Kantongi Pengakuan Negara, Pejabat yang Menolak Ijazah Pesantren Bisa Digugat di PTUN

Selasa, 21 November 2023 - 11:14 WIB
Sosialisasi UU No 18 Tahun 2019 tentang Pesantren di Pondok Pesantren Roudlotul Ulum, Cidahu, Banten, Senin (20/11/23). Foto/Istimewa.
JAKARTA - Pendidikan pesantren kini telah mengantongi pengakuan negara, setelah diundangkannya UU No 18 Tahun 2019 tentang Pesantren. Dengan pengakuan ini, pihak yang tidak mengakui legalitas ijazah pesantren akan berhadapan dengan hukum.

Pada acara Sosialisasi UU No 18 Tahun 2019 tentang Pesantren di Pondok Pesantren Roudlotul Ulum, Cidahu, Banten, Senin (20/11/23) disebutkan, saat ini lembaga pendidikan 'sarungan' telah memiliki legalitas yang jelas. Untuk itu tidak boleh ada lagi entitas atau lembaga yang menolak ijazah pesantren dengan mempermasalahkan legalitasnya.

Dalam acara bertema "Profil Santri Indonesia, Dewan Masyayikh, dan Rancangan Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan Pesantren" itu dibahas, negara telah merekognisi pendidikan pesantren dalam bentuk aslinya yang dulu dikenal sebagai pendidikan salafiyah.

Dengan demikian semua instansi tidak boleh menolak ijazah pesantren apabila recquirement-nya terpenuhi, termasuk lembaga kepolisian, TNI, dan sekolah kedinasan. Yang menyebabkan alumni pesantren tidak lolos seleksi adalah ujian, bukan syarat administratif atau legalitas ijazah.

Baca juga: Majelis Masyayikh Uji Publik Dokumen Standar Mutu Pesantren



"Setelah negara memberikan pengakuan penuh, maka kini pesantren tak lagi menghadapi isu rekognisi negara, akan tetapi kualitas lulusannya," ujar Pengasuh pesantren Al-Anwar, KH. Abdul Ghofur Maimoen, dalam keterangan resmi, Selasa (21/11/2023).

Gus Ghofur meminta semua pihak memahami substansi UU No 18 Tentang Pesantren, yang memberikan derajat setara antara pendidikan formal dan non formal. Secara umum alumni pesantren dan sekolah umum derajatnya sama, hanya dibedakan pada pilihan spesialisasi atau kompetensi bidang.

Peristiwa penolakan ijazah pesantren sempat terjadi di Kabupaten Blora, Jawa Tengah, tahun 2021 lalu, ketika seorang perangkat desa bernama Akhmad Agus Imam Sobirin (41) yang telah lulus serangkaian ujian tidak dapat dilantik sebagai Sekretaris Desa. Pemkab Blora menganulir kelulusan Agus Imam Sobirin sebagai perangkat desa Turirejo, Kecamatan Jepon, Kabupaten Blora karena hanya lulusan pesantren, tanpa memiliki ijazah formal.

Padahal mantan santri Mbah Maimoen di pesantren Al-Anwar, Sarang, Kabupaten Rembang, ini telah lolos tes komputer dengan nilai 80 atau paling tinggi di antara 26 peserta lainnya. Ia pun tidak mengalami masalah saat pendaftaran, seleksi administratif, hingga serangkaian tes.
Dapatkan berita terbaru, follow WhatsApp Channel SINDOnews sekarang juga!
Halaman :
tulis komentar anda
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More