Momen Penuh Haru Anak Penjual Gula Jawa Dikukuhkan sebagai Guru Besar UGM
Jum'at, 02 Februari 2024 - 10:16 WIB
Sarjiya, lahir di Lendah, Kulonprogo, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) 51 tahun silam. Berasal dari keluarga sederhana tak membuat ayah ibunya buta akan pendidikan.
Ayahnya, Pudjiyono, hanyalah seorang buruh tobong labor atau pengrajin gamping dan ibunya, Sumirah hanya pedagang gula jawa keliling namun ingin Sarjiya studi setinggi-tingginya.
Baca juga: UGM Jadi Kampus Pencetak Guru Besar Terbanyak di 2023, Fakultas Teknik Tertinggi
“Bapak dan Ibu waktu itu berani membuat keputusan untuk mengizinkan dan membiayai saya melanjutkan sekolah,” katanya, dikutip dari laman UGM, Jumat (2/2/2024).
Ia bercerita, kedua orang tuanya tidak memiliki kemampuan baca dan tulis karena tidak pernah merasakan duduk di bangku sekolah. Meski begitu, keduanya tetap gigih menyekolahkan dirinya meski keputusan itu harus mengorbankan pendidikan adik perempuannya.
“Secara khusus saya mohon maaf kepada adikku, Suparsih, yang waktu itu terpaksa tidak bisa melanjutkan ke bangku SMA, meskipun dengan nilai ujian SMP yang sangat baik, karena kondisi ekonomi keluarga yang tidak memungkinkan untuk membiayai sekolah kita berdua secara bersamaan," ungkapnya.
"Semoga pengorbanan kakak-kakak dan adikku mendapatkan imbalan kebaikan yang lebih banyak dari Tuhan Yang Maha Esa,” kata anak keempat dari lima bersaudara ini.
Usai menyampaikan pidato, Sarjiya langsung mendatangi sang ibunda sambil bersujud. Ia memeluk ibundanya dengan erat. Selanjutnya ia menyalami empat saudari perempuannya.
Sayang, sang Ayah tidak hadir di momen pengukuhan dirinya karena sudah berpulang. “Maturnuwun Bu,” kata Sarjiya terbata-bata.
Ayahnya, Pudjiyono, hanyalah seorang buruh tobong labor atau pengrajin gamping dan ibunya, Sumirah hanya pedagang gula jawa keliling namun ingin Sarjiya studi setinggi-tingginya.
Baca juga: UGM Jadi Kampus Pencetak Guru Besar Terbanyak di 2023, Fakultas Teknik Tertinggi
“Bapak dan Ibu waktu itu berani membuat keputusan untuk mengizinkan dan membiayai saya melanjutkan sekolah,” katanya, dikutip dari laman UGM, Jumat (2/2/2024).
Kedua Orang Tua Buta Huruf
Ia bercerita, kedua orang tuanya tidak memiliki kemampuan baca dan tulis karena tidak pernah merasakan duduk di bangku sekolah. Meski begitu, keduanya tetap gigih menyekolahkan dirinya meski keputusan itu harus mengorbankan pendidikan adik perempuannya.
“Secara khusus saya mohon maaf kepada adikku, Suparsih, yang waktu itu terpaksa tidak bisa melanjutkan ke bangku SMA, meskipun dengan nilai ujian SMP yang sangat baik, karena kondisi ekonomi keluarga yang tidak memungkinkan untuk membiayai sekolah kita berdua secara bersamaan," ungkapnya.
"Semoga pengorbanan kakak-kakak dan adikku mendapatkan imbalan kebaikan yang lebih banyak dari Tuhan Yang Maha Esa,” kata anak keempat dari lima bersaudara ini.
Usai menyampaikan pidato, Sarjiya langsung mendatangi sang ibunda sambil bersujud. Ia memeluk ibundanya dengan erat. Selanjutnya ia menyalami empat saudari perempuannya.
Sayang, sang Ayah tidak hadir di momen pengukuhan dirinya karena sudah berpulang. “Maturnuwun Bu,” kata Sarjiya terbata-bata.
tulis komentar anda