Kiprah Anak Muda dalam Membantu Mengatasi Perubahan Iklim
loading...
A
A
A
JAKARTA - Climate change atau perubahan iklim merupakan isu global dan perlu diatasi oleh berbagai pihak. Tidak terkecuali kiprah dari anak- anak muda agar laju pemanasan globaltidak semakin merusak bumi.
Graciella Valeska Liander dari Gerakan Restorasi oleh Warga (Grow) TSA ITB mengatakan, berbicara mengenai perubahan iklim biasanya yang membahas masalah ini adalah mahasiswa dari Teknik Lingkungan karena berbicara mengenai lingkungan.
Akan tetapi dia dan rekan-rekannya di Grow TSA ITB merangkul mahasiswa dari berbagai jurusan kuliah lain yang tidak berhubungan langsung dengan lingkungan untuk membangun suatu projek bersama.
"Saya sendiri dari (jurusan) Sistem Informasi merangkul teman saya dari Teknik Informatika, Arsitektur, dan Teknik Dirgantara yang tak ada hubungannya dengan climate action," katanya pada SDG Powerhouse Youth March For Climate: Starts With Me, Kamis (30/3/2023).
Dia menjelaskan, tim mahasiswa lintas jurusan ini pun membuat projek yang bertujuan untuk mengatasi masalah yang terjadi di Desa Kidang Pananjung, Bandung Barat, Jawa Barat. Yakni pembuatan pupuk kompos dari kotoran kambing untuk kebun singkong dan pembangunan penerangan jalan umum berbasis panel surya yang diadakan November 2022.
Baca juga: Dosen FK UMM Beri Daftar Makanan yang Harus Dihindari saat Berbuka, Nomor 1 Paling Favorit
Grace menuturkan, dari observasi yang dilakukan tim, desa tersebut memiliki potensi produksi tanaman singkong sebagai penghasilan sehari-hari. Namun sayangnya warga masih bergantung dengan pupuk kimia yang lebih mudah didapat namun efeknya bermasalah bagi lingkungan.
Tapi di sisi lain warga desa pun juga banyak yang memiliki peternakan kambing yang menghasilkan kotoran hewan yang berdampak ke emisi karbon. Kotoran dari kambing inilah yang mereka olah menjadi pupuk kompos sebagai pengganti pupuk kimia.
"Jadi kenapa kita ngga transformasi kotoran hewan yang menghasilkan emisi karbon yang banyak itu buat kita jadikan pupuk kompos untuk tanaman singkong," ungkap Grace.
Graciella Valeska Liander. Foto/Tanoto Foundation
Projek kedua yang mereka buat adalah membangun penerangan jalan umum berbasis tenaga surya. Dia mengungkapkan, awalnya warga desa pesimistis apakah bisa membangun lampu jalan berbasis tenaga surya di desa yang fasilitas dan sarana prasarananya saja kurang memadai daripada di kota.
"Hal ini yang bikin kita sadar bahwa edukasi mengenai renewable energy ini belum sampai ke daerah yang tidak terjangakau seperti di desa Kidang Pananjung ini," tutur mahasiswi berkacamata ini.
Menurutnya, penerangan jalan di desa Kidang Pananjung sangat penting. Sebab perjalanan menuju desa itu tidak ada listrik dan sarana lampu jalan yang memadai. Ditambah dengan medan jalan yang masih tanah dan berbatu maka desa tersebut pun sulit diakses dari dan luar desa pada saat malam hari.
Baca juga: Kemenkumham Buka Pendaftaran Calon Taruna Pemasyarakatan dan Imigrasi, Tertarik?
Kepada warga desa, Grace menuturkan, timnya mengedukasi bahwa penerangan jalan umum berbasis panel surya ini mudah pemasangannya. Selain itu warga desa pun tidak perlu pusing mencari sumber listrik karena sumber energinya berasal dari sinar matahari.
Dalam hal ini, TSA ITB menggandeng SRE ITB (Society of Renewable Energy) untuk memasang beberapa PJU tenaga surya, untuk meringankan permasalahan penerangan jalan dan tidak memakai listrik.
Terkait dengan SDGs, Grace menjelaskan, dengan adanya edukasi pupuk kompos dari kotoran kambing untuk menyuburkan kebun singkong warga itu akan mendukung tujuan SDGs nomor dua yaitu Zero Hunger, kemudian sasaran nomor 8 yang terkait ekonomi, dan juga SDGs ke-13 karena bisa mengurangi emisi karbon yang terjadi.
"Kami bisa utilisasi sumber daya yang telah dimiliki desa itu sendiri menjadi hal-hal yang menguntungkan desa tersebut tanpa menghasilkan emisi karbon baru bahkan justru mengurangi emisi karbon yang dihasilkan," ungkapnya.
Dia menuturkan, hingga kini projek yang mereka buat di Desa Kidang Pananjung masih terus dijalankan oleh para warga desa. Dorongan dan edukasi TSA ITB, meski hanya di satu desa, namun akan berkontribusi untuk mengurangi laju perubahan iklim sekaligus memberi dampak positif bagi kehidupan di desa tersebut.
SDG Powerhouse Youth March For Climate: Starts With Me yang diadakan Tanoto Foundationdan SDG Academy Indonesia ini juga mengundang Pendiri dan CEO Carbon Addons Muhammad Naufal.
Pendiri yang juga CEO Carbon Addons ini mendukung pengurangan emisi karbon dari kegiatan belanja online. Naufal mengatakan, sebanyak 77 persen dari total transaksi online merupakan produk dengan rantai pasok yang panjang. Misalkan produk fashion dan aksesorinya, produk kesehatan dan kecantikan, serta gadget dan aksesorinya.
Menurut Naufal, cara menurunkan emisi karbon dan mengurangi sampah belanja online yang pertama adalah dengan meminimalisir penggunaan kemasan plastik dalam membungkus paket. Kedua, membali barang dalam kemasan besar dan satukan daftar belanjaan dalam satu pembelian.
Ketiga, pakai kembali kemasan plastik setelah dibersihkan. Keempat, pilah sampah plastik untuk didaur ulang. Kelima, pilih jasa pengiriman yang lebih ramah lingkungan. Keenam, kurangi apa yang bisa, offset apa yang tidak bisa.
Istilah offset di sini, kata Naufal, merupakan konsep karbon offsetting, yakni upaya mendanai programprogram yang mampu menurunkan emisi karbon. "Offsetting ini adalah solusi akhir. Kalau sudah mentok dan tidak bisa lagi mengurangi sampah dan emisi dari aktivitas belanja online, baru manfaatkan offsetting," ucapnya.
Apabila menggunakan aplikasi Carbon Addons, maka pengguna akan mengetahui berapa banyak emisi yang dihasilkan dari belanja daring. Di situ juga tertera program pendanaan untuk menurunkan emisi karbon.
Head of Leadership Development and Scholarship Tanoto Foundation Michael Susanto menjelaskan, pihaknya merasa peran serta anak muda makin lama makin penting untuk menjaga bumi dan lingkungan.
Baca juga: 10 Prodi Paling Diminati di Unsoed pada SNBP 2023
Oleh karena itu, pihaknya pun gencar membangun kesadaran tentang Tujuan Pembangunan Berkelanjutan kepada generasi muda. "Saat ini kesadaran sosial anak muda semakin tinggi. Maka kami memberikan praktik baik untuk mencapai tujuan-tujuan dari pembangunan berkelanjutan ini," katanya.
Tanoto Foundation juga bermitra dengan universitas-universitas di Indonesia, salah satunya dengan ITB dalam pemberian beasiswa Tanoto.
Dia menuturkan, para penerima beasiswa ini yang tergabung dalam wadah Tanoto Scholar Association membangun komunikasi seperti yang dilakukan Grace dan rekan-rekannya di ITB.
"Mereka mencoba menganalisa, mengidentifikasi masalah sosial yang ada di seputar mereka, dan menyusun solusi terbaik untuk menjawab masalah tersebut," ujarnya.
Michael berharap, beasiswa yang diberikan Tanoto Foundation bukan hanya sekedar pemberian beasiswa semata namun juga program pengembangan kepemimpinan komprehensif sehingga para alumninya bisa memberikan solusi bagi masalah yang terjadi di masyarakat.
Dia menjelaskan, Tanoto Foundation memberikan kebebasan kepada mereka untuk mengidentifikasi masalah apa yang akan diselesaikan. Namun memang Tanoto Foundation sangat mendukung SDGs sehingga yang menjadi basis gerakan para anakmuda ini adalah 17 tujuan dan sasaran global SDGs.
Lihat Juga: Kimberly Tanus, Mahasiswi ITB Jurusan Teknik Fisika yang Meninggal di Kamar Kosan Bandung
Graciella Valeska Liander dari Gerakan Restorasi oleh Warga (Grow) TSA ITB mengatakan, berbicara mengenai perubahan iklim biasanya yang membahas masalah ini adalah mahasiswa dari Teknik Lingkungan karena berbicara mengenai lingkungan.
Akan tetapi dia dan rekan-rekannya di Grow TSA ITB merangkul mahasiswa dari berbagai jurusan kuliah lain yang tidak berhubungan langsung dengan lingkungan untuk membangun suatu projek bersama.
"Saya sendiri dari (jurusan) Sistem Informasi merangkul teman saya dari Teknik Informatika, Arsitektur, dan Teknik Dirgantara yang tak ada hubungannya dengan climate action," katanya pada SDG Powerhouse Youth March For Climate: Starts With Me, Kamis (30/3/2023).
Dia menjelaskan, tim mahasiswa lintas jurusan ini pun membuat projek yang bertujuan untuk mengatasi masalah yang terjadi di Desa Kidang Pananjung, Bandung Barat, Jawa Barat. Yakni pembuatan pupuk kompos dari kotoran kambing untuk kebun singkong dan pembangunan penerangan jalan umum berbasis panel surya yang diadakan November 2022.
Baca juga: Dosen FK UMM Beri Daftar Makanan yang Harus Dihindari saat Berbuka, Nomor 1 Paling Favorit
Grace menuturkan, dari observasi yang dilakukan tim, desa tersebut memiliki potensi produksi tanaman singkong sebagai penghasilan sehari-hari. Namun sayangnya warga masih bergantung dengan pupuk kimia yang lebih mudah didapat namun efeknya bermasalah bagi lingkungan.
Tapi di sisi lain warga desa pun juga banyak yang memiliki peternakan kambing yang menghasilkan kotoran hewan yang berdampak ke emisi karbon. Kotoran dari kambing inilah yang mereka olah menjadi pupuk kompos sebagai pengganti pupuk kimia.
"Jadi kenapa kita ngga transformasi kotoran hewan yang menghasilkan emisi karbon yang banyak itu buat kita jadikan pupuk kompos untuk tanaman singkong," ungkap Grace.
Graciella Valeska Liander. Foto/Tanoto Foundation
Projek kedua yang mereka buat adalah membangun penerangan jalan umum berbasis tenaga surya. Dia mengungkapkan, awalnya warga desa pesimistis apakah bisa membangun lampu jalan berbasis tenaga surya di desa yang fasilitas dan sarana prasarananya saja kurang memadai daripada di kota.
"Hal ini yang bikin kita sadar bahwa edukasi mengenai renewable energy ini belum sampai ke daerah yang tidak terjangakau seperti di desa Kidang Pananjung ini," tutur mahasiswi berkacamata ini.
Menurutnya, penerangan jalan di desa Kidang Pananjung sangat penting. Sebab perjalanan menuju desa itu tidak ada listrik dan sarana lampu jalan yang memadai. Ditambah dengan medan jalan yang masih tanah dan berbatu maka desa tersebut pun sulit diakses dari dan luar desa pada saat malam hari.
Baca juga: Kemenkumham Buka Pendaftaran Calon Taruna Pemasyarakatan dan Imigrasi, Tertarik?
Kepada warga desa, Grace menuturkan, timnya mengedukasi bahwa penerangan jalan umum berbasis panel surya ini mudah pemasangannya. Selain itu warga desa pun tidak perlu pusing mencari sumber listrik karena sumber energinya berasal dari sinar matahari.
Dalam hal ini, TSA ITB menggandeng SRE ITB (Society of Renewable Energy) untuk memasang beberapa PJU tenaga surya, untuk meringankan permasalahan penerangan jalan dan tidak memakai listrik.
Terkait dengan SDGs, Grace menjelaskan, dengan adanya edukasi pupuk kompos dari kotoran kambing untuk menyuburkan kebun singkong warga itu akan mendukung tujuan SDGs nomor dua yaitu Zero Hunger, kemudian sasaran nomor 8 yang terkait ekonomi, dan juga SDGs ke-13 karena bisa mengurangi emisi karbon yang terjadi.
"Kami bisa utilisasi sumber daya yang telah dimiliki desa itu sendiri menjadi hal-hal yang menguntungkan desa tersebut tanpa menghasilkan emisi karbon baru bahkan justru mengurangi emisi karbon yang dihasilkan," ungkapnya.
Dia menuturkan, hingga kini projek yang mereka buat di Desa Kidang Pananjung masih terus dijalankan oleh para warga desa. Dorongan dan edukasi TSA ITB, meski hanya di satu desa, namun akan berkontribusi untuk mengurangi laju perubahan iklim sekaligus memberi dampak positif bagi kehidupan di desa tersebut.
SDG Powerhouse Youth March For Climate: Starts With Me yang diadakan Tanoto Foundationdan SDG Academy Indonesia ini juga mengundang Pendiri dan CEO Carbon Addons Muhammad Naufal.
Pendiri yang juga CEO Carbon Addons ini mendukung pengurangan emisi karbon dari kegiatan belanja online. Naufal mengatakan, sebanyak 77 persen dari total transaksi online merupakan produk dengan rantai pasok yang panjang. Misalkan produk fashion dan aksesorinya, produk kesehatan dan kecantikan, serta gadget dan aksesorinya.
Menurut Naufal, cara menurunkan emisi karbon dan mengurangi sampah belanja online yang pertama adalah dengan meminimalisir penggunaan kemasan plastik dalam membungkus paket. Kedua, membali barang dalam kemasan besar dan satukan daftar belanjaan dalam satu pembelian.
Ketiga, pakai kembali kemasan plastik setelah dibersihkan. Keempat, pilah sampah plastik untuk didaur ulang. Kelima, pilih jasa pengiriman yang lebih ramah lingkungan. Keenam, kurangi apa yang bisa, offset apa yang tidak bisa.
Istilah offset di sini, kata Naufal, merupakan konsep karbon offsetting, yakni upaya mendanai programprogram yang mampu menurunkan emisi karbon. "Offsetting ini adalah solusi akhir. Kalau sudah mentok dan tidak bisa lagi mengurangi sampah dan emisi dari aktivitas belanja online, baru manfaatkan offsetting," ucapnya.
Apabila menggunakan aplikasi Carbon Addons, maka pengguna akan mengetahui berapa banyak emisi yang dihasilkan dari belanja daring. Di situ juga tertera program pendanaan untuk menurunkan emisi karbon.
Head of Leadership Development and Scholarship Tanoto Foundation Michael Susanto menjelaskan, pihaknya merasa peran serta anak muda makin lama makin penting untuk menjaga bumi dan lingkungan.
Baca juga: 10 Prodi Paling Diminati di Unsoed pada SNBP 2023
Oleh karena itu, pihaknya pun gencar membangun kesadaran tentang Tujuan Pembangunan Berkelanjutan kepada generasi muda. "Saat ini kesadaran sosial anak muda semakin tinggi. Maka kami memberikan praktik baik untuk mencapai tujuan-tujuan dari pembangunan berkelanjutan ini," katanya.
Tanoto Foundation juga bermitra dengan universitas-universitas di Indonesia, salah satunya dengan ITB dalam pemberian beasiswa Tanoto.
Dia menuturkan, para penerima beasiswa ini yang tergabung dalam wadah Tanoto Scholar Association membangun komunikasi seperti yang dilakukan Grace dan rekan-rekannya di ITB.
"Mereka mencoba menganalisa, mengidentifikasi masalah sosial yang ada di seputar mereka, dan menyusun solusi terbaik untuk menjawab masalah tersebut," ujarnya.
Michael berharap, beasiswa yang diberikan Tanoto Foundation bukan hanya sekedar pemberian beasiswa semata namun juga program pengembangan kepemimpinan komprehensif sehingga para alumninya bisa memberikan solusi bagi masalah yang terjadi di masyarakat.
Dia menjelaskan, Tanoto Foundation memberikan kebebasan kepada mereka untuk mengidentifikasi masalah apa yang akan diselesaikan. Namun memang Tanoto Foundation sangat mendukung SDGs sehingga yang menjadi basis gerakan para anakmuda ini adalah 17 tujuan dan sasaran global SDGs.
Lihat Juga: Kimberly Tanus, Mahasiswi ITB Jurusan Teknik Fisika yang Meninggal di Kamar Kosan Bandung
(nnz)