Cerdik Kejar Gelar Akademik saat Pandemi
loading...
A
A
A
Hambatan lain dirasakan saat pencarian data untuk analisis. Dia menyebutkan data untuk bahan analisis yang biasanya diperoleh di dinas-dinas terkait sulit untuk diakses.
"Karena nggak cuma banyak yang bentuknya hard copy, data soft copy pun banyak yang lokasi penyimpanannya di kantor dinas. Kita memang harus kerja pintar dan selalu berusaha mengomunikasikan hambatan ke dosen pembimbing biar sama-sama ada jalan keluarnya dan jadinya bisa meminimalkan kerugian," kata Fiza.
Dia mengatakan networking dalam kondisi saat ini menjadi sangat berguna untuk mendapatkan data pendukung skripsinya. Menurutnya, hal terpenting dan memudahkan mahasiswa untuk mengerjakan tugas akhir saat ini adalah transparansi pemerintah dalam data dan keaktifannya dalam mengubah data ke website sehingga bisa diakses publik. (Baca juga: Pembatalan PPDB Dikhawatirkan timbulkan Konflik Antar Orang Tua Siswa)
"Karena sebagai mahasiswa pasti ada waktu di mana kita membutuhkan itu, salah satunya seperti sekarang. Saya kira seharusnya kita sudah ada dalam periode kemudahan mengakses data," ujarnya.
Meskipun demikian ia merasa terbantu karena pihak kampus bisa memahami kondisi yang terjadi saat ini dan mengambil langkah strategis. Ia tak menampik ada beberapa kenyataan pahit yang mesti ia telan dalam penyusunan tesisnya.
"Sebanyak 51% yakin lulus semester ini kalau data-datanya dapat," tambah Fiza.
Berbeda dengan Fiza yang masih menyusun tesis untuk mendapatkan gelar masternya, Darto mahasiswa Jurusan Ilmu Politik, Universitas Tarumanegara, telah lulus dari kampusnya. Namun Darto mengaku dirinya adalah mahasiswa gelombang pertama yang lulus dengan sistem sidang akhir online.
"Saya sebenarnya ngerjain tesis sebelum pandemi, tapi pas mau sidang akhir keburu ada korona. Untungnya kampus bikin secara online. Ya alhamdulillah bisa lulus. Ya lulus lewat jalur korona," ujarnya.
Menurut pengalamannya, melakukan sidang secara online rasanya aneh dan banyak masalah teknis. Hal tersebut diakibatkan pengumuman sidang yang mendadak sehingga dia tidak bisa maksimal mempersiapkan diri. Darto menyebut kampusnya memberi uang untuk membeli kuota, tetapi uang tersebut sebenarnya tidak cukup untuk melakukan video call selama 40 menit. (Baca juga: Netizen Harus Hati-hati Beli Produk Murah di Medsos, Ini Alasannya)
Selain masalah teknis, Darto mengaku canggung harus bicara sendiri di depan laptop dan dilihat oleh dosen-dosen. Apalagi dia juga sering mengulang-ulang penjelasannya karena masalah koneksi internet. Namun setelah melewati seluruh proses tersebut, Darto merasa lega. Apagi setelah dinyatakan lulus dengan nilai yang cukup memuaskan.
"Karena nggak cuma banyak yang bentuknya hard copy, data soft copy pun banyak yang lokasi penyimpanannya di kantor dinas. Kita memang harus kerja pintar dan selalu berusaha mengomunikasikan hambatan ke dosen pembimbing biar sama-sama ada jalan keluarnya dan jadinya bisa meminimalkan kerugian," kata Fiza.
Dia mengatakan networking dalam kondisi saat ini menjadi sangat berguna untuk mendapatkan data pendukung skripsinya. Menurutnya, hal terpenting dan memudahkan mahasiswa untuk mengerjakan tugas akhir saat ini adalah transparansi pemerintah dalam data dan keaktifannya dalam mengubah data ke website sehingga bisa diakses publik. (Baca juga: Pembatalan PPDB Dikhawatirkan timbulkan Konflik Antar Orang Tua Siswa)
"Karena sebagai mahasiswa pasti ada waktu di mana kita membutuhkan itu, salah satunya seperti sekarang. Saya kira seharusnya kita sudah ada dalam periode kemudahan mengakses data," ujarnya.
Meskipun demikian ia merasa terbantu karena pihak kampus bisa memahami kondisi yang terjadi saat ini dan mengambil langkah strategis. Ia tak menampik ada beberapa kenyataan pahit yang mesti ia telan dalam penyusunan tesisnya.
"Sebanyak 51% yakin lulus semester ini kalau data-datanya dapat," tambah Fiza.
Berbeda dengan Fiza yang masih menyusun tesis untuk mendapatkan gelar masternya, Darto mahasiswa Jurusan Ilmu Politik, Universitas Tarumanegara, telah lulus dari kampusnya. Namun Darto mengaku dirinya adalah mahasiswa gelombang pertama yang lulus dengan sistem sidang akhir online.
"Saya sebenarnya ngerjain tesis sebelum pandemi, tapi pas mau sidang akhir keburu ada korona. Untungnya kampus bikin secara online. Ya alhamdulillah bisa lulus. Ya lulus lewat jalur korona," ujarnya.
Menurut pengalamannya, melakukan sidang secara online rasanya aneh dan banyak masalah teknis. Hal tersebut diakibatkan pengumuman sidang yang mendadak sehingga dia tidak bisa maksimal mempersiapkan diri. Darto menyebut kampusnya memberi uang untuk membeli kuota, tetapi uang tersebut sebenarnya tidak cukup untuk melakukan video call selama 40 menit. (Baca juga: Netizen Harus Hati-hati Beli Produk Murah di Medsos, Ini Alasannya)
Selain masalah teknis, Darto mengaku canggung harus bicara sendiri di depan laptop dan dilihat oleh dosen-dosen. Apalagi dia juga sering mengulang-ulang penjelasannya karena masalah koneksi internet. Namun setelah melewati seluruh proses tersebut, Darto merasa lega. Apagi setelah dinyatakan lulus dengan nilai yang cukup memuaskan.