Kisruh PPDB, Kemendikbud Diminta Supervisi ke Dinas Pendidikan
Kamis, 25 Juni 2020 - 08:04 WIB
JAKARTA - Proses Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) di sejumlah daerah kembali ricuh. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) diminta turun tangan melakukan supervisi kepada Dinas Pendidikan tingkat provinsi maupun kabupaten/kota yang memutuskan aturan pelaksanaan PPDB di lapangan.
Berbagai aturan PPDB di berbagai wilayah mengacu pada Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 44/2019 tentang PPDB tingkat TK, SD, SMP, SMA. Dalam aturan yang ditandatangani Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim tersebut diatur mengenai persyaratan calon siswa, jalur penerimaan, hingga kuota untuk masing-masing jalur penerimaan.
Kendati demikian, pemerintah daerah diberikan otoritas untuk mengatur detail persyaratan seperti wilayah zonasi, kepastian kuota untuk masing-masing jalur penerimaan, hingga menentukan kriteria prestasi calon siswa. “Kericuhan PPDB seolah menjadi cerita lama yang terus berulang setiap tahun. Kemendibud bersama Dinas Pendidikan di provinsi maupun kabupaten/kota harusnya menyosialisasikan skema PPDB sejak jauh hari sehingga meminimalkan potensi protes dari calon siswa maupun wali murid,” ungkap Ketua Komisi X DPR RI Syaiful Huda kepada wartawan kemarin. (Baca: Solusi Mencari Sekolah yang tepat Selama Pandemi)
Sejumlah orang tua calon siswa di berbagai daerah diketahui melakukan protes terkait proses PPDB. Forum Orang Tua Murid (FOTM) SMP untuk PPDB SMA 2020 di DKI Jakarta menyampaikan protes kepada Dinas Pendidikan DKI Jakarta terkait PPDB SMA DKI 2020. FOTM merasa keberatan dengan sistem PPDB DKI 2020 yang berbeda dari tahun sebelumnya. FOTM menyoroti kriteria usia yang menjadi basis utama seleksi jalur zonasi.
Selain FOTM, sejumlah orang tua siswa yang tergabung dalam Gerakan Emak-Bapak Peduli Keadilan dan Pendidikan (Geprak) meluruk Balai Kota menuntut penghapusan pembatasan usia pada jalur masuk PPDB DKI dan mengembalikan pada Permendikbud Nomor 44 mengenai zona jarak. Di Kota Bogor sejumlah orang tua siswa memprotes penetapan calon siswa yang masuk melalui jalur prestasi. Sedangkan di Malang, proses PPDB online terganggu akibat server down sehingga para orang tua harus berbondong-bondong ke sekolah untuk mendaftarkan anak mereka.
Huda—sapaan akrab—Syaiful Huda menjelaskan, daerah memang diberikan kewenangan untuk menentukan aturan PPDB berbasis zonasi agar lebih fleksibel. Kendati demikian, otoritas daerah tersebut tetap mengacu pada kebijakan PPDB yang ditetapkan oleh Kemendikbud. “Bisa jadi aturan PPDB di satu daerah dengan daerah lain berbeda-beda karena Dinas Pendidikan melihat urgensi yang berbeda-beda sesuai kondisi wilayah masing-masing. Hanya saja, perbedaan aturan ini harus dikawal dan disosialisasikan sejak jauh hari sehingga tidak memicu kericuhan,” katanya. (Baca juga: Mendikbud Diminta Turun Langsung Pantau Pelaksanaan PPDB di Lapangan)
Dia mengungkapkan, dalam setiap PPDB ada empat jalur yang bisa dipertimbangkan oleh pihak sekolah dalam menerima peserta didik baru. Empat jalur tersebut adalah jalur domisili, jalur afirmasi, jalur perpindahan, dan jalur prestasi. Kemendikbud sebenarnya telah memberikan patokan proporsi bagi setiap jalur tersebut, yakni jalur domisili diberikan proporsi 50%, jalur afirmasi 15%, jalur perpindahan 5%, dan jalur prestasi (0-30%). “Harusnya aturan dari daerah tetap merujuk pada proporsi tersebut sehingga PPDB tetap dalam koridor aturan nasional meskipun tetap memperhatikan keragaman kondisi daerah,” katanya.
Legislator asal Jawa Barat ini berharap agar tiap Dinas Pendidikan maupun sekolah memberikan ruang klarifikasi seluas-luasnya bagi calon orang tua siswa yang belum memahami aturan PPDB. Apalagi, saat ini hampir semua PPDB berbasis online sehingga memunculkan rasa kekhawatiran jika proses penerimaan peserta didik baru dijadikan “mainan” oleh oknum-oknum tertentu. “Karena pandemi Covid-19, semua PPDB dilakukan secara online. Kondisi ini bisa jadi memicu kecurigaan para orang tua siswa ketika mereka tidak diberikan pemahaman mengenai aturan main penerimaan peserta didik baru secara komprehensif,” ungkapnya.
Huda mendesak agar Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim turun langsung memantau proses PPDB ini. Menurutnya, berbagai protes di DKI Jakarta, Malang, maupun Bogor bisa jadi hanya puncak gunung es terkait polemik PPDB 2020. Temuan fakta di lapangan diharapkan akan memberikan sudut pandang berbeda dalam proses evaluasi PPDB tahun ini.
Berbagai aturan PPDB di berbagai wilayah mengacu pada Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 44/2019 tentang PPDB tingkat TK, SD, SMP, SMA. Dalam aturan yang ditandatangani Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim tersebut diatur mengenai persyaratan calon siswa, jalur penerimaan, hingga kuota untuk masing-masing jalur penerimaan.
Kendati demikian, pemerintah daerah diberikan otoritas untuk mengatur detail persyaratan seperti wilayah zonasi, kepastian kuota untuk masing-masing jalur penerimaan, hingga menentukan kriteria prestasi calon siswa. “Kericuhan PPDB seolah menjadi cerita lama yang terus berulang setiap tahun. Kemendibud bersama Dinas Pendidikan di provinsi maupun kabupaten/kota harusnya menyosialisasikan skema PPDB sejak jauh hari sehingga meminimalkan potensi protes dari calon siswa maupun wali murid,” ungkap Ketua Komisi X DPR RI Syaiful Huda kepada wartawan kemarin. (Baca: Solusi Mencari Sekolah yang tepat Selama Pandemi)
Sejumlah orang tua calon siswa di berbagai daerah diketahui melakukan protes terkait proses PPDB. Forum Orang Tua Murid (FOTM) SMP untuk PPDB SMA 2020 di DKI Jakarta menyampaikan protes kepada Dinas Pendidikan DKI Jakarta terkait PPDB SMA DKI 2020. FOTM merasa keberatan dengan sistem PPDB DKI 2020 yang berbeda dari tahun sebelumnya. FOTM menyoroti kriteria usia yang menjadi basis utama seleksi jalur zonasi.
Selain FOTM, sejumlah orang tua siswa yang tergabung dalam Gerakan Emak-Bapak Peduli Keadilan dan Pendidikan (Geprak) meluruk Balai Kota menuntut penghapusan pembatasan usia pada jalur masuk PPDB DKI dan mengembalikan pada Permendikbud Nomor 44 mengenai zona jarak. Di Kota Bogor sejumlah orang tua siswa memprotes penetapan calon siswa yang masuk melalui jalur prestasi. Sedangkan di Malang, proses PPDB online terganggu akibat server down sehingga para orang tua harus berbondong-bondong ke sekolah untuk mendaftarkan anak mereka.
Huda—sapaan akrab—Syaiful Huda menjelaskan, daerah memang diberikan kewenangan untuk menentukan aturan PPDB berbasis zonasi agar lebih fleksibel. Kendati demikian, otoritas daerah tersebut tetap mengacu pada kebijakan PPDB yang ditetapkan oleh Kemendikbud. “Bisa jadi aturan PPDB di satu daerah dengan daerah lain berbeda-beda karena Dinas Pendidikan melihat urgensi yang berbeda-beda sesuai kondisi wilayah masing-masing. Hanya saja, perbedaan aturan ini harus dikawal dan disosialisasikan sejak jauh hari sehingga tidak memicu kericuhan,” katanya. (Baca juga: Mendikbud Diminta Turun Langsung Pantau Pelaksanaan PPDB di Lapangan)
Dia mengungkapkan, dalam setiap PPDB ada empat jalur yang bisa dipertimbangkan oleh pihak sekolah dalam menerima peserta didik baru. Empat jalur tersebut adalah jalur domisili, jalur afirmasi, jalur perpindahan, dan jalur prestasi. Kemendikbud sebenarnya telah memberikan patokan proporsi bagi setiap jalur tersebut, yakni jalur domisili diberikan proporsi 50%, jalur afirmasi 15%, jalur perpindahan 5%, dan jalur prestasi (0-30%). “Harusnya aturan dari daerah tetap merujuk pada proporsi tersebut sehingga PPDB tetap dalam koridor aturan nasional meskipun tetap memperhatikan keragaman kondisi daerah,” katanya.
Legislator asal Jawa Barat ini berharap agar tiap Dinas Pendidikan maupun sekolah memberikan ruang klarifikasi seluas-luasnya bagi calon orang tua siswa yang belum memahami aturan PPDB. Apalagi, saat ini hampir semua PPDB berbasis online sehingga memunculkan rasa kekhawatiran jika proses penerimaan peserta didik baru dijadikan “mainan” oleh oknum-oknum tertentu. “Karena pandemi Covid-19, semua PPDB dilakukan secara online. Kondisi ini bisa jadi memicu kecurigaan para orang tua siswa ketika mereka tidak diberikan pemahaman mengenai aturan main penerimaan peserta didik baru secara komprehensif,” ungkapnya.
Huda mendesak agar Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim turun langsung memantau proses PPDB ini. Menurutnya, berbagai protes di DKI Jakarta, Malang, maupun Bogor bisa jadi hanya puncak gunung es terkait polemik PPDB 2020. Temuan fakta di lapangan diharapkan akan memberikan sudut pandang berbeda dalam proses evaluasi PPDB tahun ini.
tulis komentar anda