Pengaruh E-Learning terhadap Self-Efficacy dan Curiosity Siswa SMK

Rabu, 08 Desember 2021 - 15:30 WIB
loading...
Pengaruh E-Learning...
Zakiyatul Munawaroh. FOTO/DOK.PRIBADI
A A A
Zakiyatul Munawaroh, SPd, MM
Guru Mata Pelajaran Produktif SMK Negeri 1 Bojongsari, Purbalingga, Jateng

SISTEM pembelajaran e-learning yang berkembang saat ini adalah blended learning. Ini merupakan campuran antara pembelajaran online dan langsung atau tatap muka di kelas. Pembelajaran di kelas tetap digelar untuk memberikan tugas atau materi pelajaran yang belum disampaikan saat pembelajaran online.

Namun dalam pelaksanaan blended learning sering kali tidak sesuai dengan target yang diinginkan. Keterlibatan atau partisipasi siswa dalam proses belajar rendah. Penyebabnya beragam, metode pembelajaran yang digunakan konvensional dan tidak menarik; guru kurang memahami konsep pembelajaran; dan menekan siswa, sehingga membuat self-efficacy (kepercayaan terhadap kemampuannya) menurun.

Jika dilihat dari sebab-akibat itu, maka bisa ditarik kesimpulan penyebab dasar seorang siswa tidak memiliki motivasi belajar adalah rendahnya self-efficacy. Lebih spesifik lagi, penyebab kemauan belajar ini karena curiosity (rasa ingin tahu) siswa rendah.

Baca juga: Kebutuhan Sosial-Kognitif Siswa, Blended Learning Jadi Landasan Sekolah Masa Depan

Bandura (1997) menjelaskan, self-efficacy adalah keyakinan seorang individu mengenai kemampuannya dalam mengorganisasi dan menyelesaikan suatu tugas yang diperlukan untuk mencapai hasil tertentu. Self-efficacy siswa yakni keyakinan bahwa seseorang siswa bisa menguasai situasi dan mendapatkan hasil positif. Self-efficacy berpengaruh besar terhadap perilaku seorang siswa. Seorang siswa yang self-efficacynya rendah tidak mau berusaha belajar untuk mengerjakan ujian karena tidak percaya bahwa belajar akan bisa membantunya mengerjakan soal.

Bandura (1997) mengemukakan, beberapa dimensi dari self-efficacy, yaitu magnitude, generality, dan strength. Magnitude, berkaitan dengan tingkat kesulitan suatu tugas yang dilakukan. Generality, berkaitan dengan bidang tugas, seberapa luas individu mempunyai keyakinan dalam melaksanakan tugas-tugas. Strength, berkaitan dengan kuat lemahnya keyakinan seorang individu. Self-efficacy dapat diperoleh, diubah, ditingkatkan atau diturunkan, melalui salah satu atau kombinasi empat sumber, yakni pengalaman menguasai sesuatu prestasi (performance accomplishment), pengalaman vikarius (vicarious experiences), persuasi sosial (social persuation), dan pembangkitan emosi (emotional/physiological states).

Self-efficacy diduga akan mempengaruhi self regulated learning. Siswa yang memiliki self-efficacy yang tinggi akan memiliki keyakinan mengenai kemampuannya dalam mengorganisasi dan menyelesaikan suatu tugas yang diperlukan untuk mencapai hasil tertentu dalam berbagai bentuk dan tingkat kesulitan. Hal ini berdampak self-regulated learning juga akan tinggi. Siswa akan mampu mengelola secara efektif pengalaman belajarnya sendiri di dalam berbagai cara sehingga mencapai hasil belajar yang optimal. Self-efficacy yang rendah akan sangat mempengaruhi siswa dalam menyelesaikan tugasnya untuk mencapai hasil tertentu. Hal ini dapat dikaitkan dengan kurangnya informasi tentang kemampuan para siswa untuk yakin pada dirinya sendiri dalam mengerjakan tugas yang diberikan kepada mereka.

Baca juga: Pandemi Belum Mereda, Blended Learning Dianggap Metode Pembelajaran Terbaik

Selain dari pengaruh self-efficacy peningkatan hasil belajar juga dipengaruhi oleh curiosity siswa. Davies dalam Murtadlo (2011) menjelaskan bahwa bagi seorang siswa, curiosity menyebabkan siswa memiliki semangat belajar. Dalam hal ini, curiosity siswa terlihat pada fenomena-fenomena yang melekat kepadanya, misalnya siswa menjadi aktif, sibuk, dan tertarik untuk melakukan tugas-tugas belajar. Ini berarti siswa terus aktif melakukan berbagai upaya atau usaha untuk meningkatkan keberhasilan perolehan belajarnya sampai memperoleh hasil belajar yang cukup memuaskan sebagaimana yang diharapkan.

Usaha untuk meningkatkan hasil belajar menurut Gredler dalam Murtadlo (2011), merupakan atribusi intrinsik untuk memperoleh kesuksesan atau menghindari kegagalan. Siswa yang bermotivasi belajar tinggi (motivasi berprestasi) akan melakukan upaya-upaya atau usaha dengan frekuensi dan intensitas yang tinggi.
Motivasi yang didasari rasa ingin tahu atau curiosity akan mengarahkan dan mengendalikan tujuan belajar siswa. Proses pembelajaran itu bergerak dinamis, dan selalu mengarah untuk pencapaian tujuan pembelajaran. Motivasi belajar siswa mendorong perilaku belajar siswa agar lebih dinamis dan terarah untuk mencapai tujuan pembelajaran secara efektif (Davies dalam Murtadlo, 2011).

Begitu pentingnya self-efficacy dan curiosity siswa, maka perlu upaya nyata yang harus dilakukan untuk meningkatknya baik dengan menggunakan model pembelajaran terbaru maupun menggabungkan beberapa model inovatif yang telah ada. Selain hal ini model yang digunakan juga harus mampu menciptakan suasana sosial yang saling mendukung antarsiswa agar self-efficacy dan curiosity siswa meningkat.

Penggunaan cooperative e-learning ini akan membentuk tiga interaksi penting yaitu interaksi sosial, interaksi muatan dan interaksi guru. Interaksi sosial merupakan interaksi sesama siswa dalam memecahkan masalah. Interaksi muatan adalah interaksi yang menghubungkan konsep-konsep pembelajaran pada proses kognitif siswa. Sedangkan interaksi guru adalah interaksi yang memungkinkan guru sebagai pengatur dan fasilitator pada tahapan proses pembelajaran. Dari penerapan model ini diharapkan dapat meningkatkan self-efficacy dan curiosity siswa dan pada akhirnya meningkatkan hasil belajar siswa.
(abd)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1841 seconds (0.1#10.140)