Menengok Kiprah Sekolah Penggerak di SMAS Plus Budi Utomo Makassar, Ciptakan Pembelajaran Menyenangkan untuk Siswa
loading...
A
A
A
JAKARTA - Kemendikbudristek telah mengeluarkan berbagai kebijakan dalam program Merdeka Belajar untuk peningkatan kualitas pembelajaran di satuan pendidikan. Salah satunya Sekolah Penggerak sebagai program Merdeka Belajar episode ketujuh.
Program Sekolah Penggerak sebagai katalis untuk mewujudkan pendidikan Indonesia diawali dengan SDM kepala sekolah dan guru yang fokus pada pengembangan hasil belajar siswa secara holistik, sehingga terwujud profil Pelajar Pancasila. Pada 2021, Kemendikbudristek telah merealisasikan 2.500 Sekolah Penggerak di 34 provinsi dan 250 kabupaten/kota.
SMAS Plus Budi Utomo Makassar yang terletak di Kota Makassar, Sulawesi Selatan ini menjadi salah satu Sekolah Penggerak Angkatan 1. Mereka merasakan dengan menjadi Sekolah Penggerak dengan memakai Kurikulum Merdeka menghasilkan capaian pembelajaran peserta didik dengan tingkat penguasaan ilmu dan motivasi belajar yang kian meningkat.
Baca: 10 Provinsi yang Siswanya Paling Banyak Lolos SBMPTN 2022, Jatim Tertinggi
Kepala Sekolah SMAS Plus Budi Utomo Makassar Dede Nurohim mengaku awalnya tidak begitu mengerti mengenai Sekolah Penggerak. Bahkan ketika dia mengajak kepala sekolah lain untuk bergabung ke Sekolah Penggerak responnya pun negatif.
Mereka berpikiran, adanya Sekolah Penggerak hanya akan menambah beban kerjaan sekolah saja di saat tugas yang lain saja pun belum terselesaikan. Namun SMAS Plus Budi Utomo pun bergabung dengan Sekolah Penggerak sebab ada dorongan dari Andi Fahri, guru kimia di sekolah tersebut yang telah menjadi Guru Penggerak.
Alasan lain SMA ini bergabung karena tujuan Sekolah Penggerak ini sama dengan visi misi yang diemban oleh yayasan. SMAS Plus Budi Utomo pun mengikuti serangkaian tes dan wawancara Sekolah Penggerak hingga dinyatakan lulus oleh Kemendikbudristek.
"Pembangunan karakter yang menjadi landasan Sekolah Penggerak ini matching dengan visi misi yayasan kami. Penanaman karakter ini sama halnya dengan pendirian sekolah kami yang berbasis boarding school," katanya ketika ditemui di sekolahnya, Rabu (22/6/2022).
SMAS Plus Budi Utomo Makassar pun menjadi salah satu dari sembilan sekolah yang terpilih menjadi Sekolah Penggerak di Kota Makassar. Misi Sekolah Penggerak untuk mengembangkan kemandirian, gotong royong, bekerja sama dan bernalar kritis siswa pun akan semakin ditingkatkan di sekolah yang juga sudah menjalankan penanaman karakter itu di sekolah ini sebelumnya.
Menurut Dede, selaku kepala sekolah dia sangat merasakan perbedaan antara sebelum masuk menjadi Sekolah Penggerak dan sesudah bergabung. Output yang dirasakan adalah meningkatnya capaian pembelajaran peserta didik sebab motivasi belajar siswa juga mengalami peningkatan.
Baca juga: 1.716 Calon Mahasiswa Baru ITB Lolos Jalur SBMPTN 2022, Ini Tahapan Berikutnya
Sekolah yang menjadi Sekolah Penggerak ini pun ditunjuk menjadi model implementasi Kurikulum Merdeka yang digaungkan Kemendikbudristek. "Adanya Kurikulum Merdeka di Sekolah Penggerak itu anak-anak jadi lebih enjoy sekali dalam belajar," tuturnya.
Peserta didik yang kini lebih menikmati pembelajaran itu karena sebelumnya dilakukan asesmen diagnostik kognitif dan non kognitif. Dalam hal ini, guru melakukan pemetaan kemampuan kompetensi siswa. Juga mengetahui latar belakang, budaya, keluarga, dan juga psikologis peserta didiknya masing-masing.
Dengan adanya pemetaan inilah, ungkapnya, peserta didik pun bisa belajar lebih fleksibel. Sebab metode pembelajaran disesuaikan dengan siswa yang memiliki gaya belajar visual, auditori, ataupun siswa yang memiliki gaya belajar kinestetik.
"Guru tidak lagi ceramah. Namun menjadi sutradara dalam kelas dengan merancang pembelajaran yang sesuai dengan kompetensi peserta didik, karakteristik, dan potensi sehingga memerdekakan siswa dalam melaksanakan pembelajaran," ujarnya.
Melalui Kurikulum Merdeka inilah, ucapnya, guru menjadi fasilitator untuk memantik peserta didik aktif di kelas. Sehingga tidak heran, ketika dulu di kelas siswa hanya mendengarkan murid saja namun kini siswa sangat aktif mengemukakan pendapat melalui diskusi ataupun presentasi.
"Motivasi peserta didik untuk belajar pun luar biasa. Hal ini dibuktikan dengan tingkat kehadiran siswa di sekolah sangat tinggi karena mereka tidak stres karena tidak dipaksa sampai ke level tertentu yang sebenarnya mereka belum sampai di level tersebut," imbuhnya.
Dede pun berharap, dengan motivasi siswa yang semakin tinggi untuk belajar dan juga guru yang sudah keluar dari zona nyaman sehingga bisa maksimal dalam menghadirkan pembelajaran yang aktif kepada murid, sekolahnya pun dapat menghasilkan output lulusan yang lebih baik.
Dede mengungkapkan, sekolahnya yang sudah 10 tahun berdiri ini tidak hanya memberikan satu ijazah saja ketika lulus.Namun juga ijazah pondok pesantren karena sekolahnya berbasis boarding school dan juga memegang sertifikat keahlian yang ditandatangani dinas ketenagakerjaan setempat.
Sehingga tidak hanya banyak alumni sekolahnya yang diterima di perguruan tinggi karena lulus dengan baik di pendidikan formal. Namun di sisi lain, siswa yang tidak melanjutkan kuliah bisa memakai sertifikat lain yang dipegangnya untuk mengabdi di tengah masyarakat.
"Jadi siswa yang kondisi keluarganya tak memungkinkan kuliah bisa memakai ijazah ponpesnya untuk mengabdi di pesantren ataupun terjun ke dunia kerja karena sudah ada skill yang dilatih di sekolah," tuturnya.
Lalu bagaimana tanggapan siswa SMAS Plus Budi Utomo Makassar akan pembelajaran di sekolah? Siswa kelas 10 Yuliwan Dawud Permadi menuturkan, melalui Kurikulum Merdeka dirinya sangat ditantang dengan berbagai proyek-proyek yang diberikan oleh guru. Dia pun tak menyangka dengan pembelajaran yang lebih banyak praktik daripada teori ini membuatnya tidak bosan belajar di sekolah.
Namun disamping itu, dengan pembelajaran berbasis projek inilah dia menemukan wawasan dan cara pandang baru. Misalnya proyek membuat baju daur ulang ataupun tugas memasak yang membuatnya kini lebih tahu bahwa Sulawesi Selatan itu sangat kaya akan ragam kulinernya.
Baca juga: 6 Ciri Anak Jenius, Nomor 5 Punya Selera Humor
"Dengan pembelajaran berbasis praktik ini tidak hanya praktiknya yang bisa melatih diri saya dalam memecahkan masalah namun dari teorinya juga saya lebih kuasai," kata siswa asal Sorowaku, Luwu Timur, Sulsel ini.
Sementara Kirana Frizky Amalia, siswi kelas 10 asal Tarakan, Kalimantan Utara ini menjelaskan, keseruan yang terjadi ketika sekolahnya menjadi Sekolah Penggerak adalah tugas praktik yang diberikan guru menambah wawasannya mengenai kearifan lokal dan juga menjadi agen perubahan untuk mencegah perundungan di sekolah.
"Kita dilatih untuk bisa bekerja sama dengan teman. Juga bernalar kritis dan bisa menyelesaikan masalah sebaik mungkin. Selain itu juga mengedepankan teknologi sehingga kita bisa belajar buat Power Point ataupun mengedit video," katanya.
Selain itu, ungkap Kirana, di Kurikulum Merdeka juga ada peminatan sehingga siswa sejak dini dipetakan potensi dan minatnya oleh sekolah untuk menentukan mata pelajaran apa yang akan dia ambil untuk melanjutkan ke perguruan tinggi.
Lihat Juga: Sejarah SMAN 21 Surabaya, Sekolahnya Marselino Ferdinan yang Lulus Meski Hanya Masuk 2 Kali
Program Sekolah Penggerak sebagai katalis untuk mewujudkan pendidikan Indonesia diawali dengan SDM kepala sekolah dan guru yang fokus pada pengembangan hasil belajar siswa secara holistik, sehingga terwujud profil Pelajar Pancasila. Pada 2021, Kemendikbudristek telah merealisasikan 2.500 Sekolah Penggerak di 34 provinsi dan 250 kabupaten/kota.
SMAS Plus Budi Utomo Makassar yang terletak di Kota Makassar, Sulawesi Selatan ini menjadi salah satu Sekolah Penggerak Angkatan 1. Mereka merasakan dengan menjadi Sekolah Penggerak dengan memakai Kurikulum Merdeka menghasilkan capaian pembelajaran peserta didik dengan tingkat penguasaan ilmu dan motivasi belajar yang kian meningkat.
Baca: 10 Provinsi yang Siswanya Paling Banyak Lolos SBMPTN 2022, Jatim Tertinggi
Kepala Sekolah SMAS Plus Budi Utomo Makassar Dede Nurohim mengaku awalnya tidak begitu mengerti mengenai Sekolah Penggerak. Bahkan ketika dia mengajak kepala sekolah lain untuk bergabung ke Sekolah Penggerak responnya pun negatif.
Mereka berpikiran, adanya Sekolah Penggerak hanya akan menambah beban kerjaan sekolah saja di saat tugas yang lain saja pun belum terselesaikan. Namun SMAS Plus Budi Utomo pun bergabung dengan Sekolah Penggerak sebab ada dorongan dari Andi Fahri, guru kimia di sekolah tersebut yang telah menjadi Guru Penggerak.
Alasan lain SMA ini bergabung karena tujuan Sekolah Penggerak ini sama dengan visi misi yang diemban oleh yayasan. SMAS Plus Budi Utomo pun mengikuti serangkaian tes dan wawancara Sekolah Penggerak hingga dinyatakan lulus oleh Kemendikbudristek.
"Pembangunan karakter yang menjadi landasan Sekolah Penggerak ini matching dengan visi misi yayasan kami. Penanaman karakter ini sama halnya dengan pendirian sekolah kami yang berbasis boarding school," katanya ketika ditemui di sekolahnya, Rabu (22/6/2022).
SMAS Plus Budi Utomo Makassar pun menjadi salah satu dari sembilan sekolah yang terpilih menjadi Sekolah Penggerak di Kota Makassar. Misi Sekolah Penggerak untuk mengembangkan kemandirian, gotong royong, bekerja sama dan bernalar kritis siswa pun akan semakin ditingkatkan di sekolah yang juga sudah menjalankan penanaman karakter itu di sekolah ini sebelumnya.
Menurut Dede, selaku kepala sekolah dia sangat merasakan perbedaan antara sebelum masuk menjadi Sekolah Penggerak dan sesudah bergabung. Output yang dirasakan adalah meningkatnya capaian pembelajaran peserta didik sebab motivasi belajar siswa juga mengalami peningkatan.
Baca juga: 1.716 Calon Mahasiswa Baru ITB Lolos Jalur SBMPTN 2022, Ini Tahapan Berikutnya
Sekolah yang menjadi Sekolah Penggerak ini pun ditunjuk menjadi model implementasi Kurikulum Merdeka yang digaungkan Kemendikbudristek. "Adanya Kurikulum Merdeka di Sekolah Penggerak itu anak-anak jadi lebih enjoy sekali dalam belajar," tuturnya.
Peserta didik yang kini lebih menikmati pembelajaran itu karena sebelumnya dilakukan asesmen diagnostik kognitif dan non kognitif. Dalam hal ini, guru melakukan pemetaan kemampuan kompetensi siswa. Juga mengetahui latar belakang, budaya, keluarga, dan juga psikologis peserta didiknya masing-masing.
Dengan adanya pemetaan inilah, ungkapnya, peserta didik pun bisa belajar lebih fleksibel. Sebab metode pembelajaran disesuaikan dengan siswa yang memiliki gaya belajar visual, auditori, ataupun siswa yang memiliki gaya belajar kinestetik.
"Guru tidak lagi ceramah. Namun menjadi sutradara dalam kelas dengan merancang pembelajaran yang sesuai dengan kompetensi peserta didik, karakteristik, dan potensi sehingga memerdekakan siswa dalam melaksanakan pembelajaran," ujarnya.
Melalui Kurikulum Merdeka inilah, ucapnya, guru menjadi fasilitator untuk memantik peserta didik aktif di kelas. Sehingga tidak heran, ketika dulu di kelas siswa hanya mendengarkan murid saja namun kini siswa sangat aktif mengemukakan pendapat melalui diskusi ataupun presentasi.
"Motivasi peserta didik untuk belajar pun luar biasa. Hal ini dibuktikan dengan tingkat kehadiran siswa di sekolah sangat tinggi karena mereka tidak stres karena tidak dipaksa sampai ke level tertentu yang sebenarnya mereka belum sampai di level tersebut," imbuhnya.
Dede pun berharap, dengan motivasi siswa yang semakin tinggi untuk belajar dan juga guru yang sudah keluar dari zona nyaman sehingga bisa maksimal dalam menghadirkan pembelajaran yang aktif kepada murid, sekolahnya pun dapat menghasilkan output lulusan yang lebih baik.
Dede mengungkapkan, sekolahnya yang sudah 10 tahun berdiri ini tidak hanya memberikan satu ijazah saja ketika lulus.Namun juga ijazah pondok pesantren karena sekolahnya berbasis boarding school dan juga memegang sertifikat keahlian yang ditandatangani dinas ketenagakerjaan setempat.
Sehingga tidak hanya banyak alumni sekolahnya yang diterima di perguruan tinggi karena lulus dengan baik di pendidikan formal. Namun di sisi lain, siswa yang tidak melanjutkan kuliah bisa memakai sertifikat lain yang dipegangnya untuk mengabdi di tengah masyarakat.
"Jadi siswa yang kondisi keluarganya tak memungkinkan kuliah bisa memakai ijazah ponpesnya untuk mengabdi di pesantren ataupun terjun ke dunia kerja karena sudah ada skill yang dilatih di sekolah," tuturnya.
Lalu bagaimana tanggapan siswa SMAS Plus Budi Utomo Makassar akan pembelajaran di sekolah? Siswa kelas 10 Yuliwan Dawud Permadi menuturkan, melalui Kurikulum Merdeka dirinya sangat ditantang dengan berbagai proyek-proyek yang diberikan oleh guru. Dia pun tak menyangka dengan pembelajaran yang lebih banyak praktik daripada teori ini membuatnya tidak bosan belajar di sekolah.
Namun disamping itu, dengan pembelajaran berbasis projek inilah dia menemukan wawasan dan cara pandang baru. Misalnya proyek membuat baju daur ulang ataupun tugas memasak yang membuatnya kini lebih tahu bahwa Sulawesi Selatan itu sangat kaya akan ragam kulinernya.
Baca juga: 6 Ciri Anak Jenius, Nomor 5 Punya Selera Humor
"Dengan pembelajaran berbasis praktik ini tidak hanya praktiknya yang bisa melatih diri saya dalam memecahkan masalah namun dari teorinya juga saya lebih kuasai," kata siswa asal Sorowaku, Luwu Timur, Sulsel ini.
Sementara Kirana Frizky Amalia, siswi kelas 10 asal Tarakan, Kalimantan Utara ini menjelaskan, keseruan yang terjadi ketika sekolahnya menjadi Sekolah Penggerak adalah tugas praktik yang diberikan guru menambah wawasannya mengenai kearifan lokal dan juga menjadi agen perubahan untuk mencegah perundungan di sekolah.
"Kita dilatih untuk bisa bekerja sama dengan teman. Juga bernalar kritis dan bisa menyelesaikan masalah sebaik mungkin. Selain itu juga mengedepankan teknologi sehingga kita bisa belajar buat Power Point ataupun mengedit video," katanya.
Selain itu, ungkap Kirana, di Kurikulum Merdeka juga ada peminatan sehingga siswa sejak dini dipetakan potensi dan minatnya oleh sekolah untuk menentukan mata pelajaran apa yang akan dia ambil untuk melanjutkan ke perguruan tinggi.
Lihat Juga: Sejarah SMAN 21 Surabaya, Sekolahnya Marselino Ferdinan yang Lulus Meski Hanya Masuk 2 Kali
(nnz)