KPAI: PJJ Timbulkan Disparitas Digital Kaya-Miskin dan Jawa-Luar Jawa
Minggu, 24 Januari 2021 - 14:05 WIB
BOGOR - Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Retno Listiyarti menjelaskan sebagaimana telah diungkapkan oleh pihak Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) selama 10 bulan ini telah terjadi disparitas digital.
"Dari data KPAI sendiri, pertama adalah munculnya disparitas digital yang sangat lebar antara anak dari keluarga kaya dengan anak dari keluarga menengah ke bawah, apalagi miskin," kata Retno dalam Talkshow 'Nasib Siswa di Tengah Pandemi' yang disiarkan secara virtual di kanal YouTube MNC Trijaya, Sabtu (23/1/2021).
Menurut Retno, pemandangan disparitas itu sangat jauh yang artinya ada korelasi dengan kondisi ekonomi. Sehingga terpengaruh atas PJJ di masa pandemi. "Kemudian disparitas digital ini pun terjadi antara sekolah-sekolah atau anak-anak atau guru-guru, yang berada diperkotaan dengan dipedesaan," katanya.
Jadi, lanjut Retno, yang dipedesaaan itu jauh lebih tertinggal daripada yang di perkotaan, kemudian disparitas itu akan semakin lebar, saat dilihat dari geografis Jawa dan luar Jawa.
"Berdasarkan data kami, memang ada 1.700 siswa di awal ketika PJJ, namun ketika survei kami pada Juni, menjelang masuk Tahun Ajaran Baru Juli 2020, itu kami melakukan survei, yang diikuti 196.555 orang tua mereka menyatakan tidak bersedia untuk sekolah tatap muka atau pembelajaran tatap muka (PTM)," kata Retno.
Lalu ada murid dan guru yang ditanya, kalau orang tua siswa 66 persen tidak setuju sekolah dibuka lagi atau PTM, maka muridnya atau anaknya berbeda pendapatnya dengan orang tua.
"Hasil survei 63,7 persen siswa menyatakan setuju untuk dibuka kembali sekolah. Kemudian guru juga menyatakan setuju 54 persen, 46 persen guru tidak setuju," ungkapnya.
Kemudian, pihak KPAI kembali melakukan survei yang kedua, tujuannya untuk mendalami suara anak terkait alasanya setuju ingin segera PTM.
"Itu lantaran jumlah ini naik angkanya, jadi kalau sebelumnya 63,7 persen sekarang mencapai 78 persen anak yang setuju sekolah dibuka kembali dan jumlah responden yang berpartisipasi, di dalam survei kami adalah 62.448. Jadi jumlahnya memang cukup tinggi yang menginginkan sekolah," katanya.
"Dari data KPAI sendiri, pertama adalah munculnya disparitas digital yang sangat lebar antara anak dari keluarga kaya dengan anak dari keluarga menengah ke bawah, apalagi miskin," kata Retno dalam Talkshow 'Nasib Siswa di Tengah Pandemi' yang disiarkan secara virtual di kanal YouTube MNC Trijaya, Sabtu (23/1/2021).
Menurut Retno, pemandangan disparitas itu sangat jauh yang artinya ada korelasi dengan kondisi ekonomi. Sehingga terpengaruh atas PJJ di masa pandemi. "Kemudian disparitas digital ini pun terjadi antara sekolah-sekolah atau anak-anak atau guru-guru, yang berada diperkotaan dengan dipedesaan," katanya.
Jadi, lanjut Retno, yang dipedesaaan itu jauh lebih tertinggal daripada yang di perkotaan, kemudian disparitas itu akan semakin lebar, saat dilihat dari geografis Jawa dan luar Jawa.
"Berdasarkan data kami, memang ada 1.700 siswa di awal ketika PJJ, namun ketika survei kami pada Juni, menjelang masuk Tahun Ajaran Baru Juli 2020, itu kami melakukan survei, yang diikuti 196.555 orang tua mereka menyatakan tidak bersedia untuk sekolah tatap muka atau pembelajaran tatap muka (PTM)," kata Retno.
Lalu ada murid dan guru yang ditanya, kalau orang tua siswa 66 persen tidak setuju sekolah dibuka lagi atau PTM, maka muridnya atau anaknya berbeda pendapatnya dengan orang tua.
"Hasil survei 63,7 persen siswa menyatakan setuju untuk dibuka kembali sekolah. Kemudian guru juga menyatakan setuju 54 persen, 46 persen guru tidak setuju," ungkapnya.
Kemudian, pihak KPAI kembali melakukan survei yang kedua, tujuannya untuk mendalami suara anak terkait alasanya setuju ingin segera PTM.
"Itu lantaran jumlah ini naik angkanya, jadi kalau sebelumnya 63,7 persen sekarang mencapai 78 persen anak yang setuju sekolah dibuka kembali dan jumlah responden yang berpartisipasi, di dalam survei kami adalah 62.448. Jadi jumlahnya memang cukup tinggi yang menginginkan sekolah," katanya.
tulis komentar anda