Sutardji Calzoum Raih Anugerah Sastra 2023, Denny JA: Bangsa Ini Telah Lahirkan Penulis Besar
loading...
A
A
A
“Dulu pernah kuminta Tuhan dalam diri. Sekarang tak. Kalau mati, mungkin matiku bagai batu tamat, bagai pasir tamat. Jiwa membumbung dalam baris sajak. Tujuh puncak membilang bilang. Nyeri hari mengucap ucap, di butir pasir kutulis rindu rindu. Walau huruf habislah sudah, alifbataku belum sebatas Allah.”
Denny JA juga mengisahkan, pada 1981, ketika dirinya menjadi ketua mahasiswa Angkatan 81 Fakultas Teknik Universitas Indonesia, intensitas kegiatan agama di kalangan mahasiswa sangat tinggi, terutama akibat revolusi Islam di Iran yang dibawa Khomeini pada 1979.
Slogan dan pernyataan soal prinsip agama Islam agar semakin hadir di ruang publik sangat sering diwacanakan. Denny JA yang saat itu banyak membaca filsafat dan sastra, merasa kurang nyaman dengan pemahaman agama yang formalistik dan literal.
“Puisi Sutardji saat itu mengisi kebutuhan batin saya. Kerinduan akan sentuhan Tuhan yang mendalam terasa dalam puisi Sutardji. Tapi, ia mengekspresikan kerinduan religius itu dengan pola yang tak biasa,” tutur Denny JA.
Pendiri LSI Denny JA ini menuturkan, berdasarkan data riset, mereka yang menganggap agama penting dan sangat penting dalam hidupnya di Indonesia sangatlah banyak, yakni di atas 90 persen.
Menurutnya, Sutardji Calzoum Bachri sebagai penyair mengekspresikan batin dirinya dan Indonesia. Namun sebagai sastrawan, Sutardji Calzoum Bachri mengekspresikan batin agama itu berbeda dibandingkan yang disampaikan oleh para kiai, dai dan ustaz di masjid. Berbeda pula dengan cara seorang akademisi dan intelektual dalam menyatakannya.
Dia menjelaskan, bahasa puisi membuat Sutardji Calzoum Bachri dapat mengekspresikannya secara lebih urakan, tak biasa, dan out of the box. Namun, justru ekspresi yang tak biasa itu membuat renungan religiusnya memiliki tempat sendiri yang berbeda dalam memori.
Denny JA memberikan selamat kepada Sutardji Calzoum Bachri yang mendapatkan Anugerah Sastra 2023 sekaligus perayaan ulang tahunnya yang ke-82.
“Saya selaku Ketua Umum Perkumpulan Penulis Indonesia Satupena menempatkan Sutardji sesuai dengan sebuah ungkapan bahwa bangsa yang besar adalah bangsa yang juga melahirkan penulis besar. Sutardji tak dipungkiri adalah salah satu penulis besar dalam sejarah Indonesia,” pungkasnya.
Denny JA juga mengisahkan, pada 1981, ketika dirinya menjadi ketua mahasiswa Angkatan 81 Fakultas Teknik Universitas Indonesia, intensitas kegiatan agama di kalangan mahasiswa sangat tinggi, terutama akibat revolusi Islam di Iran yang dibawa Khomeini pada 1979.
Slogan dan pernyataan soal prinsip agama Islam agar semakin hadir di ruang publik sangat sering diwacanakan. Denny JA yang saat itu banyak membaca filsafat dan sastra, merasa kurang nyaman dengan pemahaman agama yang formalistik dan literal.
“Puisi Sutardji saat itu mengisi kebutuhan batin saya. Kerinduan akan sentuhan Tuhan yang mendalam terasa dalam puisi Sutardji. Tapi, ia mengekspresikan kerinduan religius itu dengan pola yang tak biasa,” tutur Denny JA.
Pendiri LSI Denny JA ini menuturkan, berdasarkan data riset, mereka yang menganggap agama penting dan sangat penting dalam hidupnya di Indonesia sangatlah banyak, yakni di atas 90 persen.
Menurutnya, Sutardji Calzoum Bachri sebagai penyair mengekspresikan batin dirinya dan Indonesia. Namun sebagai sastrawan, Sutardji Calzoum Bachri mengekspresikan batin agama itu berbeda dibandingkan yang disampaikan oleh para kiai, dai dan ustaz di masjid. Berbeda pula dengan cara seorang akademisi dan intelektual dalam menyatakannya.
Dia menjelaskan, bahasa puisi membuat Sutardji Calzoum Bachri dapat mengekspresikannya secara lebih urakan, tak biasa, dan out of the box. Namun, justru ekspresi yang tak biasa itu membuat renungan religiusnya memiliki tempat sendiri yang berbeda dalam memori.
Denny JA memberikan selamat kepada Sutardji Calzoum Bachri yang mendapatkan Anugerah Sastra 2023 sekaligus perayaan ulang tahunnya yang ke-82.
“Saya selaku Ketua Umum Perkumpulan Penulis Indonesia Satupena menempatkan Sutardji sesuai dengan sebuah ungkapan bahwa bangsa yang besar adalah bangsa yang juga melahirkan penulis besar. Sutardji tak dipungkiri adalah salah satu penulis besar dalam sejarah Indonesia,” pungkasnya.
(mpw)