Kebijakan New Normal, Jangan Jadikan Pesantren Episentrum Baru Corona
Kamis, 28 Mei 2020 - 18:59 WIB
JAKARTA - Penerapan kebijakan new normal atau pola hidup baru di tengah pandemi Covid-19 atau virus Corona berpotensi menimbulkan masalah baru di lingkungan pesantren jika tidak dilakukan dengan persiapan matang.
(Baca juga: Ketua Komisi X Sebut Bentuk Tim Khusus Tangani New Normal di Pesantren)
Ketua Umum Gerakan Pemuda (GP) Ansor Yaqut Cholil Qoumas mengatakan, di Indonesia ada 28.000 pesantren dan 18 juta santri yang belajar di dalamnya. Namun, selama ini negara masih abai terhadap keberadaan pesantren.
"Pesantren ini menjadi anak tiri di negeri ini. Padahal kita tahu, sejarah juga mencatat bahwa pesantren ini memiliki kontribusi yang besar atas kemerdekaan negeri ini," ujar Gus Yaqut dalam Bincang Seru Live IG SINDOnews bertajuk Menuju New Normal, Rabu 927/5/2020) malam.
Menurutnya, pesantren sangat rentan jika new normal diberlakukan tanpa terlebih dahulu ada persiapan matang. "Pesantren sangat rentan menjadi episentrum baru buat penularan Covid-19 karena rata-rata pesantren itu sangat sederhana," tuturnya.
"Saya tidak bicara pesantren besar, pesantren modern yang memang sudah mapan dan jumlahnya sedikit, pesantren kecil-kecil ini banyak, dan biasanya satu kamar bisa diisi 10-20 anak, itu bagaimana mereka bisa melakukan physical distancing sebagai syarat memperlemah penularan Covid-19," tambahnya.
Termasuk juga fasilitas wudu yang masih banyak menggunakan bak penampungan air besar yang digunakan wudu bersama-sama karena tidak ada fasilitas kran air yang mengalir.
"Saya kira situasi seperti ini jika pemerintah memberlakukan new normal tanpa memperhatikan keberadaan pesantren maka sama saja pemerintah ingin membunuh pesantren. Bukan hanya menganaktirikan, tapi menciptakan episentrum baru," ungkapnya.
Karena itu, Gus Yaqut mengaku sudah mengusulkan kepada Kementerian Agama terkait kehidupan normal baru di pesantren. Pertama, pemerintah perlu memberikan intervensi ketersediaan infrastruktur medis dan nonmedis.
(Baca juga: Ketua Komisi X Sebut Bentuk Tim Khusus Tangani New Normal di Pesantren)
Ketua Umum Gerakan Pemuda (GP) Ansor Yaqut Cholil Qoumas mengatakan, di Indonesia ada 28.000 pesantren dan 18 juta santri yang belajar di dalamnya. Namun, selama ini negara masih abai terhadap keberadaan pesantren.
"Pesantren ini menjadi anak tiri di negeri ini. Padahal kita tahu, sejarah juga mencatat bahwa pesantren ini memiliki kontribusi yang besar atas kemerdekaan negeri ini," ujar Gus Yaqut dalam Bincang Seru Live IG SINDOnews bertajuk Menuju New Normal, Rabu 927/5/2020) malam.
Menurutnya, pesantren sangat rentan jika new normal diberlakukan tanpa terlebih dahulu ada persiapan matang. "Pesantren sangat rentan menjadi episentrum baru buat penularan Covid-19 karena rata-rata pesantren itu sangat sederhana," tuturnya.
"Saya tidak bicara pesantren besar, pesantren modern yang memang sudah mapan dan jumlahnya sedikit, pesantren kecil-kecil ini banyak, dan biasanya satu kamar bisa diisi 10-20 anak, itu bagaimana mereka bisa melakukan physical distancing sebagai syarat memperlemah penularan Covid-19," tambahnya.
Termasuk juga fasilitas wudu yang masih banyak menggunakan bak penampungan air besar yang digunakan wudu bersama-sama karena tidak ada fasilitas kran air yang mengalir.
"Saya kira situasi seperti ini jika pemerintah memberlakukan new normal tanpa memperhatikan keberadaan pesantren maka sama saja pemerintah ingin membunuh pesantren. Bukan hanya menganaktirikan, tapi menciptakan episentrum baru," ungkapnya.
Karena itu, Gus Yaqut mengaku sudah mengusulkan kepada Kementerian Agama terkait kehidupan normal baru di pesantren. Pertama, pemerintah perlu memberikan intervensi ketersediaan infrastruktur medis dan nonmedis.
tulis komentar anda