Vokasi UI Kenalkan Aplikasi Deteksi Gangguan Kesehatan Mental Tunarungu
loading...
A
A
A
JAKARTA - Tim Pengabdian Masyarakat (Pengmas) Program Pendidikan Vokasi Universitas Indonesia (UI) memberi edukasi tentang 'Deteksi Dini Gangguan Mental Pada Anak' melalui 3 rangkaian kegiatan dan pengenalan aplikasi karya mahasiswa.
Rangkaian kegiatan itu dilakukan pada November-Desember 2021 yang diketuai Dosen Program Studi Administrasi Rumah Sakit Ari Nurfikri. Ketiga rangkaian kegiatan itu adalah Pendampingan Guru dan Orang Tua Siswa Dalam Mendeteksi Secara Dini Gangguan Kesehatan Mental Pada Anak Tunarungu di Sekolah Luar Biasa (SLB) Negeri 11 Jakarta.
Kemudian Deteksi Dini Gangguan Kesehatan Mental pada Anak di Masa Pandemi Covid-19, serta Evaluasi Pemahaman terhadap proses deteksi. Pada rangkaian kegiatan tersebut juga diperkenalkan Aplikasi Bonding.
Yaitu sebuah prototype aplikasi dengan fitur screening yang dapat mendeteksi gangguan kesehatan mental pada anak tunarungu. Permainan Ular Tangga Max (Ugamax) juga diperkenalkan sebagai medium untuk mendekatkan anak tunarungu dengan orang tuanya.
Kegiatan dilakukan secara daring dan luring di SLB Negeri 11 Jakarta, dihadiri oleh para guru, orang tua serta masyarakat umum.
Ari Nurfikri menjelaskan bahwa permasalahan kesehatan mental anak banyak terjadi, namun hal itu terlambat disadari oleh para pendamping baik orang tua, maupun guru. Terlebih pada anak tunarungu yang memiliki keterbatasan komunikasi, tentunya akan lebih menantang.
“Pengabdian masyarakat ini berusaha untuk memberikan edukasi, pemahaman tentang gejala-gejala gangguan kesehatan mental, cara mengatasi, serta mendorong agar para orang tua dan guru tidak segan untuk berkonsultasi kepada ahli jika mendapati gejala gangguan mental pada anaknya,” katanya melalui siaran pers, Senin (13/12/2021).
Mahasiswa pembuat prototype Aplikasi Bonding Salwa Rafilia menjelaskan, bonding adalah prototype aplikasi yang memiliki fitur screening yang dapat mendeteksi gangguan kesehatan mental pada anak tunarungu.
“Aplikasi ini memberikan fitur edukasi, yaitu informasi tentang cara mengantisipasi gangguan mental pada anak tuna rungu. Fitur screening juga dihadirkan dalam bentuk self assessment serta fitur video call dengan psikolog professional,” ungkap Salwa.
Dia menjelaskan, Ugamax (Ular tangGa Max) merupakan permainan ular tangga yang dapat dimainkan anak dan orang tua untuk semakin saling mendekatkan diri. Selain itu, untuk meningkatkan minat belajar anak tunarungu melalui animasi 3D yang interaktif dalam mengenal benda.
Rangkaian kegiatan pengmas ini ditutup dengan kegiatan evaluasi pemahaman yang diadakan secara luring di SLB Negeri 11 Jakarta pada Rabu, 1 Desember 2021, dengan menaati protokol kesehatan daerah setempat.
“Kami berharap dengan dua kegiatan sebelumnya yang dilaksanakan secara daring dan terakhir ditegaskan dengan kegiatan luring ini dapat memantapkan pemahaman tentang proses deteksi maupun tindak lanjut kasus gangguan mental anak,” ucapnya.
“Semoga orang tua juga tidak lagi menganggap gangguan mental adalah hal yang tabu dan tidak segan untuk segera konsultasi kepada ahli. Hal ini agar kasus gangguan mental dapat ditekan dan diatasi segera,” pungkasnya.
Rangkaian kegiatan itu dilakukan pada November-Desember 2021 yang diketuai Dosen Program Studi Administrasi Rumah Sakit Ari Nurfikri. Ketiga rangkaian kegiatan itu adalah Pendampingan Guru dan Orang Tua Siswa Dalam Mendeteksi Secara Dini Gangguan Kesehatan Mental Pada Anak Tunarungu di Sekolah Luar Biasa (SLB) Negeri 11 Jakarta.
Kemudian Deteksi Dini Gangguan Kesehatan Mental pada Anak di Masa Pandemi Covid-19, serta Evaluasi Pemahaman terhadap proses deteksi. Pada rangkaian kegiatan tersebut juga diperkenalkan Aplikasi Bonding.
Yaitu sebuah prototype aplikasi dengan fitur screening yang dapat mendeteksi gangguan kesehatan mental pada anak tunarungu. Permainan Ular Tangga Max (Ugamax) juga diperkenalkan sebagai medium untuk mendekatkan anak tunarungu dengan orang tuanya.
Kegiatan dilakukan secara daring dan luring di SLB Negeri 11 Jakarta, dihadiri oleh para guru, orang tua serta masyarakat umum.
Ari Nurfikri menjelaskan bahwa permasalahan kesehatan mental anak banyak terjadi, namun hal itu terlambat disadari oleh para pendamping baik orang tua, maupun guru. Terlebih pada anak tunarungu yang memiliki keterbatasan komunikasi, tentunya akan lebih menantang.
“Pengabdian masyarakat ini berusaha untuk memberikan edukasi, pemahaman tentang gejala-gejala gangguan kesehatan mental, cara mengatasi, serta mendorong agar para orang tua dan guru tidak segan untuk berkonsultasi kepada ahli jika mendapati gejala gangguan mental pada anaknya,” katanya melalui siaran pers, Senin (13/12/2021).
Mahasiswa pembuat prototype Aplikasi Bonding Salwa Rafilia menjelaskan, bonding adalah prototype aplikasi yang memiliki fitur screening yang dapat mendeteksi gangguan kesehatan mental pada anak tunarungu.
“Aplikasi ini memberikan fitur edukasi, yaitu informasi tentang cara mengantisipasi gangguan mental pada anak tuna rungu. Fitur screening juga dihadirkan dalam bentuk self assessment serta fitur video call dengan psikolog professional,” ungkap Salwa.
Dia menjelaskan, Ugamax (Ular tangGa Max) merupakan permainan ular tangga yang dapat dimainkan anak dan orang tua untuk semakin saling mendekatkan diri. Selain itu, untuk meningkatkan minat belajar anak tunarungu melalui animasi 3D yang interaktif dalam mengenal benda.
Rangkaian kegiatan pengmas ini ditutup dengan kegiatan evaluasi pemahaman yang diadakan secara luring di SLB Negeri 11 Jakarta pada Rabu, 1 Desember 2021, dengan menaati protokol kesehatan daerah setempat.
“Kami berharap dengan dua kegiatan sebelumnya yang dilaksanakan secara daring dan terakhir ditegaskan dengan kegiatan luring ini dapat memantapkan pemahaman tentang proses deteksi maupun tindak lanjut kasus gangguan mental anak,” ucapnya.
“Semoga orang tua juga tidak lagi menganggap gangguan mental adalah hal yang tabu dan tidak segan untuk segera konsultasi kepada ahli. Hal ini agar kasus gangguan mental dapat ditekan dan diatasi segera,” pungkasnya.
(mpw)