Menristek Percepat Inovasi dengan Program Triple Helix

Sabtu, 21 Desember 2019 - 06:07 WIB
Menristek Percepat Inovasi...
Menristek Percepat Inovasi dengan Program Triple Helix
A A A
JAKARTA - Pemerintah akan mengejar inovasi dengan menerapkan program triple helix. Yakni menyinergikan antara dunia usaha, lembaga penelitian, dan pemerintah.

Menteri Riset teknologi/Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional (Menristek/Kepala BRIN) Bambang Brodjonegoro mengatakan, pemerintah akan berupaya memfasilitasi interaksi dan kolaborasi yang lebih erat antara dunia usaha dan dunia penelitian yang diwakili LPNK (Lembaga Pemerintah Non-kementerian) serta perguruan tinggi.

“Harapannya adalah ada perguruan tinggi yang melakukan penelitian, mereka melakukan penelitian yang mengarah pada inovasi yang dibutuhkan oleh masyarakat, diterima oleh market, dan memiliki nilai komersial,” tandas Bambang saat membuka “Business Innovation Gathering (BIG) 2019” di Jakarta, kemarin.

Bambang berharap, dunia usaha pun bisa mengembangkan divisi riset dan pengembangan sebagai pusat pengembangan inovasi di perusahaan. Sehingga juga akan muncul inovasi yang tepat guna dan dibutuhkan masyarakat yang secara langsung bisa memperbaiki kehidupan di masyarakat.

Swedia, ujarnya, menjadi contoh negara yang paling inovatif di dunia meski jumlah penduduknya hanya 10 juta. Inovasi di Swedia simpel, namun dipakai banyak di masyarakat. Dia mencontohkan teknologi bluetooth, Skype, Spotify dan juga furnitur merk Ikea.

“Mereka bukan hanya pedagang, mereka adalah perusahaan yang melakukan produk development secara serius menggunakan RnD. Jadi meskipun itu furnitur tapi perusahaan furnitur yang ada produk baru. Tidak hanya membeli lisensi tapi mengembangkan sendiri. Di situ baru kita bicara value added yaitu bukan pada manufacturing, marketing, atau sell, tapi pada produk desain dan development,” ujarnya.

Bambang menjelaskan, BIG 2019 adalah ajang promosi dan penyebaran informasi berbagai hasil produk inovatif antara lembaga riset dan industri serta sarana strategis bagi industri inovatif untuk mendapatkan investor, menambah jejaring bisnis, menggali kerja sama, serta kontrak bisnis baru dengan berbagai mitra usaha di era revolusi industri yang memunculkan banyak ketidakpastian sekaligus peluang.

“Revolusi industri menjadi titik awal perkembangan teknologi. Kondisi global di era saat ini di mana digitalisasi dan disrupsi memunculkan sebuah dunia baru yang penuh ketidakpastian,” ujarnya. Bambang mengatakan, era disrupsi dan digitalisasi memberikan manfaat yang cukup besar. Digitalisasi dan automatisasi akan mengurangi tenaga kerja yang selama ini dibutuhkan.

Namun, juga akan memunculkan lapangan pekerjaan yang belum pernah ada sebelumnya. “Karena itu, pemerintah harus mendorong terjadinya kolaborasi antara pemerintah, bisnis, dan akademisi. Dari Kolaborasi ini diharapkan muncul semangat saling menguatkan,” tandasnya.

Plt Deputi Penguatan Inovasi Kemenristek/BRIN Jumain Appe mengatakan, kegiatan Forum BIG 2019 ini dihadiri sekitar 300 peserta baik dari lemlitbang, perguruan tinggi, dan industri. “BIG 2019 menjadi ajang publikasi kita bahwa sudah banyak upaya yang kita lakukan dalam rangka meningkatkan hilirisasi riset dan inovasi,” ungkapnya.
(don)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.9671 seconds (0.1#10.140)