Bukan Hanya Netflix, Serikat Guru Minta Film Anak Negeri Juga Diperhatikan
loading...
A
A
A
JAKARTA - Sinergi antara Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) dengan Netflix menuai sorotan publik. Kerja sama itu terkait penayangan film-film dokumenter dari Netflix melalui TVRI dalam rangka mendukung program belajar dari rumah.
Wakil Sekretaris Jenderal Federasi Serikat Guru Indonesia ( FSGI ) Satriwan Salim menyayangkan bila hanya film dokumenter versi Netflix saja yang disiarkan. Semestinya, menurut dia, penayangan itu juga divariasikan dengan konten lokal karya anak bangsa. (Baca juga: Kemendikbud Gandeng Netflix, KPI: Kita Harus Bantu Industri Media dalam Negeri)
“Kalau mau menghadirkan karya film dokumenter untuk memberikan pendidikan karakter, kreativitas, dan inspirasi bagi anak siswa, kenapa Netflix yang berbasis film luar negeri?” ujar Satriwan kepada SINDOnews, Kamis (18/6/2020).
Menurut dia, masih banyak film maupun konten hasil kreativitas buatan dalam negeri yang bisa memberikan inspirasi bagi anak-anak. Misalnya saja, film Laskar Pelangi, Denias Senandung di Atas Awan, Di Timur Matahari, dan lainnya.
“Kenapa enggak film anak negeri? Kan banyak karya film lokal anak negeri. Ini kan bisa dimaksimalkan. Jangan memberi makan perusahaan asing kalau memang berbayar. Kalau gratis, jangan cuma Netflix saja. Harus divariasikan dengan karya-karya anak negeri,” tandasnya.
Terlebih lagi, konten yang ditayangkan Netflix menurutnya belum tentu sesuai dengan pendidikan dan nilai-nilai dasar yang ada di Indonesia. Sebab, materi tayangan dari perusahaan tersebut merupakan dari luar negeri.
“Ini berbahaya juga kan. Kalau konten dan temanya tidak sesuai dengan nilai-nilai pendidikan di Indonesia bagaimana?” lanjut anggota pengurus Asosiasi Profesi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan Indonesia (AP3KnI) itu.
Menurut sepengetahuannya, Netflix juga bermasalah karena Kementerian Keuangan sedang memburu pajak perusahaan yang berbasis di California, Amerika Serikat tersebut. Belum lagi, Netflix juga dikabarkan bermasalah oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika.
“Artinya, tidak ada koordinasi antara Kemendikbud dengan Kemenkominfo dan Kementerian Keuangan. Apalagi kalau (kerja sama) itu berbayar menggunakan anggaran Kemendikbud,” tandasnya.
Bila ada anggaran Kemendikbud yang keluar dalam kolaborasi itu, Satriwan mendesak agar dana tersebut dialokasikan untuk mendukung kebutuhan pokok guru dan siswa dalam pelaksanaan program Belajar dari Rumah. Apalagi, masih ada ribuan sekolah menurut Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK) yang belum terlayani internet.
Wakil Sekretaris Jenderal Federasi Serikat Guru Indonesia ( FSGI ) Satriwan Salim menyayangkan bila hanya film dokumenter versi Netflix saja yang disiarkan. Semestinya, menurut dia, penayangan itu juga divariasikan dengan konten lokal karya anak bangsa. (Baca juga: Kemendikbud Gandeng Netflix, KPI: Kita Harus Bantu Industri Media dalam Negeri)
“Kalau mau menghadirkan karya film dokumenter untuk memberikan pendidikan karakter, kreativitas, dan inspirasi bagi anak siswa, kenapa Netflix yang berbasis film luar negeri?” ujar Satriwan kepada SINDOnews, Kamis (18/6/2020).
Menurut dia, masih banyak film maupun konten hasil kreativitas buatan dalam negeri yang bisa memberikan inspirasi bagi anak-anak. Misalnya saja, film Laskar Pelangi, Denias Senandung di Atas Awan, Di Timur Matahari, dan lainnya.
“Kenapa enggak film anak negeri? Kan banyak karya film lokal anak negeri. Ini kan bisa dimaksimalkan. Jangan memberi makan perusahaan asing kalau memang berbayar. Kalau gratis, jangan cuma Netflix saja. Harus divariasikan dengan karya-karya anak negeri,” tandasnya.
Terlebih lagi, konten yang ditayangkan Netflix menurutnya belum tentu sesuai dengan pendidikan dan nilai-nilai dasar yang ada di Indonesia. Sebab, materi tayangan dari perusahaan tersebut merupakan dari luar negeri.
“Ini berbahaya juga kan. Kalau konten dan temanya tidak sesuai dengan nilai-nilai pendidikan di Indonesia bagaimana?” lanjut anggota pengurus Asosiasi Profesi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan Indonesia (AP3KnI) itu.
Menurut sepengetahuannya, Netflix juga bermasalah karena Kementerian Keuangan sedang memburu pajak perusahaan yang berbasis di California, Amerika Serikat tersebut. Belum lagi, Netflix juga dikabarkan bermasalah oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika.
“Artinya, tidak ada koordinasi antara Kemendikbud dengan Kemenkominfo dan Kementerian Keuangan. Apalagi kalau (kerja sama) itu berbayar menggunakan anggaran Kemendikbud,” tandasnya.
Bila ada anggaran Kemendikbud yang keluar dalam kolaborasi itu, Satriwan mendesak agar dana tersebut dialokasikan untuk mendukung kebutuhan pokok guru dan siswa dalam pelaksanaan program Belajar dari Rumah. Apalagi, masih ada ribuan sekolah menurut Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK) yang belum terlayani internet.
(nbs)