Manfaatkan Bakteri, Profesor ITS Kurangi Risiko Penggunaan Lahan Gambut
Rabu, 21 April 2021 - 02:23 WIB
Bakteri gambut tersebut, lanjutnya, mampu mendekomposisi serat gambut lebih dari 80 persen. Bakteri yang disebut-sebut sebagai bakteri unggul itu juga dapat dilepas kembali ke lahan gambut agar dapat berkembang biak.
“Hal tersebut dilakukan agar ketika gambut yang berfungsi sebagai sumber nutrisi sudah habis, bakteri dapat beralih ke gambut di sekitarnya untuk mencukupi nutrisi,” paparnya.
Di samping itu, untuk kasus logam berat, Merkuri (Hg) adalah salah satu penyumbang pencemaran terbesar lingkungan yang belum diketahui fungsi biologisnya secara jelas. Meski Menteri Kesehatan RI telah mensyaratkan konsentrasi merkuri yang diperbolehkan sebesar 0,001 ppm, namun teknik pengurangan logam berat harus segera diupayakan.
“Masalahnya, meski saat ini banyak penelitian yang dikembangkan terkait logam berat, namun biaya yang dikeluarkan cukup mahal,” tuturnya.
Bakteri memang dapat digunakan sebagai alternatif untuk bioremediasi. Strain bakteri cereus yang didapatkan dari Kalimas Surabaya, misalnya. Menurut Enny, bakteri tersebut mampu mengurangi logam Hg dan Cd lebih dari 50 % serta logam Pb, Cu, dan Fe lebih dari 75 %.
“Dengan bakteri tersebut, pemulihan pencemaran dapat lebih cepat, bersifat renewable, dan biayanya relatif murah,” tegasnya.
Menurut ibu 3 anak ini, bakteri tak boleh dipandang sebagai jasad tak kasat mata dan merugikan manusia saja. Jika dikaji lebih jauh, bakteri dapat memberikan banyak manfaat untuk kemajuan sains dan teknologi. “Ke depan, saya berharap dapat terus menyumbangkan karya kepada ITS dan bangsa Indonesia,” pungkasnya.
“Hal tersebut dilakukan agar ketika gambut yang berfungsi sebagai sumber nutrisi sudah habis, bakteri dapat beralih ke gambut di sekitarnya untuk mencukupi nutrisi,” paparnya.
Di samping itu, untuk kasus logam berat, Merkuri (Hg) adalah salah satu penyumbang pencemaran terbesar lingkungan yang belum diketahui fungsi biologisnya secara jelas. Meski Menteri Kesehatan RI telah mensyaratkan konsentrasi merkuri yang diperbolehkan sebesar 0,001 ppm, namun teknik pengurangan logam berat harus segera diupayakan.
“Masalahnya, meski saat ini banyak penelitian yang dikembangkan terkait logam berat, namun biaya yang dikeluarkan cukup mahal,” tuturnya.
Bakteri memang dapat digunakan sebagai alternatif untuk bioremediasi. Strain bakteri cereus yang didapatkan dari Kalimas Surabaya, misalnya. Menurut Enny, bakteri tersebut mampu mengurangi logam Hg dan Cd lebih dari 50 % serta logam Pb, Cu, dan Fe lebih dari 75 %.
“Dengan bakteri tersebut, pemulihan pencemaran dapat lebih cepat, bersifat renewable, dan biayanya relatif murah,” tegasnya.
Menurut ibu 3 anak ini, bakteri tak boleh dipandang sebagai jasad tak kasat mata dan merugikan manusia saja. Jika dikaji lebih jauh, bakteri dapat memberikan banyak manfaat untuk kemajuan sains dan teknologi. “Ke depan, saya berharap dapat terus menyumbangkan karya kepada ITS dan bangsa Indonesia,” pungkasnya.
(mpw)
tulis komentar anda