Universitas Mercu Buana Gelar Pelatihan Bahaya Pelecehan Seksual bagi Perempuan
loading...
A
A
A
JAKARTA - Universitas Mercu Buana ( UMB ) melalui program studi Magister Ilmu Komunikasi menyelenggarakan pelatihan kreativitas komunikasi penanggulangan bahaya pelecehan seksual di Desa Gerendong, Kecamatan Koroncong, Kabupaten Pandeglang.
Kegiatan ini merupakan bentuk nyata pengabdian kepada masyarakat dari Program Studi Magister Ilmu Komunikasi, UMB, yang rutin dilakukan setiap enam bulan sekali.
Di bawah pimpinan Kaprodi Magister Ilmu Komunikasi, Dr. Heri Budianto, M.Si, acara pelatihan ini diketuai oleh Dr. Rosmawaty Hilderiah Pandjaitan, S.Sos., M.T., atau yang biasa disapa Bunda Rossa Pandjaitan. Ada pun sebagai anggota tim yaitu, Dr. Syaifuddin, M.Si., dan Dr. Yoyoh Hereyah, M.Si.
Acara ini dilaksanakan bekerja sama dengan Lurah Desa Gerendong, Ramdoni, S.Pd., yang didukung juga oleh Ketua PKK Desa Gerendong, Sukmayani, dan Wakil Ketua DPRD Pandeglang, Tb. Asep Rafiudin Arif.
"Kegiatan ini sudah terlaksana pada Rabu, 23 Februari 2022 di Kantor Kelurahan Desa Gerendong, Kec. Koroncong, Kab. Pandeglang, Banten, dihadiri sekitar 30 peserta dari organisasi PKK dan warga," kata Bunda Rossa Pandjaitan dalam keterangan pers, Sabtu (11/6/2022).
Bunda Rossa mengatakan, institusinya sengaja mengangkat tema soal upaya penanggulangan bahaya pelecehan seksual bertujuan agar masyarakat Desa Gerendong paham tentang makna dan bentuk pelecehan seksual.
"Selain itu, juga agar mereka bisa kreatif dalam membantu penyintas menjerat pelaku, termasuk dalam cara pelaporannya agar berkekuatan hukum (accountability pro justitia)," terangnya.
Menurutnya, pengetahuan tentang makna dan bentuk pelecehan seksual pada masyarakat Indonesia masih miskin, demikian halnya pengetahuan tentang cara pelaporan kasus tersebut.
Dia mencontohkan, sebelum masyarakat Desa Gerendong diberi penjelasan tentang pelecehan seksual, hampir semua peserta yang hadir menjawab tidak pernah mengalami pelecehan seksual.
Termasuk mengakui tidak pernah melakukan pelecehan seksual, tidak pernah mendengar adanya keluhan pelecehan seksual di Desa Gerendong, dan yakin juga bahwa di desanya tidak ada pelaku pelecehan seksual.
Setelah diberikan penjelasan, akhirnya diketahui bahwa hampir semua peserta mengaku pernah mengalami pelecehan seksual, pernah melakukan pelecehan seksual, termasuk ada korban pelecehan seksual namun takut untuk melaporkannya.
"Bahkan, yang lebih miris lagi, ternyata hampir semua peserta juga mengaku bahwa di Desa Gerendong ada pelaku pelecehan seksual," ungkap dosen UMB ini.
Menurut pengakuan mayoritas peserta, bentuk pelecehan seksual yang paling sering diterima yaitu, pelecehan seksual melalui teknologi informasi dan komunikasi, seperti menerima gambar ataupun video porno.
Bahkan, banyak peserta yang mengaku pernah beberapa kali ikut serta menyebarkan atau mengirimkan dan memperlihatkan gambar ataupun video porno melalui media digital.
Mereka mengakui, perbuatan itu dilakukan akibat mereka tidak paham bahwa hal tersebut juga merupakan salah satu bentuk pelecehan seksual.
Artinya, selain penting dilakukannya literasi pelecehan seksual di desa-desa, termasuk tentang cara melaporkannya, juga penting dilakukan upaya untuk mengubah kesadaran, perilaku, dan etika pergaulan masyarakat desa, sebagai cara untuk menekan ataupun menghilangkan tindakan pelecehan seksual.
Selain itu, penting juga dilakukan pelatihan kreatif membuat media edukasi guna penanggulangan bahaya pelecehan seksual, termasuk sosialisasi UU ITE.
Diketahui, masih banyak masyarakat desa yang senang dan candu dengan video porno karena mereka pernah beberapa kali ikut serta menyebarkan, mengirimkan ataupun memperlihatkan gambar dan video melalui media digital.
Menurut Bunda Rossa Pandjaitan, setidaknya ada 8 faktor penyebab terjadinya pelecehan seksual di desa, seperti juga diakui oleh masyarakat Desa Gerendong.
Faktor belum pernah mendapatkan edukasi pengetahuan tentang pelecehan seksual, faktor tidak sadar atau tidak tahu bahwa diri sendiri telah menjadi korban pelecehan seksual, dan faktor belum paham benar tentang bentuk-bentuk pelecehan seksual.
lainnya, faktor kurangnya pengawasan masyarakat tentang norma dan etika pergulan, faktor malu bahkan takut untuk melaporkan kepada yang berwajib, faktor senang atau suka dengan pelaku pelecehan seksual.
Termasuk faktor suka dan kecanduan dengan gambar atau video porno, dan juga faktor jauhnya pasangan akibat bekerja di kota besar. "Semua ini diakui peserta menjadi penyebab terjadinya pelecehan seksual di desa mereka," pungkasnya.
Kegiatan ini merupakan bentuk nyata pengabdian kepada masyarakat dari Program Studi Magister Ilmu Komunikasi, UMB, yang rutin dilakukan setiap enam bulan sekali.
Di bawah pimpinan Kaprodi Magister Ilmu Komunikasi, Dr. Heri Budianto, M.Si, acara pelatihan ini diketuai oleh Dr. Rosmawaty Hilderiah Pandjaitan, S.Sos., M.T., atau yang biasa disapa Bunda Rossa Pandjaitan. Ada pun sebagai anggota tim yaitu, Dr. Syaifuddin, M.Si., dan Dr. Yoyoh Hereyah, M.Si.
Acara ini dilaksanakan bekerja sama dengan Lurah Desa Gerendong, Ramdoni, S.Pd., yang didukung juga oleh Ketua PKK Desa Gerendong, Sukmayani, dan Wakil Ketua DPRD Pandeglang, Tb. Asep Rafiudin Arif.
"Kegiatan ini sudah terlaksana pada Rabu, 23 Februari 2022 di Kantor Kelurahan Desa Gerendong, Kec. Koroncong, Kab. Pandeglang, Banten, dihadiri sekitar 30 peserta dari organisasi PKK dan warga," kata Bunda Rossa Pandjaitan dalam keterangan pers, Sabtu (11/6/2022).
Bunda Rossa mengatakan, institusinya sengaja mengangkat tema soal upaya penanggulangan bahaya pelecehan seksual bertujuan agar masyarakat Desa Gerendong paham tentang makna dan bentuk pelecehan seksual.
"Selain itu, juga agar mereka bisa kreatif dalam membantu penyintas menjerat pelaku, termasuk dalam cara pelaporannya agar berkekuatan hukum (accountability pro justitia)," terangnya.
Menurutnya, pengetahuan tentang makna dan bentuk pelecehan seksual pada masyarakat Indonesia masih miskin, demikian halnya pengetahuan tentang cara pelaporan kasus tersebut.
Dia mencontohkan, sebelum masyarakat Desa Gerendong diberi penjelasan tentang pelecehan seksual, hampir semua peserta yang hadir menjawab tidak pernah mengalami pelecehan seksual.
Termasuk mengakui tidak pernah melakukan pelecehan seksual, tidak pernah mendengar adanya keluhan pelecehan seksual di Desa Gerendong, dan yakin juga bahwa di desanya tidak ada pelaku pelecehan seksual.
Setelah diberikan penjelasan, akhirnya diketahui bahwa hampir semua peserta mengaku pernah mengalami pelecehan seksual, pernah melakukan pelecehan seksual, termasuk ada korban pelecehan seksual namun takut untuk melaporkannya.
"Bahkan, yang lebih miris lagi, ternyata hampir semua peserta juga mengaku bahwa di Desa Gerendong ada pelaku pelecehan seksual," ungkap dosen UMB ini.
Menurut pengakuan mayoritas peserta, bentuk pelecehan seksual yang paling sering diterima yaitu, pelecehan seksual melalui teknologi informasi dan komunikasi, seperti menerima gambar ataupun video porno.
Bahkan, banyak peserta yang mengaku pernah beberapa kali ikut serta menyebarkan atau mengirimkan dan memperlihatkan gambar ataupun video porno melalui media digital.
Mereka mengakui, perbuatan itu dilakukan akibat mereka tidak paham bahwa hal tersebut juga merupakan salah satu bentuk pelecehan seksual.
Artinya, selain penting dilakukannya literasi pelecehan seksual di desa-desa, termasuk tentang cara melaporkannya, juga penting dilakukan upaya untuk mengubah kesadaran, perilaku, dan etika pergaulan masyarakat desa, sebagai cara untuk menekan ataupun menghilangkan tindakan pelecehan seksual.
Selain itu, penting juga dilakukan pelatihan kreatif membuat media edukasi guna penanggulangan bahaya pelecehan seksual, termasuk sosialisasi UU ITE.
Diketahui, masih banyak masyarakat desa yang senang dan candu dengan video porno karena mereka pernah beberapa kali ikut serta menyebarkan, mengirimkan ataupun memperlihatkan gambar dan video melalui media digital.
Menurut Bunda Rossa Pandjaitan, setidaknya ada 8 faktor penyebab terjadinya pelecehan seksual di desa, seperti juga diakui oleh masyarakat Desa Gerendong.
Faktor belum pernah mendapatkan edukasi pengetahuan tentang pelecehan seksual, faktor tidak sadar atau tidak tahu bahwa diri sendiri telah menjadi korban pelecehan seksual, dan faktor belum paham benar tentang bentuk-bentuk pelecehan seksual.
lainnya, faktor kurangnya pengawasan masyarakat tentang norma dan etika pergulan, faktor malu bahkan takut untuk melaporkan kepada yang berwajib, faktor senang atau suka dengan pelaku pelecehan seksual.
Termasuk faktor suka dan kecanduan dengan gambar atau video porno, dan juga faktor jauhnya pasangan akibat bekerja di kota besar. "Semua ini diakui peserta menjadi penyebab terjadinya pelecehan seksual di desa mereka," pungkasnya.
(mpw)