Intip Kunci Sukses Dewi, Anak Petani Lereng Gunung Lawu Bisa Kuliah di UGM
loading...
A
A
A
Saat awal kuliah di UGM, Dewi mengaku sempat merasa belum percaya diri dengan dirinya karena merasa teman-temannya yang berasal dari daerah lain yang lebih pintar darinya.
“Terlebih aku dari desa ya. Dulu, banyak rasa minder dan insecure ketemu sama teman-teman yang keren-keren. Dan aku juga sendirian, gada temen 1 SMA yang seangkatan di FEB. Jadi mulai dari nol banget buat teman kenalan di FEB. Tapi Alhamdulillah lama-lama jadi terbiasa, dan enjoy aja sama keadaannya,” ujarnya.
Selain itu dukungan dari rekan kuliah dosen dan tendik di lingkungan FEB menurutnya sangat membantu dirinya untuk beradaptasi belajar dengan baik. “Buat aku mudah buat belajar. Jadi perlahan-lahan aku bisa membaur dan bisa hidup di lingkungan FEB hingga saat ini. Jadi overall, sangat menyenangkan dan mengesankan.
Untuk menyiasati agar ia bisa mengikuti kuliah dengan baik, Dewi punya strategi sendiri yakni dengan selalu membiasakan diri membaca materi dan buku yang bahasanya berbahasa Inggris. Ia pun aktif di kelas karena rekan seangkatannya juga sangat aktif. “Peningkatan diri tidak hanya tentang wawasan dan pengetahuan saja, tapi juga pola pikir, tingkah laku, kedisiplinan, dan pengalaman,” ujarnya.
Dewi mengaku merasa beruntung adanya program beasiswa Bidikmisi dimana sangat membantu kelancaran kuliahnya. Mengingat kondisi ekonomi keluarganya yang pas-pasan yang tidak berbuat banyak untuk membiayai keperluannya selama kuliah.
Ia sempat mengingat saat orang tuanya sempat tidak mengizinkan untuk kuliah di Jogja. Namun ia bersikeras. Padahal, saat itu ayahnya sudah jatuh sakit. “Beasiswa ini sangat membantu. Sangat-sangat-dan sangat membantu kelancaran kuliahku. Terlebih sebagai anak rantau juga. Terlebih lagi juga pas masuk kuliah kondisi ekonomi keluarga juga sedang nggak baik, karena bapak jatuh sakit,” kenangnya.
Selama kuliah, kata Dewi, ia tidak hanya duduk manis mengikuti perkuliahan saja namun tetap aktif di luar kelas dengan ikut organisasi intra dan ekstrakurikuler. “Ekstrakurikuler juga aktif di beberapa organisasi baik dalam kampus maupun luar kampus. Bahkan sampai sekarang, juga masih aktif di beberapa organisasi. Akademik juga tetep jadi prioritas utama. Lomba juga cukup hobi, baik yang akademik maupun non akademik. Dan beberapa kegiatan pengembangan diri lainnya, kayak proyek sosial, volunteer, internship, juga cukup aktif,” jelasnya..
Saat ini Dewi tinggal menunggu ujian sidang skripsi. Penelitiannya tentang Sistem Informasi Akuntansi wakaf yang ia kerjakan bersamaan dengan proyek dosen FEB yang dibiayai oleh LPDP. “Aku jadi asisten penelitian di sana sembari mengerjakan skripsi. Kemarin sempat magang di beberapa tempat. Doakan semoga segera lulus,” pinta Dewi yang bercita-cita ingin menjadi akademisi dan peneliti.
“Terlebih aku dari desa ya. Dulu, banyak rasa minder dan insecure ketemu sama teman-teman yang keren-keren. Dan aku juga sendirian, gada temen 1 SMA yang seangkatan di FEB. Jadi mulai dari nol banget buat teman kenalan di FEB. Tapi Alhamdulillah lama-lama jadi terbiasa, dan enjoy aja sama keadaannya,” ujarnya.
Selain itu dukungan dari rekan kuliah dosen dan tendik di lingkungan FEB menurutnya sangat membantu dirinya untuk beradaptasi belajar dengan baik. “Buat aku mudah buat belajar. Jadi perlahan-lahan aku bisa membaur dan bisa hidup di lingkungan FEB hingga saat ini. Jadi overall, sangat menyenangkan dan mengesankan.
Untuk menyiasati agar ia bisa mengikuti kuliah dengan baik, Dewi punya strategi sendiri yakni dengan selalu membiasakan diri membaca materi dan buku yang bahasanya berbahasa Inggris. Ia pun aktif di kelas karena rekan seangkatannya juga sangat aktif. “Peningkatan diri tidak hanya tentang wawasan dan pengetahuan saja, tapi juga pola pikir, tingkah laku, kedisiplinan, dan pengalaman,” ujarnya.
Dewi mengaku merasa beruntung adanya program beasiswa Bidikmisi dimana sangat membantu kelancaran kuliahnya. Mengingat kondisi ekonomi keluarganya yang pas-pasan yang tidak berbuat banyak untuk membiayai keperluannya selama kuliah.
Ia sempat mengingat saat orang tuanya sempat tidak mengizinkan untuk kuliah di Jogja. Namun ia bersikeras. Padahal, saat itu ayahnya sudah jatuh sakit. “Beasiswa ini sangat membantu. Sangat-sangat-dan sangat membantu kelancaran kuliahku. Terlebih sebagai anak rantau juga. Terlebih lagi juga pas masuk kuliah kondisi ekonomi keluarga juga sedang nggak baik, karena bapak jatuh sakit,” kenangnya.
Selama kuliah, kata Dewi, ia tidak hanya duduk manis mengikuti perkuliahan saja namun tetap aktif di luar kelas dengan ikut organisasi intra dan ekstrakurikuler. “Ekstrakurikuler juga aktif di beberapa organisasi baik dalam kampus maupun luar kampus. Bahkan sampai sekarang, juga masih aktif di beberapa organisasi. Akademik juga tetep jadi prioritas utama. Lomba juga cukup hobi, baik yang akademik maupun non akademik. Dan beberapa kegiatan pengembangan diri lainnya, kayak proyek sosial, volunteer, internship, juga cukup aktif,” jelasnya..
Saat ini Dewi tinggal menunggu ujian sidang skripsi. Penelitiannya tentang Sistem Informasi Akuntansi wakaf yang ia kerjakan bersamaan dengan proyek dosen FEB yang dibiayai oleh LPDP. “Aku jadi asisten penelitian di sana sembari mengerjakan skripsi. Kemarin sempat magang di beberapa tempat. Doakan semoga segera lulus,” pinta Dewi yang bercita-cita ingin menjadi akademisi dan peneliti.
(nnz)