Ini Cara Kemendikbud Tumbuhkan Kecintaan Anak Muda tentang Sejarah Kemerdekaan
Senin, 02 November 2020 - 10:50 WIB
Selepas pemaparan dari narasumber pertama, moderator mengajak para peserta berpartisipasi aktif mengikuti kuis melalui platform Slido. Para peserta diuji wawasannya mengenai ruang yang ada di Museum Kebangkitan Nasional. Adapun kuis dibagi berdasarkan tiap jenjang sekolah dan perguruan tinggi.
Berikutnya, para peserta diajak mengunjungi Museum Sumpah Pemuda secara virtual bersama edukator Dwi Nurdadi. “Dulu, para pemuda mendirikan organisasi-organisasi pemuda seperti Jong Java dan Jong Sumatra. Saat itu, sifat organisasi masih kedaerahan. Kemudian pada saat Kongres Pemuda II tanggal 27 – 28 Oktober 2020, sifat perjuangan pemuda sudah tidak lagi keagamaan atau kedaerahan, tapi sudah satu suara ingin merdeka,” terang Dwi.
“Selain aktif mendiskusikan politik, para pemuda juga tetap asyik beraktivitas kepemudaan, seperti kesenian, olahraga, dan kepanduan (sekarang pramuka),” katanya.
Dalam penjelasanya, Dwi menceritakan bahwa teks awal lagu ‘Indonesia Raya’ karya WR Supratman awalnya berlirik ‘Indonesia Raya, mulia, mulia. “Sebab saat itu, kata ‘merdeka’ sangat tabu diucapkan. Pada 1944, kata ‘mulia’ diganti menjadi ‘merdeka’,” tambah Dwi.
Setelah rangkaian tur virtual museum selesai, moderator mengajak peserta berpartisipasi aktif mengikuti kuis interaktif. Para siswa diuji pengetahuannya seputar Sumpah Pemuda.
Atlet muda panjat tebing nasional, Aries Susanti Rahayu pun turut hadir memotivasi para peserta didik yang hadir pada webinar ini sebagai narasumber yang ketiga. Aries mengaku bahwa ucapan negatif di sekitar yang meremehkan dirinya, justru memacu dia untuk berprestasi bahkan sampai ke tingkat nasional.
Selanjutnya, peserta kembali diajak bertualang secara digital bersama Kak Yuni dari Museum Perumusan Naskah Proklamasi. Museum ini aslinya adalah rumah Laksamana Maeda yang kemudian dipakai para pemuda untuk berkumpul mempersiapkan kemerdekaan. Museum ini juga makin modern dengan fitur digital museum, video mapping, dan komik digital.
Sebagai penutup acara, Kepala Puspeka, Hendarman menyatakan, “Kita harus mengetahui sejarah untuk menjadi lebih baik. Kita harus bersatu, sebab tanpa persatuan kita runtuh. Mari bersatu di atas segala perbedaan dan membiasakan diri melihat perbedaan. Kita harus sama-sama berjuang untuk bangsa ini, bukan untuk diri sendiri saja, tapi untuk kita semua." pungkasnya.
Berikutnya, para peserta diajak mengunjungi Museum Sumpah Pemuda secara virtual bersama edukator Dwi Nurdadi. “Dulu, para pemuda mendirikan organisasi-organisasi pemuda seperti Jong Java dan Jong Sumatra. Saat itu, sifat organisasi masih kedaerahan. Kemudian pada saat Kongres Pemuda II tanggal 27 – 28 Oktober 2020, sifat perjuangan pemuda sudah tidak lagi keagamaan atau kedaerahan, tapi sudah satu suara ingin merdeka,” terang Dwi.
“Selain aktif mendiskusikan politik, para pemuda juga tetap asyik beraktivitas kepemudaan, seperti kesenian, olahraga, dan kepanduan (sekarang pramuka),” katanya.
Dalam penjelasanya, Dwi menceritakan bahwa teks awal lagu ‘Indonesia Raya’ karya WR Supratman awalnya berlirik ‘Indonesia Raya, mulia, mulia. “Sebab saat itu, kata ‘merdeka’ sangat tabu diucapkan. Pada 1944, kata ‘mulia’ diganti menjadi ‘merdeka’,” tambah Dwi.
Setelah rangkaian tur virtual museum selesai, moderator mengajak peserta berpartisipasi aktif mengikuti kuis interaktif. Para siswa diuji pengetahuannya seputar Sumpah Pemuda.
Atlet muda panjat tebing nasional, Aries Susanti Rahayu pun turut hadir memotivasi para peserta didik yang hadir pada webinar ini sebagai narasumber yang ketiga. Aries mengaku bahwa ucapan negatif di sekitar yang meremehkan dirinya, justru memacu dia untuk berprestasi bahkan sampai ke tingkat nasional.
Selanjutnya, peserta kembali diajak bertualang secara digital bersama Kak Yuni dari Museum Perumusan Naskah Proklamasi. Museum ini aslinya adalah rumah Laksamana Maeda yang kemudian dipakai para pemuda untuk berkumpul mempersiapkan kemerdekaan. Museum ini juga makin modern dengan fitur digital museum, video mapping, dan komik digital.
Sebagai penutup acara, Kepala Puspeka, Hendarman menyatakan, “Kita harus mengetahui sejarah untuk menjadi lebih baik. Kita harus bersatu, sebab tanpa persatuan kita runtuh. Mari bersatu di atas segala perbedaan dan membiasakan diri melihat perbedaan. Kita harus sama-sama berjuang untuk bangsa ini, bukan untuk diri sendiri saja, tapi untuk kita semua." pungkasnya.
(mpw)
tulis komentar anda