Berhasil Setelah Tujuh Kali Gagal

Minggu, 21 Januari 2018 - 11:25 WIB
Berhasil Setelah Tujuh...
Berhasil Setelah Tujuh Kali Gagal
A A A
JAKARTA - “Persiapan matang membuahkan hasil baik” itulah moto hidup Janu Muhammad, 25. Impiannya sejak kecil jelas, ingin merasakan menempuh pendidikan di luar negeri, tapi merasa tidak mampu untuk membayar kuliah di negeri orang, maka beasiswa pun menjadi incarannya.

Tak ayal, dari jauh hari persiapan sudah dilakukan. Berniat S-2 di Inggris, baru setahun menjadi mahasiswa, Janu sudah giat datang ke pameran pendidikan. “Saya percaya kita harus punya persiapan matang apalagi untuk beasiswa. Temanteman lain baru beradaptasi menjadi mahasiswa saya sudah ikut pameran pendidikan yang banyak menawarkan beasiswa sampai saya ikut workshop,” kenangnya.

Janu pun melakukan persiapan tinggal di luar negeri dengan mendaftar ke berbagai pertukaran pelajar. Setelah menjadi sarjana, Janu terpilih untuk belajar selama enam minggu di Arizona State University yang diberikan oleh the United States Through Young Southeast Asian Leaders Initiative (YSEALI) Academic Fellowship on Civic Engagement didukung oleh peme rintah Amerika Serikat.

Persiapan mendasar yang dilakukannya juga dalam hal bahasa, menurut dia, bahasa terutama Inggris menjadi paspor bagi pelajar yang ingin kuliah di luar negeri. Membuat esai dan motivation letter juga harus dipersiapkan lama agar mudah untuk direvisi. Janu pun mem per siap kan mental dan fisiknya untuk hidup di luar negeri. Persiapan mental agar cepat mengatasi bila mengalami shock culture . Beasiswa S-2 pun sukses dida patnya melalui Lembaga pengelolaan Dana Pendidikan (LPDP) Kementerian Keuangan RI. Janu berhasil mendapatkan beasiswa di University of Birmingham, Inggris, negara yang diyakininya memiliki standar pen - didikan terbaik di dunia.

Belum lagi University of Birmingham masuk kategori 100 uni versitas terbaik di dunia. LPDP memberikan kele uasaan untuk sektor yang dituju, begitu juga dengan negara. Ada 200 negara terbaik yang dipilih untuk pendidikan.

“Saya sudah mengincar mengambil geografi di Inggris karena memang bagus, kita masih perlu sarjana geografi khususnya S-2 di luar negeri karena kebutuhan pemerintah,” ujarnya.

Janu juga sudah mengincar LPDP sebagai lembaga untuk tempatnya mengambil beasiswa. Alasannya sederhana, Janu ingin mengambil kesempatan yang sudah diberi pemerintah yang sedang mencari putra-putri terbaik untuk menciptakan pemimpin masa depan.

Dia menambahkan, sebab ada timbal balik yang sesuai dengan impiannya selama ini, yakni untuk berkontribusi untuk pendidikan Indonesia. “Kalau beasiswa dari sektor swasta atau dari negara lain nanti ada tujuan khusus bukan untuk Tanah Air,” ucapnya penuh bangga.

Janu yang baru menyelesaikan studinya ini pun sudah punya niat melanjutkan S-3, tapi dia mengaku ingin mencari pengalaman bekerja di Indonesia. Kini dia bekerja dalam sebuah proyek pendirian sebuah kampus di Yogyakarta. Janu menjadi bagian tim inti, sebab kedepannya lelaki berkacamata ini ingin menjadi akademisi.

“Cari pengalaman dulu jika nanti pulang S-3 sudah punya home base untuk saya mengabdi. Jangan sampai nanti kalau sudah selesai sekolah, tidak ada kantor. Saya juga tengah mempersiapkan syarat S-3, yakni publikasi internasional,” kata lulusan Universitas Negeri Yogyakarta ini.

Mengenyam pendidikan selama setahun di Inggris dari beasiswa LPDP baginya tidak ada duka yang dirasakan. Bahagia impiannya terwujud ditambah karena LPDP sangat profesional dalam melayani. Kuliah di luar negeri mendapat beasiswa dari LPDP juga dapat diberikan kepada pegawai negeri sipil (PNS) dan didukung sebagai tugas belajar.

Tentu ini semakin meningkatkan kualitas abdi negara untuk melayani masyarakat. Sandra Irawan, 36, mengambil S-2 di Monash University, Mel bourne Australia setelah tiga tahun menjadi PNS. Pencarian beasiswa juga ternyata tidak mudah, sudah sebanyak tujuh kali, pria yang akrab disapa Iwan ini mencoba beasiswa dari banyak pihak. Mulai Kemenkominfo, Kemenristek Dikti, hingga Fulbright program.

Tahap wawancara pun sudah dilalui Iwan dalam sesi penilaian dari Kemenkominfo, tapi tahap lainnya gagal. Iwan juga sempat lulus dalam Fulbright, tapi karena tempat tujuan ke AS yang pada saat itu sedang tidak aman, Iwan pun mengurungkan niatnya pergi.

Rezeki beasiswa datang pada 2015, Iwan pun mengabadikan segala pengalaman mencari beasiswa dalam sebuah tulisan dalam buku yang dibuat bersama teman-temannya berjudul Berlayar.

“Kuliah di luar negeri itu ibarat berlayar, kalau kita berlayar pertama yang dilakukan adalah melepas jangkar. Itulah perjuangan mencari universitas dan lembaga penyedia beasiswa. Saya menulis bagaimana mendapatkan beasiswa karena sudah cukup punya asam garam pencarian beasiswa,” cerita bapak tiga anak ini. (Ananda Nararya)
(nfl)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.4224 seconds (0.1#10.140)