Kisah Letkol Tek. YH Yogaswara, Prajurit TNI Penerima Beasiswa LPDP Paling Awal
Jum'at, 01 November 2024 - 13:00 WIB
Setelah melalui seleksi, Letkol Yoga terpilih sebagai satu dari empat anggota TNI AU penerima beasiswa LPDP gelombang PK-006, salah satu yang pertama mendapat manfaat program ini.
Perjuangannya baru dimulai. Gelar Ph.D. sering disebut sebagai "maraton" yang memerlukan ketahanan, kesabaran, dan strategi matang. “Di Korea, budaya kerja sangat cepat atau ppali-ppali, segalanya harus berkualitas dalam waktu singkat. Di KAIST, salah satu kampus paling inovatif, saya seperti di ‘neraka engineering’,” kenangnya tentang tantangan akademiknya.
Selama masa studi, KAIST memperkuat dukungan kesehatan mental menyusul tingginya angka bunuh diri. Seluruh mahasiswa diwajibkan menjalani kesehatan fisik dan mental.
“Pada tahun ketiga, hasil pemeriksaan menunjukkan saya mengalami gejala depresi. Alhamdulillah, saya berhasil mengatasinya berkat dukungan keluarga sebagai sistem pendukung yang kuat,” ungkapnya.
Beruntung, keluarga inti yang menjadi pilar kehidupannya ikut bersamanya ke Korea. Sang istri, yang juga menghadapi tantangan serupa karena sedang menempuh studi doktoral di Chungnam National University, memberikan dukungan besar.
Meski menghadapi berbagai ujian, mereka berhasil melalui tantangan hidup sebagai mahasiswa doktoral. Kenangan tersebut ia sampaikan dengan senyum penuh rasa bangga dan lega atas tahap penting yang berhasil ia lewati.
Dengan ilmu yang ia bawa dari KAIST, ia merombak dan membakukan tata kelola penelitian dan pengembangan alutsista yang selama ini masih digarap konvensional bahkan terkesan ala kadarnya.
Penelitian alutsista di negara maju manapun berawal dari tata kelola yang baik, berkat penerapan system engineering yang ia hadirkan di TNI Angkatan Udara, penelitian dan pengembangan alutsista menjadi lebih disiplin dan meminimalkan risiko kegagalan.
Dengan disiplin riset yang tepat, baru-baru ini Letkol Yoga dan tim mampu mengembangkan berbagai jenis bom, roket, maupun pesawat terbang tanpa awak.
Perjuangannya baru dimulai. Gelar Ph.D. sering disebut sebagai "maraton" yang memerlukan ketahanan, kesabaran, dan strategi matang. “Di Korea, budaya kerja sangat cepat atau ppali-ppali, segalanya harus berkualitas dalam waktu singkat. Di KAIST, salah satu kampus paling inovatif, saya seperti di ‘neraka engineering’,” kenangnya tentang tantangan akademiknya.
Selama masa studi, KAIST memperkuat dukungan kesehatan mental menyusul tingginya angka bunuh diri. Seluruh mahasiswa diwajibkan menjalani kesehatan fisik dan mental.
“Pada tahun ketiga, hasil pemeriksaan menunjukkan saya mengalami gejala depresi. Alhamdulillah, saya berhasil mengatasinya berkat dukungan keluarga sebagai sistem pendukung yang kuat,” ungkapnya.
Beruntung, keluarga inti yang menjadi pilar kehidupannya ikut bersamanya ke Korea. Sang istri, yang juga menghadapi tantangan serupa karena sedang menempuh studi doktoral di Chungnam National University, memberikan dukungan besar.
Meski menghadapi berbagai ujian, mereka berhasil melalui tantangan hidup sebagai mahasiswa doktoral. Kenangan tersebut ia sampaikan dengan senyum penuh rasa bangga dan lega atas tahap penting yang berhasil ia lewati.
Pulang ke Tanah Air Berbekal Imu untuk Kuatkan Pertahanan Indonesia
Dengan ilmu yang ia bawa dari KAIST, ia merombak dan membakukan tata kelola penelitian dan pengembangan alutsista yang selama ini masih digarap konvensional bahkan terkesan ala kadarnya.
Penelitian alutsista di negara maju manapun berawal dari tata kelola yang baik, berkat penerapan system engineering yang ia hadirkan di TNI Angkatan Udara, penelitian dan pengembangan alutsista menjadi lebih disiplin dan meminimalkan risiko kegagalan.
Dengan disiplin riset yang tepat, baru-baru ini Letkol Yoga dan tim mampu mengembangkan berbagai jenis bom, roket, maupun pesawat terbang tanpa awak.
tulis komentar anda