrum warna ungu untuk menarik hama mendekati cairan penjebak.
Suyatno berujar bahwa alat pengendali hama dengan LED ini lebih praktis karena dilengkapi dengan alat kontrol yang bekerja secara otomatis. Ketika matahari terbenam alat kontrol akan otomatis menyala dan mengontrol intensitas cahaya dari lampu LED.
“Selain itu, alat pengontrol juga mengatur listrik dan tegangan yang masuk ke lampu, membatasi arus yang masuk dari panel surya, dan mengatur arus yang masuk ke baterai sebagai penyimpan energi,” papar Dosen Departemen Fisika ITS ini.
Selain praktis, alat ciptaan Tim KKN Abmas ini juga aman dan terjangkau bagi petani. Dengan total tegangan 12 volt dan arus setengah ampere, alat pengendali hama ini memiliki risiko sengatan listrik yang sangat rendah.
Bahkan ketika musim hujan alat pengendali hama ini tetap dapat bekerja optimal karena kotak penyimpan pengontrolnya tahan air. Secara harga pun alat ini unggul karena lebih murah dari pestisida dan lampu pijar dari listrik PLN.
“Pestisida umumnya dijual seharga Rp300.000 per botol ukuran kecil. Alat ini juga menekan biaya listrik karena murni menggunakan energi cahaya matahari,” tegasnya.
Lebih lanjut, alumni ITS ini memaparkan meskipun relatif lebih murah, alat ini terbukti mampu mengendalikan hama sehingga tanaman pertanian dapat tumbuh dengan baik. Hal ini terlihat dari banyaknya hama yang didapat ketika masa uji coba.
Saking banyaknya, bak penjebak harus diganti setiap dua hari. Melihat keberhasilan ini, Suyatno berambisi mengembangkan kegunaan alatnya dalam bidang lain. Ia berencana menambah spektrum warna cahaya dalam alatnya agar penggunaannya lebih meluas ke hama lain, mengingat setiap hama memiliki kepekaan warna yang berbeda.
(mpw)