Visiting Professor Ukrida Bahas Peran dan Kontribusi Pendidikan Online

Jum'at, 02 Desember 2022 - 21:25 WIB
loading...
Visiting Professor Ukrida Bahas Peran dan Kontribusi Pendidikan Online
Ukrida kedatangan Visiting Professor dari Seattle Pacific University yaitu Dr. David Wicks. Foto/Ukrida.
A A A
JAKARTA - Universitas Kristen Krida Wacana ( Ukrida ) menerima kedatangan profesor dari Seattle Pacific University (SPU), Amerika Serikat Dr. David Wicks. Kedatangannya merupakan bagian dari program Visiting Professor di Program Studi Sastra Inggris Fakultas Ilmu Sosial dan Humaniora Ukrida.

Sebagai profesor di Fakultas Pendidikan SPU, Dr. Wicks memiliki kepakaran di bidang kurikulum dan pengajaran serta kepemimpinan pendidikan digital. Selain itu, Dr. Wicks, yang memiliki kompetensi dalam Pendidikan Online Leadership mengemukakan tentang peran maupun kontribusi pendidikan online terhadap pendidikan onsite dan inperson (tatap muka).

Semula pendidikan memang mengacu kepada pendidikan tatap muka, akan tetapi berkat kemajuan teknologi saat ini membuat pendidikan secara online menjadi pilihan yang bisa dikatakan terbaik, terutama di masa pandemi dan kini memasuki era digital. Dr. Wicks yang mengunjungi Program Studi Sastra Inggris Ukrida secara periodik selain membimbing pengajaran online, juga ikut mempertajam arah riset para dosen Sastra Inggris.

Baca juga: ITB Bangun Shelter Bambu untuk Korban Gempa Cianjur, Unik dan Lebih Nyaman Bagi Pengungsi

Pada kesempatan kunjungan kali ini, Dr. Wicks melakukan mentoring penelitian dan pengembangan kurikulum di Program Studi Sastra Inggris. Dr. Wicks juga menjadi salah seorang narasumber dalam workshop yang mengangkat tema Community of Inquiry: Best Practices for Online/Hybrid Teaching and Learning.

Workshop ini difasilitasi oleh Program Studi Sastra Inggris Ukrida, dan diikuti oleh enam universitas, yaitu Universitas Sanata Dharma, Universitas Mahasaraswati, Universitas Sampoerna, Universitas Sultan Ageng Tirtayasa, Universitas Ma Chung, dan Ukrida.

Dr. Wicks mempresentasikan beberapa hasil penelitiannya terkait pendidikan online yang berbasis pada Community of Inquiry (CoI) Framework yang digagas oleh Garrison et al. (2000), QUEST model (Wicks, 2017), dan Resilient Pedagogy (Clum et al., 2022; Quintana, 2020). Ketiga konsep pembelajaran dan pengajaran online ini sangat diperlukan untuk meningkatkan keberhasilan pembelajaran di era baru pasca pandemi.

“Konsep pembelajaran menggunakan CoI Framework berlandaskan pada filosofi kolaboratif-konstruktivis, yang menitikberatkan proses menciptakan pengalaman belajar secara mendalam dan bermakna melalui pengembangan tiga elemen (kehadiran) yang saling terkait, yakni kehadiran sosial, kognitif, dan pengajaran,” katanya, melalui siaran pers, Jumat (2/12/2022).

Baca juga: Pakar dari UI, ITB, USU, dan Uhamka Respons Polemik Pelabelan Bisfenol A

Sementara itu, lanjutnya, QUEST Model merupakan model belajar yang dapat diterapkan untuk meningkatkan partisipasi mahasiswa dalam pembelajaran, dengan menggunakan strategi mengajukan pertanyaan yang menarik sesuai minatnya (ask Question), serta memahami topik (Understand topic) melalui pencarian data dan membagikan sumbernya.

“Dalam proses belajar dan memecahkan masalah, mahasiswa juga bekerja sama satu sama lain untuk saling mengajar (Educate). Selanjutnya mahasiswa mencari solusi (find a Solution) untuk pertanyaan yang diajukan dan mengajarkan (Teach) hasil belajar mereka kepada orang lain melalui media blog atau sosial media,” imbuhnya.

Pendekatan resilient pedagogy mencakup nilai-nilai ketahanan dalam desain pembelajaran, oleh pengajar dan mahasiswa dalam situasi yang menuntut kemampuan kita untuk menghadapi, beradaptasi, dan bertahan, dalam situasi yang sulit. Tiga prinsip penting dalam resilient pedagogy adalah extensibility, flexibility, dan redundancy.

Prinsip extensibility dapat diterapkan dalam konteks perlunya membangun desain pembelajaran dengan format dasar dan dengan tujuan agar nantinya dapat dikembangkan dan ditingkatkan untuk memenuhi berbagai kebutuhan yang berbeda.

Prinsip flexibility memandang perlu mempertimbangkan variabilitas dalam lingkungan belajar, serta menerapkan desain pembelajaran yang praktis dan dapat diterapkan dalam lingkungan belajar yang berbeda dari harapan semula. Menurut prinsip yang terakhir, prinsip redundancy, pengajar membuat rencana yang bervariasi dan mengenali komponen yang rentan sehingga dapat disiapkan rencana pengganti bila situasi memerlukannya.

Di bagian lain, Dr. Wicks juga mengemukakan tentang tiga model hybrid learning yang dapat dilakukan melalui Artificial Intelligent (AI), salah satunya adalah dengan Telepresence Robot. Robot ini berfungsi untuk menghadirkan pengajar secara virtual, walaupun demikian para peserta belajar tetap berinteraksi sehingga merasa seolah-olah pengajar berada di tengah-tengah mereka.

“Akan tetapi, Artificial Intelligent hanya difungsikan sebagai alat bantu pengajar, karena bagaimanapun juga pengajaran manusia tidak sepenuhnya dapat digantikan oleh AI,” ujarnya menekankan.
(nnz)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.4205 seconds (0.1#10.140)