Paradigma Pendidikan Perlu Diubah untuk Ciptakan SDM Kompetitif di Masa Depan
loading...
A
A
A
Perubahan yang cepat ini dianalogikan oleh Nur Rizal seperti hilangnya pekerjaan seperti di pabrik. Kemudian customer service dan di teller bank di masa mendatang karena sudah digantikan oleh kecerdasan buatan.
Dalam 10–20 tahun lagi, manusia didorong untuk menguasai programming atau desain visual yang merupakan keterampilan baru dan membutuhkan usaha keras untuk menguasainya.
Namun, meskipun setelah menguasainya, bisa jadi dalam 10 tahun ke depan lagi keterampilan itu sudah tidak dibutuhkan. Sebab kecerdasan buatan yang lebih canggih akan menggantikan peran tersebut.
Hal Inilah, katanya, yang dimaksud sebagai sekolah saat ini mengajarkan sesuatu yang sebetulnya irrelevan dengan kebutuhan dunia kerja yang berganti dengan sangat cepat.
“Fenomena-fenomena ini harus menjadi peringatan bagi seluruh stakeholder pendidikan untuk merevolusi cara mengajar dan cara belajar siswanya untuk menghasilkan SDM yang kompetitif di masa depan agar tidak tergantikan oleh kecerdasan buatan yang memiliki kemampuan bioteknologi,” ungkapnya.
Nur Rizal menyampaikan, Yuval Noah Harari di bukunya “21 Lesson for the 21st Century”, perlu penekanan baru bagi dunia pendidikan untuk menghadapi permasalahan ini.
Menurutnya, dunia pendidikan sudah seharusnya untuk lebih berorientasi pada pengembangan kesadaran diri. Agar setiap siswa mampu mengelola kondisi emosi sekaligus meningkatkan keterampilan sosialnya.
Hal ini diperlukan agar siswa memiliki keseimbangan mental untuk menghadapi perubahan dunia yang sangat cepat, atau tekanan kebutuhan kerja yang berubah dengan sangat cepat.
Oleh karena itu, di setiap workshop GSM, topik-topik pedagogi seperti Self-Regulated Learning dan Social Emotional Learning menjadi pelatihan yang utama.
Dalam 10–20 tahun lagi, manusia didorong untuk menguasai programming atau desain visual yang merupakan keterampilan baru dan membutuhkan usaha keras untuk menguasainya.
Namun, meskipun setelah menguasainya, bisa jadi dalam 10 tahun ke depan lagi keterampilan itu sudah tidak dibutuhkan. Sebab kecerdasan buatan yang lebih canggih akan menggantikan peran tersebut.
Hal Inilah, katanya, yang dimaksud sebagai sekolah saat ini mengajarkan sesuatu yang sebetulnya irrelevan dengan kebutuhan dunia kerja yang berganti dengan sangat cepat.
“Fenomena-fenomena ini harus menjadi peringatan bagi seluruh stakeholder pendidikan untuk merevolusi cara mengajar dan cara belajar siswanya untuk menghasilkan SDM yang kompetitif di masa depan agar tidak tergantikan oleh kecerdasan buatan yang memiliki kemampuan bioteknologi,” ungkapnya.
Nur Rizal menyampaikan, Yuval Noah Harari di bukunya “21 Lesson for the 21st Century”, perlu penekanan baru bagi dunia pendidikan untuk menghadapi permasalahan ini.
Menurutnya, dunia pendidikan sudah seharusnya untuk lebih berorientasi pada pengembangan kesadaran diri. Agar setiap siswa mampu mengelola kondisi emosi sekaligus meningkatkan keterampilan sosialnya.
Hal ini diperlukan agar siswa memiliki keseimbangan mental untuk menghadapi perubahan dunia yang sangat cepat, atau tekanan kebutuhan kerja yang berubah dengan sangat cepat.
Oleh karena itu, di setiap workshop GSM, topik-topik pedagogi seperti Self-Regulated Learning dan Social Emotional Learning menjadi pelatihan yang utama.