Dorong Ekonomi Sirkular, Mahasiswa ITS Gagas Waralaba Pengolahan Kompos
Senin, 25 Juli 2022 - 16:41 WIB
JAKARTA - Tiga mahasiswa dari Departemen Teknik Infrastruktur Sipil Institut Teknologi Sepuluh Nopember ( ITS ) merancang waste house sebagai sarana pengolahan kompos terintegrasi. Inovasi ini dihadirkan agar potensi sampah organik tidak terbuang sia-sia.
Hal ini berawal dari keprihatinan akan tumpukan sampah yang ada di di Pasar Ngemplak, Tulungagung, Jawa Timur. Akhirnya tim yang terdiri dari Mochammad Ashar Khanafi, Cahyo Maulana Asrofi, dan Muhammad Faisal Sadiqi tersebut mengonsep waste house yang mampu mengurangi volume limbah pasar sekaligus meningkatkan perekonomian masyarakat sekitar.
Baca: Cumlaude dan IPK 3,98, Michelle Jadi Wisudawan Terbaik UPN Veteran Yogyakarta
Lebih lanjut, ketua tim yang akrab disapa Ashar tersebut menjelaskan bahwa waste house adalah sebuah bangunan untuk mengumpulkan sampah yang dilengkapi dengan pengolahan kompos. Diurutkan olehnya, proses pengolahan dimulai dari pemilahan limbah yang dihasilkan dari aktivitas di Pasar Ngemplak. “Setelahnya, baru dilakukan pencacahan, pengeringan, dan masuk ke wadah pengomposan,” bebernya, melalui siaran pers, Senin (25/7/2022).
Selain pengomposan secara terpusat di waste house, Ashar mencetuskan bahwa terdapat sistem waralaba, yaitu pengolahan kompos secara kolektif oleh masyarakat sekitar Pasar Ngemplak. “Maksudnya, masyarakat dapat memproduksi kompos secara mandiri di rumah dengan sumber sampah yang disediakan oleh waste house,” terangnya.
Baca juga: Profil Rektor Wanita Pertama ITB, Prof. Reini Wirahadikusumah
Menurut Ashar, waste house juga menjadi sarana pendukung sistem ekonomi sirkular. Ia mengungkapkan, kompos yang dihasilkan nantinya akan dijual kepada petani dan pemilik perkebunan. Dengan begitu, diharapkan komoditas mutu pangan yang dihasilkan bisa meningkat dan memasok kembali persediaan penjualan di pasar.
Ashar menuturkan, konsep waste house bisa diterapkan di mana saja dengan menyesuaikan karakteristik daerah masing-masing. Ia berharap, konsep ini bisa direalisasikan dalam waktu dekat, khususnya oleh pemerintah daerah. “Semoga konsep ini bisa meningkatkan ekonomi masyarakat dan juga komoditas perkebunan,” pungkasnya.
Hal ini berawal dari keprihatinan akan tumpukan sampah yang ada di di Pasar Ngemplak, Tulungagung, Jawa Timur. Akhirnya tim yang terdiri dari Mochammad Ashar Khanafi, Cahyo Maulana Asrofi, dan Muhammad Faisal Sadiqi tersebut mengonsep waste house yang mampu mengurangi volume limbah pasar sekaligus meningkatkan perekonomian masyarakat sekitar.
Baca: Cumlaude dan IPK 3,98, Michelle Jadi Wisudawan Terbaik UPN Veteran Yogyakarta
Lebih lanjut, ketua tim yang akrab disapa Ashar tersebut menjelaskan bahwa waste house adalah sebuah bangunan untuk mengumpulkan sampah yang dilengkapi dengan pengolahan kompos. Diurutkan olehnya, proses pengolahan dimulai dari pemilahan limbah yang dihasilkan dari aktivitas di Pasar Ngemplak. “Setelahnya, baru dilakukan pencacahan, pengeringan, dan masuk ke wadah pengomposan,” bebernya, melalui siaran pers, Senin (25/7/2022).
Selain pengomposan secara terpusat di waste house, Ashar mencetuskan bahwa terdapat sistem waralaba, yaitu pengolahan kompos secara kolektif oleh masyarakat sekitar Pasar Ngemplak. “Maksudnya, masyarakat dapat memproduksi kompos secara mandiri di rumah dengan sumber sampah yang disediakan oleh waste house,” terangnya.
Baca juga: Profil Rektor Wanita Pertama ITB, Prof. Reini Wirahadikusumah
Menurut Ashar, waste house juga menjadi sarana pendukung sistem ekonomi sirkular. Ia mengungkapkan, kompos yang dihasilkan nantinya akan dijual kepada petani dan pemilik perkebunan. Dengan begitu, diharapkan komoditas mutu pangan yang dihasilkan bisa meningkat dan memasok kembali persediaan penjualan di pasar.
Ashar menuturkan, konsep waste house bisa diterapkan di mana saja dengan menyesuaikan karakteristik daerah masing-masing. Ia berharap, konsep ini bisa direalisasikan dalam waktu dekat, khususnya oleh pemerintah daerah. “Semoga konsep ini bisa meningkatkan ekonomi masyarakat dan juga komoditas perkebunan,” pungkasnya.
(nnz)
tulis komentar anda