Orang Tua Protes, Sistem Daring PPDB Perlu Dibenahi

Sabtu, 20 Juni 2020 - 08:03 WIB
loading...
Orang Tua Protes, Sistem Daring PPDB Perlu Dibenahi
Seorang guru yang mengenakan pelindung wajah dan masker membantu siswa dan wali murid melakukan pendaftaran PenerimaanPeserta Didik Baru (PPDB) secara daring di SMPN 2 Tegal, Jawa Tengah, Rabu (17/6). Mesipun pihak sekolah membuka pendaftaran PPDB secara
A A A
JAKARTA - Proses daring penerimaan peserta didik baru (PPDB) 2020 menuai protes dari para orang tua siswa. Misalnya opsi pilihan sekolah dalam situs PPDB tak bisa diakses. Begitu juga update data Kartu Keluarga (KK) serta akreditasi sekolah asal tidak dapat dilakukan.

Apalagi di tengah pandemi saat ini, semua kegiatan saat ini bergeser dari tatap muka ke layar ponsel pintar dan komputer. Ketua MPR Bambang Soesatyo mendesak Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) segera merespons keluhan tersebut.

“Kesigapan jajaran Kemendikbud dan semua dinas di daerah sangat diperlukan untuk mencegah keresahan dan kepanikan para orang tua maupun anak didik. Sebab, keresahan mendorong orang tua atau anak didik mendatangi dan berkerumun di titik-titik proses PPDB. Ketika terjadi kerumunan, ada potensi melanggar protokol kesehatan,’’ ujar Bamsoet di Jakarta, kemarin.

Mantan Ketua DPR ini menuturkan, hingga kemarin, masalah masih bermunculan di sejumlah daerah. Di Semarang misalnya, proses daring PPDB tingkat SMA menuai protes karena opsi pilihan sekolah dalam situs PPDB tak bisa diakses. Kendala tersebut mendorong orang tua siswa mendatangi sekolah serta Dinas Disdikbud Provinsi Jateng. Sementara di Bekasi, calon peserta didik mengeluh karena nomor induk kependudukan (NIK) tidak dapat diverifikasi oleh situs PPDB. (Baca: Server PPDB Online se-Jawa Tengah Bermasalah, Sekolah Bantu Terima Pendaftaran Manual)

Tak hanya itu, di beberapa kota lainnya, kendala lambatnya server PPDB mendorong banyak pendaftar mendatangi langsung kantor Dinas Pendidikan. Bahkan, sejak 27 Mei 2020, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) telah menerima 15 pengaduan terkait proses PPDB di tengah pandemi Covid-19. Sebagian besar pengaduan berkait kendala teknis.

"Puluhan masalah yang muncul dalam proses daring PPDB sudah dikeluhkan masyarakat. Pada situasi seperti itu, ditemukan fakta pelanggaran protokol kesehatan, antara lain tidak memakai masker dan tidak menjaga jarak," tegas Bamsoet.

Dia berharap proses daring PPDB tidak memperlebar masalah berupa ancaman penularan Covid-19. Karena itu, gangguan pada sistem online tidak hanya harus diperbaiki. Tetapi juga dikawal dari waktu ke waktu, sehingga akses para orang tua dan anak didik tidak terhambat.

“Upayakan agar gangguan akses online bisa diminimalisir. Sehingga, orang tua atau anak didik bisa mengikuti proses PPDB dari rumah saja, sejalan dengan protokol kesehatan. Sistem online harus dikawal sedemikian rupa agar setiap gangguan yang muncul segera ditangani, tanpa harus berlama-lama menunggu," pungkas Bamsoet.

Wakil Ketua Komisi X Hetifah Sjaifudian mendesak pemerintah serius membenahi permasalahan ini. Jaringan internet dibutuhkan untuk PJJ dan PPDB daring. Yang terakhir, dengan situasi pandemi seperti saat ini menjadi sangat penting karena menghindarkan orang tua, calon siswa, dan pihak sekolah untuk saling berdekatan.

“Kita berharap dari Kominfo, apakah memberikan kuota gratis untuk dan memastikan tahun ini daerah bisa dapat akses internet. Ini yang belum kita dengar dari Kominfo padahal penting untuk efektivitas,” ujarnya.

Politisi Partai Golkar itu meminta pemerintah membenahi dan melakukan beberapa kebijakan. Pertama, mempercepat pembangunan infrastruktur di bidang komunikasi. Kedua, peningkatan kapasitas guru secara digitak. Ketiga, sekolah harus lebih intensif berkomunikasi dengan orang tua. Di tengah pandemi Covid-19 bukan perkara mudah menyelesaikan semua masalah itu. Apalagi anggaran Kemendikbud dipotong sebesar Rp5 triliun untuk penanganan Covid-19. (Baca juga: Catat! Ini 3 Modus Siswa Titipan PPDB Online)

Relaksasi Uang Kuliah Tunggal

Dibagian lain, Kemendikbud melakukan relaksasi pembayaran uang kuliah tunggal (UKT) bagi mahasiswa di perguruan tinggi negeri (PTN) yang terdampak corona.

Mendikbud Nadiem Anwar Makarim mengatakan, melalui Permendikbud No 25/2020 Kemendikbud membuat keringanan UKT yang berlaku di PTN. Dia menjelaskan, dengan sudah adanya regulasi yang eksplisit maka kebijakan ini dapat langsung dilakukan universitas untuk menyesuaikan UKT bagi keluarga yang mengalami kendala finansial akibat pandemik. (Baca juga: PPP Ingatkan Sekolah Hindari KKN Saat Terima Siswa Baru)

"Kami mendapat berbagai macam tangggapan dan input dari grup mahasiswa dan dosen meminta arahan untuk meringankan beban UKT mereka. Dan ini adalah jawaban bagi mahasiswa tersebut," katanya.

Mendikbud menjelaskan, relaksasi UKT yang diberikan bagi mahasiswa tidak wajib membayar UKT jika sedang cuti kuliah atau sedang tidak mengambil kredit (SKS) sama sekali. Ini artinya jika mahasiswa itu hanya menunggu kelulusan, maka mahasiswa tidak wajib membayar UKT dalam kondisi pandemi seperti ini.

Rektor Universitas Gajah Mada (UGM) Panut Mulyono mengatakan, pihaknya telah lebih dulu mengeluarkan keputusan rektor tentang keringanan UKT bagi mahasiswa S1, S2 dan S3. Keringanan itu juga berlaku bagi program diploma baik D3 dan juga D4. Dia menjelaskan, keringanan yang dimaksud bukan berarti tidak membayar tetapi adanya pengurangan, penundaan ataupun mengangsur bagi mahasiswa yang terdampak pandemi ini. (Lihat videonya: Terpisah dari Rombongan, Seorang Pesepeda Dibegal di Jakarta Selatan)

“Keringanan UKT ini mulai berlaku pada 4 Juni lalu. Dengan adanya penurunan UKT itu diperkirakan pemasukan UGM pada tahun ini turun sekitar 40%,” tandasnya. (Abdul Rochim/Neneng Zubaidah)
(ysw)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.3131 seconds (0.1#10.140)