Tim Peneliti ITS Atasi Pencemaran Minyak Bumi di Laut dengan Bakteri
loading...
A
A
A
JAKARTA - Salah satu manfaat mikroorganisme ialah mampu mengembalikan kondisi ekosistem tercemar kembali seperti sediakala. Biodegradasi merupakan metode pemulihan pencemaran yang memanfaaatkan mikroorganisme tertentu dengan menguraikan senyawa kimia pencemar.
Biodegradasi ini juga mampu menjadi solusi ramah lingkungan pada lingkungan tercemar. Penelitian inilah yang dilakukan oleh sivitas akademika Institut Teknologi Sepuluh Nopember ( ITS ).
Mereka terdiri dari Harmin Sulistyaning Titah (dosen Departemen Teknik Lingkungan), Herman Pratikno (dosen Departemen Teknik Kelautan), Ipung Fitri Purwanti (dosen Departemen Teknik Lingkungan), dan Widhowati Kesoema Wardhani (mahasiswa PMDSU Departemen Teknik Lingkungan).
Baca: Kisah Althaf, Mahasiswa Disabilitas Ini Raih Gelar Magister di UI
Dalam penelitian tersebut, tim peneliti ini memanfaatkan biodegradasi untuk mengatasi masalah pencemaran minyak bumi yang terjadi di laut. Pencemaran minyak bumi bisa disebabkan oleh kebocoran saat aktivitas pengeboran minyak bumi dan tumpahan saat melakukan pengiriman menggunakan kapal.
Harmin menuturkan bahwa untuk mengukur seberapa besar tingkat tercemarnya, ditentukan dengan nilai Total Petroleum Hydrocarbon (TPH). Pada sampel air laut tercemar yang diambil dari perairan Madura didapatkan nilai TPH sebesar 2.600-3.000 mg/L, sementara nilai TPH untuk lingkungan yang baik adalah 1.000 mg/L atau di bawah 1 %. “Berarti air laut di kawasan tersebut sudah sangat tercemar,” ungkapnya melalui siaran pers, Rabu (2/3/2022).
Biodegradasi pada penelitian ini memanfaatkan bakteri Bacillus subtilis dan Pseudomonas putida. Harmin menjelaskan bahwa penelitiannya menggunakan metode bertahap, di mana metode ini merupakan metode kombinasi penambahan dari dua bakteri.
Sebagai contoh, kombinasi tersebut menggunakan bakteri Pseudomonas putida untuk bekerja menguraikan sampel terlebih dahulu, kemudian ditambahkan dengan bakteri Bacillus subtilis.
Baca juga: LSPR Launching Pemikiran Sejumlah Akademisi Soal Perkembangan Teknologi Komunikasi
Tujuan menggunakan metode ini ialah untuk mengetahui tingkat efektivitas bakteri dalam menguraikan senyawa kimia polutan dengan kadar yang tinggi. Terbukti dalam pengujian laboratorium selama 35 hari, sampel polutan sudah terurai sebanyak 66 %. “Kombinasi tersebut memiliki efektivitas lebih tinggi dalam mengurai bakteri,” tuturnya.
Selain itu, Harmin juga menyampaikan bahwa selain faktor jenis bakteri yang efektif dimanfaatkan untuk menguraikan polutan, juga terdapat tambahan nutrisi sebagai makanan tambahan untuk bakteri.
Nutrisi tersebut didapatkan dari pupuk yang memiliki kandungan unsur kimia nitrogen, fosfor, dan kalium. Fungsi nutrisi ini untuk mempercepat proses penguraian polutan dalam sampel tersebut.
Perempuan asal Malang ini juga mengungkapkan, keunggulan dari biodegradasi ini adalah bakteri Bacillus subtilis dan Pseudomonas putida yang masing-masing memiliki kemampuan menguraikan polutan dengan sangat baik, kemudian dalam penelitian ini dikombinasikan menjadi satu.
Namun, kekurangan dalam penelitian ini terdapat pada durasi waktu biodegradasi yang sangat lama. “Apabila ingin benar-benar bebas polutan, dibutuhkan waktu tiga bulan,” tambahnya
Harmin berharap, dalam waktu dekat penelitian ini dapat diterapkan dalam skala nyata bukan hanya dalam skala laboratorium. Meskipun begitu, tetap harus memerhatikan banyak faktor seperti luas wilayah tercemar, gelombang air laut, iklim, dan banyaknya bakteri yang harus dipersiapkan.
Biodegradasi ini juga mampu menjadi solusi ramah lingkungan pada lingkungan tercemar. Penelitian inilah yang dilakukan oleh sivitas akademika Institut Teknologi Sepuluh Nopember ( ITS ).
Mereka terdiri dari Harmin Sulistyaning Titah (dosen Departemen Teknik Lingkungan), Herman Pratikno (dosen Departemen Teknik Kelautan), Ipung Fitri Purwanti (dosen Departemen Teknik Lingkungan), dan Widhowati Kesoema Wardhani (mahasiswa PMDSU Departemen Teknik Lingkungan).
Baca: Kisah Althaf, Mahasiswa Disabilitas Ini Raih Gelar Magister di UI
Dalam penelitian tersebut, tim peneliti ini memanfaatkan biodegradasi untuk mengatasi masalah pencemaran minyak bumi yang terjadi di laut. Pencemaran minyak bumi bisa disebabkan oleh kebocoran saat aktivitas pengeboran minyak bumi dan tumpahan saat melakukan pengiriman menggunakan kapal.
Harmin menuturkan bahwa untuk mengukur seberapa besar tingkat tercemarnya, ditentukan dengan nilai Total Petroleum Hydrocarbon (TPH). Pada sampel air laut tercemar yang diambil dari perairan Madura didapatkan nilai TPH sebesar 2.600-3.000 mg/L, sementara nilai TPH untuk lingkungan yang baik adalah 1.000 mg/L atau di bawah 1 %. “Berarti air laut di kawasan tersebut sudah sangat tercemar,” ungkapnya melalui siaran pers, Rabu (2/3/2022).
Biodegradasi pada penelitian ini memanfaatkan bakteri Bacillus subtilis dan Pseudomonas putida. Harmin menjelaskan bahwa penelitiannya menggunakan metode bertahap, di mana metode ini merupakan metode kombinasi penambahan dari dua bakteri.
Sebagai contoh, kombinasi tersebut menggunakan bakteri Pseudomonas putida untuk bekerja menguraikan sampel terlebih dahulu, kemudian ditambahkan dengan bakteri Bacillus subtilis.
Baca juga: LSPR Launching Pemikiran Sejumlah Akademisi Soal Perkembangan Teknologi Komunikasi
Tujuan menggunakan metode ini ialah untuk mengetahui tingkat efektivitas bakteri dalam menguraikan senyawa kimia polutan dengan kadar yang tinggi. Terbukti dalam pengujian laboratorium selama 35 hari, sampel polutan sudah terurai sebanyak 66 %. “Kombinasi tersebut memiliki efektivitas lebih tinggi dalam mengurai bakteri,” tuturnya.
Selain itu, Harmin juga menyampaikan bahwa selain faktor jenis bakteri yang efektif dimanfaatkan untuk menguraikan polutan, juga terdapat tambahan nutrisi sebagai makanan tambahan untuk bakteri.
Nutrisi tersebut didapatkan dari pupuk yang memiliki kandungan unsur kimia nitrogen, fosfor, dan kalium. Fungsi nutrisi ini untuk mempercepat proses penguraian polutan dalam sampel tersebut.
Perempuan asal Malang ini juga mengungkapkan, keunggulan dari biodegradasi ini adalah bakteri Bacillus subtilis dan Pseudomonas putida yang masing-masing memiliki kemampuan menguraikan polutan dengan sangat baik, kemudian dalam penelitian ini dikombinasikan menjadi satu.
Namun, kekurangan dalam penelitian ini terdapat pada durasi waktu biodegradasi yang sangat lama. “Apabila ingin benar-benar bebas polutan, dibutuhkan waktu tiga bulan,” tambahnya
Harmin berharap, dalam waktu dekat penelitian ini dapat diterapkan dalam skala nyata bukan hanya dalam skala laboratorium. Meskipun begitu, tetap harus memerhatikan banyak faktor seperti luas wilayah tercemar, gelombang air laut, iklim, dan banyaknya bakteri yang harus dipersiapkan.
(nz)