Ternyata, Ini Tantangan Utama Belajar para Siswa dari Dulu hingga Sekarang
Rabu, 05 Mei 2021 - 22:16 WIB
JAKARTA - Zenius , perusahaan edukasi berbasis teknologi, merilis sebuah video yang merangkum hasil dari focus group discussion bersama siswa, orang tua, dan guru terkait tantangan terbesar yang dihadapi selama belajar selama masa-masa sekolah. Kelompok siswa dan orang tua menyatakan mereka menghadapi tantangan belajar yang sama meski di era yang berbeda, yaitu sulitnya memahami konsep dasar dan terbatasnya dukungan dan fasilitas tenaga pengajar.
“Saya kadang masih kurang paham akan konsep dasar suatu materi sehingga ketika bertemu dengan soal-soal UTBK atau ujian lainnya, kita tidak tahu bagaimana cara menjawabnya,” kata Nirmala, seorang siswa kelas 12 dalam keterangan pers yang diterima SINDOnews, Rabu (5/5/2021).
Orang tua siswa, Dewi Murtiningsih juga menyampaikan bahwa dia menghadapi tantangan yang sama ketika di sekolah dulu. Seringkali pemahaman dasar dia kesampingkan agar bisa fokus pada cara cepat untuk menyelesaikan ujian.
“Jika saya bisa kembali ke bangku sekolah, saya akan berusaha untuk mencicil belajar daripada menggunakan sistem kebut semalam. Sistem tersebut hanya untuk ujian tapi tidak membuat saya mengerti kenapa jawabannya harus demikian,” katanya.
Co-Founder dan Chief Education Officer Sabda PS melihat masalah belajar yang sudah berkepanjangan ini dapat ditangani lewat cara belajar yang menekankan pada pemahaman dasar materi, tapi diterapkan secara adaptif sesuai dengan tingkat pemahaman siswa.
“Kita perlu akui dulu bahwa tingkat pemahaman siswa itu berbeda satu sama lain. Jika kita sebagai guru memaksakan tingkat pelajaran yang sama di waktu bersamaan pada semua siswa di kelas padahal sudah ada siswa yang tertinggal pemahamannya, tentu mereka yang tertinggal akan kesulitan menangkap materi apalagi menghadapi ujian,” ujar Sabda.
Survei Programme for International Student Assessment (PISA) tahun 2018 menunjukkan Indonesia berada di urutan terendah di tingkat global. Sabda menekankan salah satu alasan rendahnya peringkat PISA Indonesia ialah penilaian di sekolah hanya berfokus pada topik spesifik dan siswa sekadar menghafal materi, bukan menekankan pada kemampuan dasar siswa dalam berpikir kritis (fundamental skills).
“Saya kadang masih kurang paham akan konsep dasar suatu materi sehingga ketika bertemu dengan soal-soal UTBK atau ujian lainnya, kita tidak tahu bagaimana cara menjawabnya,” kata Nirmala, seorang siswa kelas 12 dalam keterangan pers yang diterima SINDOnews, Rabu (5/5/2021).
Orang tua siswa, Dewi Murtiningsih juga menyampaikan bahwa dia menghadapi tantangan yang sama ketika di sekolah dulu. Seringkali pemahaman dasar dia kesampingkan agar bisa fokus pada cara cepat untuk menyelesaikan ujian.
“Jika saya bisa kembali ke bangku sekolah, saya akan berusaha untuk mencicil belajar daripada menggunakan sistem kebut semalam. Sistem tersebut hanya untuk ujian tapi tidak membuat saya mengerti kenapa jawabannya harus demikian,” katanya.
Co-Founder dan Chief Education Officer Sabda PS melihat masalah belajar yang sudah berkepanjangan ini dapat ditangani lewat cara belajar yang menekankan pada pemahaman dasar materi, tapi diterapkan secara adaptif sesuai dengan tingkat pemahaman siswa.
“Kita perlu akui dulu bahwa tingkat pemahaman siswa itu berbeda satu sama lain. Jika kita sebagai guru memaksakan tingkat pelajaran yang sama di waktu bersamaan pada semua siswa di kelas padahal sudah ada siswa yang tertinggal pemahamannya, tentu mereka yang tertinggal akan kesulitan menangkap materi apalagi menghadapi ujian,” ujar Sabda.
Survei Programme for International Student Assessment (PISA) tahun 2018 menunjukkan Indonesia berada di urutan terendah di tingkat global. Sabda menekankan salah satu alasan rendahnya peringkat PISA Indonesia ialah penilaian di sekolah hanya berfokus pada topik spesifik dan siswa sekadar menghafal materi, bukan menekankan pada kemampuan dasar siswa dalam berpikir kritis (fundamental skills).
tulis komentar anda