DPR Sebut Pidato Nadiem Belum Sentuh Persoalan Guru Indonesia
A
A
A
JAKARTA - Wakil Ketua Komisi X DPR, Abdul Fikri Faqih menyayangkan pidato Menteri Pendidikan dan Kebudayaan dan Pendidikan Tinggi (Mendikbud Dikti) Nadiem Anwar Makarim yang belum menyentuh persoalan guru di Indonesia.
“Maksudnya bagus, agar meningkatkan awareness guru terhadap anak didik mereka, tapi persoalan guru nasional saat ini mengkhawatirkan, kita menunggu terobosan,” ujar Fikri mengomentari pidato Nadiem menyambut Hari Guru Nasional yang bertepatan pada 25 November dan diunggah di akun resmi Kemendikbud tersebut di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Selasa (26/11/2019).
Fikri mengakui bahwa memang ada problem kurikulum yang sulit diikuti guru dan juga murid, selain itu juga bongkar pasang kebijakan seolah semua pendidik dipaksa bereksperimen. Namun, saat ini posisi Nadiem adalah pembuat kebijakan yang tugasnya menemukan solusi atas beragam permasalahan pendidikan, khususnya terkait guru.
“Masalah guru di Indonesia mulai dari jumlah, kualitas, sampai kesejahteraan pendidik itu mestinya jadi prioritas,” imbuh mantan guru ini.
Kemudian, lanjut Fikri, berdasarkan data Kemendikbud, secara nasional tahun ini terdapat kekurangan 746.121 guru di sekolah negeri seiring adanya 62.759 guru yang akan pensiun. Jumlah tersebut diprediksi akan terus meningkat, dimana pada tahun 2021, jumlah guru pensiun mencapai 69.757. Bahkan, dalam satu kesempatan, mantan Mendikbud Muhadjir Effendy pernah meminta para guru yang sudah pensiun tahun ini agar tetap mengajar, sampai guru pengganti ada.
“Kondisi ini menunjukkan sudah darurat pasokan guru,” ucapnya.
Selain itu, Fikri melanjutkan masih terdapat 1,62 juta guru yang belum tersertifikasi. Padahal sertifikasi bertujuan agar guru memiliki kualitas akademik dan kompetensi yang mumpuni dan target untuk dirampungkan tahun ini sulit tercapai. Begitu juga soal kesejahteraan guru yang saat ini masih terdapat 736 ribu guru honorer dengan upah hanya beberapa ratus ribu rupiah yang jumlahnya jauh di bawah upah minimum provinsi dan kabupaten kota.
Menurut Politikus PKS ini, skema pemerintah yang dijanjikan di depan DPR beberapa waktu lalu adalah diangkat menjadi CPNS bagi yang masih berusia di bawah 35 tahun. Selain itu, diangkat menjadi pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (P3K). Namun pengangkatan P3K ini mesti melewati penganggaran di APBD masing-masing daerah, artinya paling cepat tahun depan terealisasi.
“Upah guru di Indonesia juga termasuk yang paling rendah di Asia Tenggara. Dibandingkan Singapura, Malaysia, Thailand, Brunei, dan bahkan Filipina, gaji guru kita paling rendah,” bebernya.
Lebih dari itu, dia menambahkan, berdasarkan data Unesco menyebutkan besaran gaji guru di Singapura mencapai Rp57 juta per bulan, di Brunei mencapai Rp24 juta/bulan, Malaysia Rp22 juta/bulan, Thailand Rp12 juta/bulan, atau Filipina yang sudah lebih menghargai guru dengan upah minimal Rp10 juta/bulan. Di Indonesia sangat tidak cukup dengan minimal UMK atau UMP, seharusnya gaji guru minimal dua kali UMK.
“Di Hari Guru saat ini, mesti ditegaskan adalah kejelasan atas nasib guru. Ada kaitan kuat dengan penganggaran, sebutkan besaran anggaran pastinya, kami siap bahas di DPR,” tutup Fikri.
“Maksudnya bagus, agar meningkatkan awareness guru terhadap anak didik mereka, tapi persoalan guru nasional saat ini mengkhawatirkan, kita menunggu terobosan,” ujar Fikri mengomentari pidato Nadiem menyambut Hari Guru Nasional yang bertepatan pada 25 November dan diunggah di akun resmi Kemendikbud tersebut di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Selasa (26/11/2019).
Fikri mengakui bahwa memang ada problem kurikulum yang sulit diikuti guru dan juga murid, selain itu juga bongkar pasang kebijakan seolah semua pendidik dipaksa bereksperimen. Namun, saat ini posisi Nadiem adalah pembuat kebijakan yang tugasnya menemukan solusi atas beragam permasalahan pendidikan, khususnya terkait guru.
“Masalah guru di Indonesia mulai dari jumlah, kualitas, sampai kesejahteraan pendidik itu mestinya jadi prioritas,” imbuh mantan guru ini.
Kemudian, lanjut Fikri, berdasarkan data Kemendikbud, secara nasional tahun ini terdapat kekurangan 746.121 guru di sekolah negeri seiring adanya 62.759 guru yang akan pensiun. Jumlah tersebut diprediksi akan terus meningkat, dimana pada tahun 2021, jumlah guru pensiun mencapai 69.757. Bahkan, dalam satu kesempatan, mantan Mendikbud Muhadjir Effendy pernah meminta para guru yang sudah pensiun tahun ini agar tetap mengajar, sampai guru pengganti ada.
“Kondisi ini menunjukkan sudah darurat pasokan guru,” ucapnya.
Selain itu, Fikri melanjutkan masih terdapat 1,62 juta guru yang belum tersertifikasi. Padahal sertifikasi bertujuan agar guru memiliki kualitas akademik dan kompetensi yang mumpuni dan target untuk dirampungkan tahun ini sulit tercapai. Begitu juga soal kesejahteraan guru yang saat ini masih terdapat 736 ribu guru honorer dengan upah hanya beberapa ratus ribu rupiah yang jumlahnya jauh di bawah upah minimum provinsi dan kabupaten kota.
Menurut Politikus PKS ini, skema pemerintah yang dijanjikan di depan DPR beberapa waktu lalu adalah diangkat menjadi CPNS bagi yang masih berusia di bawah 35 tahun. Selain itu, diangkat menjadi pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (P3K). Namun pengangkatan P3K ini mesti melewati penganggaran di APBD masing-masing daerah, artinya paling cepat tahun depan terealisasi.
“Upah guru di Indonesia juga termasuk yang paling rendah di Asia Tenggara. Dibandingkan Singapura, Malaysia, Thailand, Brunei, dan bahkan Filipina, gaji guru kita paling rendah,” bebernya.
Lebih dari itu, dia menambahkan, berdasarkan data Unesco menyebutkan besaran gaji guru di Singapura mencapai Rp57 juta per bulan, di Brunei mencapai Rp24 juta/bulan, Malaysia Rp22 juta/bulan, Thailand Rp12 juta/bulan, atau Filipina yang sudah lebih menghargai guru dengan upah minimal Rp10 juta/bulan. Di Indonesia sangat tidak cukup dengan minimal UMK atau UMP, seharusnya gaji guru minimal dua kali UMK.
“Di Hari Guru saat ini, mesti ditegaskan adalah kejelasan atas nasib guru. Ada kaitan kuat dengan penganggaran, sebutkan besaran anggaran pastinya, kami siap bahas di DPR,” tutup Fikri.
(kri)