Cerita 2 Wisudawan Anak Buruh yang Lulus Cumlaude dan Langsung Direkrut Perusahaan Tambang
loading...
A
A
A
BANDUNG - Jika ada keinginan pasti ada jalan. Ungkapan itu mungkin tepat disematkan kapada Sigit Setiawan dan Difo Daputra Koster. Dua mahasiswa Politeknik Energi dan Pertambangan Bandung yang baru saja diwisuda dan lulus dengan IPK Coumlaude. Tak hanya itu, mereka juga langsung diterima bekerja di sebuah perusahaan tambang nasional.
Sigit Setiawan, adalah mahasiswa asal Tenggarong Sebrang, Kalimantan Timur, yang berhasil lulus dengan IPK 3,79. Sigit berhasil lulus sebagai sarjana vokasi jurusan teknologi geologi. Sedangkan Difo Dupatra Koster adalah mahasiswa asal Tanjung Enim, Sumatera Selatan, yang lulus dengan IPK 3,67. Dia adalah sarjana dari jurusan Teknologi pertambangan.
Setelah lulus, keduanya langsung bekerja di perusahaan tambang di daerahnya. "Alhamdulillah saya bisa menyelesaikan kuliah sesuai jadwal, yaitu 3 tahun. Dan setelah lulus ini, saya langsung bekerja di perusahaan tambang PT Pamapersada Nusantara (Pama)," kata Difo.
Keberhasilan mereka mendapat IPK coumlaude dan bekerja di perusahaan tambang, tidak diraih dengan mudah. Aral melintang telah mereka lalui dari kampung halamannya di Sumatera dan Kalimantan itu. Mereka pun bukan dari keluarga berada, yang bisa menguliahkan anaknya sampai ke Kota Bandung.
Sigit adalah anak dari buruh tani. Orangnya tuanya sudah tua. Sementara dia hanya memiliki kakak yang hanya lulusan SLTA. Begitupun dengan Difo yang merupakan anak seorang buruh serabutan. Dia anak pertama yang diharapkan menjadi tulang punggung keluarga.
Namun, atas kerja keras dan kegigihan untuk meraih pendidikan, mereka berhasil terpilih menjadi mahasiswa yang mendapatkan beasiswa dari PT Pama. Keduanya mendapat beasiswa penuh dari uang kuliah, biaya hidup, hingga berbagai perlengkapan kuliah.
Keduanya berhasil melalui berbagai tahapan seleksi seperti psikotes, wawancara, focus discussion, tes kesehatan, dan lainnya. Keduanya berhasil menyisihkan puluhan pemohon beasiswa lainnya dari seluruh Indonesia.
"Saya sangat bersyukur atas kesempatan ini. Bisa sekolah hingga lulus D3. Ini sangat berharga bagi kami, di tengah teman-teman sebaya kami yang sangat jarang bisa kuliah. Selama ini saya sangat ingin kuliah, tapi terhalang ekonomi dan faktor lainnya," kata Difo.
Sigit Setiawan, adalah mahasiswa asal Tenggarong Sebrang, Kalimantan Timur, yang berhasil lulus dengan IPK 3,79. Sigit berhasil lulus sebagai sarjana vokasi jurusan teknologi geologi. Sedangkan Difo Dupatra Koster adalah mahasiswa asal Tanjung Enim, Sumatera Selatan, yang lulus dengan IPK 3,67. Dia adalah sarjana dari jurusan Teknologi pertambangan.
Setelah lulus, keduanya langsung bekerja di perusahaan tambang di daerahnya. "Alhamdulillah saya bisa menyelesaikan kuliah sesuai jadwal, yaitu 3 tahun. Dan setelah lulus ini, saya langsung bekerja di perusahaan tambang PT Pamapersada Nusantara (Pama)," kata Difo.
Keberhasilan mereka mendapat IPK coumlaude dan bekerja di perusahaan tambang, tidak diraih dengan mudah. Aral melintang telah mereka lalui dari kampung halamannya di Sumatera dan Kalimantan itu. Mereka pun bukan dari keluarga berada, yang bisa menguliahkan anaknya sampai ke Kota Bandung.
Sigit adalah anak dari buruh tani. Orangnya tuanya sudah tua. Sementara dia hanya memiliki kakak yang hanya lulusan SLTA. Begitupun dengan Difo yang merupakan anak seorang buruh serabutan. Dia anak pertama yang diharapkan menjadi tulang punggung keluarga.
Namun, atas kerja keras dan kegigihan untuk meraih pendidikan, mereka berhasil terpilih menjadi mahasiswa yang mendapatkan beasiswa dari PT Pama. Keduanya mendapat beasiswa penuh dari uang kuliah, biaya hidup, hingga berbagai perlengkapan kuliah.
Keduanya berhasil melalui berbagai tahapan seleksi seperti psikotes, wawancara, focus discussion, tes kesehatan, dan lainnya. Keduanya berhasil menyisihkan puluhan pemohon beasiswa lainnya dari seluruh Indonesia.
"Saya sangat bersyukur atas kesempatan ini. Bisa sekolah hingga lulus D3. Ini sangat berharga bagi kami, di tengah teman-teman sebaya kami yang sangat jarang bisa kuliah. Selama ini saya sangat ingin kuliah, tapi terhalang ekonomi dan faktor lainnya," kata Difo.