Universitas Mercu Buana Gelar Pelatihan Bahaya Pelecehan Seksual bagi Perempuan
Minggu, 12 Juni 2022 - 19:34 WIB
Menurutnya, pengetahuan tentang makna dan bentuk pelecehan seksual pada masyarakat Indonesia masih miskin, demikian halnya pengetahuan tentang cara pelaporan kasus tersebut.
Dia mencontohkan, sebelum masyarakat Desa Gerendong diberi penjelasan tentang pelecehan seksual, hampir semua peserta yang hadir menjawab tidak pernah mengalami pelecehan seksual.
Termasuk mengakui tidak pernah melakukan pelecehan seksual, tidak pernah mendengar adanya keluhan pelecehan seksual di Desa Gerendong, dan yakin juga bahwa di desanya tidak ada pelaku pelecehan seksual.
Setelah diberikan penjelasan, akhirnya diketahui bahwa hampir semua peserta mengaku pernah mengalami pelecehan seksual, pernah melakukan pelecehan seksual, termasuk ada korban pelecehan seksual namun takut untuk melaporkannya.
"Bahkan, yang lebih miris lagi, ternyata hampir semua peserta juga mengaku bahwa di Desa Gerendong ada pelaku pelecehan seksual," ungkap dosen UMB ini.
Menurut pengakuan mayoritas peserta, bentuk pelecehan seksual yang paling sering diterima yaitu, pelecehan seksual melalui teknologi informasi dan komunikasi, seperti menerima gambar ataupun video porno.
Bahkan, banyak peserta yang mengaku pernah beberapa kali ikut serta menyebarkan atau mengirimkan dan memperlihatkan gambar ataupun video porno melalui media digital.
Mereka mengakui, perbuatan itu dilakukan akibat mereka tidak paham bahwa hal tersebut juga merupakan salah satu bentuk pelecehan seksual.
Artinya, selain penting dilakukannya literasi pelecehan seksual di desa-desa, termasuk tentang cara melaporkannya, juga penting dilakukan upaya untuk mengubah kesadaran, perilaku, dan etika pergaulan masyarakat desa, sebagai cara untuk menekan ataupun menghilangkan tindakan pelecehan seksual.
Selain itu, penting juga dilakukan pelatihan kreatif membuat media edukasi guna penanggulangan bahaya pelecehan seksual, termasuk sosialisasi UU ITE.
Dia mencontohkan, sebelum masyarakat Desa Gerendong diberi penjelasan tentang pelecehan seksual, hampir semua peserta yang hadir menjawab tidak pernah mengalami pelecehan seksual.
Termasuk mengakui tidak pernah melakukan pelecehan seksual, tidak pernah mendengar adanya keluhan pelecehan seksual di Desa Gerendong, dan yakin juga bahwa di desanya tidak ada pelaku pelecehan seksual.
Setelah diberikan penjelasan, akhirnya diketahui bahwa hampir semua peserta mengaku pernah mengalami pelecehan seksual, pernah melakukan pelecehan seksual, termasuk ada korban pelecehan seksual namun takut untuk melaporkannya.
"Bahkan, yang lebih miris lagi, ternyata hampir semua peserta juga mengaku bahwa di Desa Gerendong ada pelaku pelecehan seksual," ungkap dosen UMB ini.
Menurut pengakuan mayoritas peserta, bentuk pelecehan seksual yang paling sering diterima yaitu, pelecehan seksual melalui teknologi informasi dan komunikasi, seperti menerima gambar ataupun video porno.
Bahkan, banyak peserta yang mengaku pernah beberapa kali ikut serta menyebarkan atau mengirimkan dan memperlihatkan gambar ataupun video porno melalui media digital.
Mereka mengakui, perbuatan itu dilakukan akibat mereka tidak paham bahwa hal tersebut juga merupakan salah satu bentuk pelecehan seksual.
Artinya, selain penting dilakukannya literasi pelecehan seksual di desa-desa, termasuk tentang cara melaporkannya, juga penting dilakukan upaya untuk mengubah kesadaran, perilaku, dan etika pergaulan masyarakat desa, sebagai cara untuk menekan ataupun menghilangkan tindakan pelecehan seksual.
Selain itu, penting juga dilakukan pelatihan kreatif membuat media edukasi guna penanggulangan bahaya pelecehan seksual, termasuk sosialisasi UU ITE.
tulis komentar anda