Akademisi UI: Telah Bertransformasi Jadi Budaya Indonesia, Wayang Potehi Harus Dilestarikan
Sabtu, 24 Februari 2024 - 13:24 WIB
Oleh karenanya, Woro dan komunitas Rumah Cinwa bertekad untuk terus melestarikan wayang Potehi. “Karena ini merupakan bagian dari upaya merawat kebhinekaan Indonesia,” pungkasnya.
Profesor Josh Stenberg, ahli kebudayaan Tionghoa dari University of Sydney, Australia, menyampaikan hasil penelusuran dan penelitiannya yang memperlihatkan bagaimana wayang Potehi, sebuah pertunjukan wayang dengan sarung tangan yang telah menjadi populer di Provinsi Hokien di daratan Tiongkok pada abad-abad lalu, bertransformasi menjadi bagian dari budaya dan masyarakat Indonesia.
Pertunjukan tersebut dibawa oleh para imigran asal Tiongkok ke Asia Tenggara sekitar akhir abad ke-19 hingga pertengahan abad ke-20. Di Indonesia, menurut Profesor Stenberg, pertunjukan wayang tersebut pertama kali berkembang di Semarang.
Yang menarik, dalam pandangan ahli Tionghoa yang fasih berbahasa Mandarin itu, wayang Potehi telah mengalami proses ‘indigenisasi,’ (pempribumian) yaitu sebuah proses yang menjadi budaya awalnya berasal dari luar Indonesia menjadi sebuah budaya yang berakar dan mengandung unsur-unsur lokal di Indonesia.
“Orang-orang dari Taiwan dan Daratan Tiongkok, yang merupakan negeri asal wayang potehi, akan mengalami kesulitan untuk memahami pertunjukan wayang potehi di Indonesia,” tutur Stenberg.
Pada sisi lain, menurut Stenberg, di antara orang-orang yang terlibat dalam pertunjukan wayang Potehi, termasuk mereka yang mempertunjukannya, terdapat sejumlah besar orang-orang non-Tionghoa.
Oleh karenanya, Profesor Stenberg berpandangan bahwa wayang potehi telah menjadi fenomena “pasca etnik”, karena meski berasal dari Tiongkok, ia tak lagi dipertunjukan menggunakan bahasa Tionghoa, dan telah mengandung berbagai unsur yang bukan lagi Tionghoa.
“Potehi telah menjadi sepenuhnya Indonesia. Pertunjukan ini bukan menjadi duta bagi budaya etnik Tionghoa, tetapi sebagai simbol dari budaya antar-etnik,” pungkasnya.
Ketua FSI Johanes Herlijanto menyatakan bahwa hadirnya budaya Tionghoa yang bercorak hibrid dan mengandung nilai-nilai keindonesiaan di atas juga akan berdampak secara positif bagi posisi etnik Tionghoa di Indonesia.
Profesor Josh Stenberg, ahli kebudayaan Tionghoa dari University of Sydney, Australia, menyampaikan hasil penelusuran dan penelitiannya yang memperlihatkan bagaimana wayang Potehi, sebuah pertunjukan wayang dengan sarung tangan yang telah menjadi populer di Provinsi Hokien di daratan Tiongkok pada abad-abad lalu, bertransformasi menjadi bagian dari budaya dan masyarakat Indonesia.
Pertunjukan tersebut dibawa oleh para imigran asal Tiongkok ke Asia Tenggara sekitar akhir abad ke-19 hingga pertengahan abad ke-20. Di Indonesia, menurut Profesor Stenberg, pertunjukan wayang tersebut pertama kali berkembang di Semarang.
Yang menarik, dalam pandangan ahli Tionghoa yang fasih berbahasa Mandarin itu, wayang Potehi telah mengalami proses ‘indigenisasi,’ (pempribumian) yaitu sebuah proses yang menjadi budaya awalnya berasal dari luar Indonesia menjadi sebuah budaya yang berakar dan mengandung unsur-unsur lokal di Indonesia.
“Orang-orang dari Taiwan dan Daratan Tiongkok, yang merupakan negeri asal wayang potehi, akan mengalami kesulitan untuk memahami pertunjukan wayang potehi di Indonesia,” tutur Stenberg.
Pada sisi lain, menurut Stenberg, di antara orang-orang yang terlibat dalam pertunjukan wayang Potehi, termasuk mereka yang mempertunjukannya, terdapat sejumlah besar orang-orang non-Tionghoa.
Oleh karenanya, Profesor Stenberg berpandangan bahwa wayang potehi telah menjadi fenomena “pasca etnik”, karena meski berasal dari Tiongkok, ia tak lagi dipertunjukan menggunakan bahasa Tionghoa, dan telah mengandung berbagai unsur yang bukan lagi Tionghoa.
“Potehi telah menjadi sepenuhnya Indonesia. Pertunjukan ini bukan menjadi duta bagi budaya etnik Tionghoa, tetapi sebagai simbol dari budaya antar-etnik,” pungkasnya.
Ketua FSI Johanes Herlijanto menyatakan bahwa hadirnya budaya Tionghoa yang bercorak hibrid dan mengandung nilai-nilai keindonesiaan di atas juga akan berdampak secara positif bagi posisi etnik Tionghoa di Indonesia.
tulis komentar anda