Dosen UGM Berhasil Sabet Juara 2 di Gelaran MT180s Perancis
A
A
A
YOGYAKARTA - Prestasi gemilang diraih dosen Fakultas Geografi Universitas Gadjah Mada (UGM), Bachtiar Wahyu Mutaqin. Dosen yang sering mendapat penghargaan internasional ini berhasil menyabet juara dua dalam kompetisi Ma Thèse en 180 secondes (MT180s)-Indonesia edisi ketiga yang berlangsung di Poitiers, Perancis, 26 Juni 2018. Event MT180s merupakan kompetisi bagi mahasiswa S3 untuk mempresentasikan hasil penelitian mereka dalam bahasa Perancis.
Menurut Bachtiar, salah satu tantangan dalam kompetisi ini adalah peserta hanya diberi waktu selama tiga menit untuk mempresentasikan penelitian mereka hanya hanya menggunakan satu slide tanpa animasi. ”Kita dituntut menjelaskan penelitian kita dengan bahasa yang mudah dipahami penonton dengan latar belakang keilmuan yang berbeda-beda,” terangnya kepada wartawan di Yogyakarta, Selasa (3/7/2018)
Bahctiar mempresentasikan hasil penelitiannya yang berjudul “Dampak Geomorfis Erupsi Gunung Api Samalas Tahun 1257 di Wilayah Kepesisiran Lombok Dan Sumbawa”. “Pemilihan pemenang didasarkan kualitas dan keaslian presentasi, penguasaan panggung, dan kemampuan peserta untuk membuat penonton tertarik akan subjek penelitian,” terang Bachtiar.
Dari hasil seleksi itulah, juri menilai bahwa staf pengajar Universitas Gadjah Mada (UGM) ini berhak untuk menjadi juara kedua. Lantaran menjadi juara kedua, Bachtiar seharusnya berhak untuk mewakili Indonesia dalam Final Internasional MT180s yang akan diadakan di Swiss pada bulan September 2018. Namun, tahun ini wakil Indonesia tidak dapat mengikuti Final Internasional MT180s.
Menurut Atase Kerja Sama Ilmiah dan Teknologi di Kedutaan Besar Perancis di Indonesia, Prof Dr Ing Nicolas Gascoin DEA MBA, larangan ini dikarenakan penyelenggaran MT180s diselenggarakan di Perancis. “Indonesia tidak diperkenankan mengikuti Final Internasional MT180s di Swiss dikarenakan final nasional MT180s Indonesia dilaksanakan di Poitiers bukan di Indonesia,” jelasnya.
Kompetisi MT180s ini diselenggarakan oleh Kedutaan Besar (Kedubes) Perancis di Indonesia sebagai salah satu rangkaian acara 10th Joint Working Group antara Indonesia dan Perancis. Mereka bekerja sama dengan Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Republik Indonesia (Kemenristek Dikti), Institut Français Indonesia, serta Université Confédérale Léonard de Vinci.
Menurut Bachtiar, salah satu tantangan dalam kompetisi ini adalah peserta hanya diberi waktu selama tiga menit untuk mempresentasikan penelitian mereka hanya hanya menggunakan satu slide tanpa animasi. ”Kita dituntut menjelaskan penelitian kita dengan bahasa yang mudah dipahami penonton dengan latar belakang keilmuan yang berbeda-beda,” terangnya kepada wartawan di Yogyakarta, Selasa (3/7/2018)
Bahctiar mempresentasikan hasil penelitiannya yang berjudul “Dampak Geomorfis Erupsi Gunung Api Samalas Tahun 1257 di Wilayah Kepesisiran Lombok Dan Sumbawa”. “Pemilihan pemenang didasarkan kualitas dan keaslian presentasi, penguasaan panggung, dan kemampuan peserta untuk membuat penonton tertarik akan subjek penelitian,” terang Bachtiar.
Dari hasil seleksi itulah, juri menilai bahwa staf pengajar Universitas Gadjah Mada (UGM) ini berhak untuk menjadi juara kedua. Lantaran menjadi juara kedua, Bachtiar seharusnya berhak untuk mewakili Indonesia dalam Final Internasional MT180s yang akan diadakan di Swiss pada bulan September 2018. Namun, tahun ini wakil Indonesia tidak dapat mengikuti Final Internasional MT180s.
Menurut Atase Kerja Sama Ilmiah dan Teknologi di Kedutaan Besar Perancis di Indonesia, Prof Dr Ing Nicolas Gascoin DEA MBA, larangan ini dikarenakan penyelenggaran MT180s diselenggarakan di Perancis. “Indonesia tidak diperkenankan mengikuti Final Internasional MT180s di Swiss dikarenakan final nasional MT180s Indonesia dilaksanakan di Poitiers bukan di Indonesia,” jelasnya.
Kompetisi MT180s ini diselenggarakan oleh Kedutaan Besar (Kedubes) Perancis di Indonesia sebagai salah satu rangkaian acara 10th Joint Working Group antara Indonesia dan Perancis. Mereka bekerja sama dengan Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Republik Indonesia (Kemenristek Dikti), Institut Français Indonesia, serta Université Confédérale Léonard de Vinci.
(kri)