Kemendikbud Harus Memberikan Pedoman Materi yang Diutamakan dalam PJJ
loading...
A
A
A
JAKARTA - Para guru, siswa-siswi, dan orang tua, tergagap menjalankan pembelajaran jarak jauh (PJJ). Pusat Kurikulum dan Perbukuan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) harus memberikan pedoman mengenai materi yang diutamakan untuk dipelajari siswa-siswi.
Pengamat Pendidikan Doni Koesoema mengatakan tidak semua materi dapat diajarkan di masa pagebluk COVID-19. Dia menilai kemendikbud belum perlu mengeluarkan kurikulum darurat. “Berikan kepercayaan kepada guru untuk mengajarkan apa yang paling penting dan bisa dikuasai di masa pandemi COVID-19,” ujarnya kepada SINDOnews , Jumat (31/7/2020). (Baca juga: Ucapkan Selamat Hari Raya Idul Adha, Jokowi: Semoga Ujian Pandemi Ini Segera Berlalu)
Dia mengungkapkan ada tiga masalah dalam penerapan PJJ, yakni sarana, metode, dan kebijakan. Sarana, seperti gawai, laptop, komputer, kuota, sinyal, dan listrik, merupakan masalah utama. Tidak semua siswa-siswi memiliki sarana yang mencukupi untuk mengikuti PJJ.
Guru, menurutnya, masih belum terampil sehingga masih belajar teknologi dan cenderung memindahkan pengajaran tradisional ke kelas maya. Hal tersebut yang membuat kegiatan belajar mengajar (KBM) tidak efektif.
“Soa-soal dan tugas yang diberikan belum mengacu pada pemikiran tingkat tinggi. Lalu, kebijakan sekolah tentang PJJ tidak disertai kebutuhan siswa sehingga ada siswa dan orang tua yang dirugikan,” terang Doni.
Dampak PJJ ini merembet kemana-mana, seperti orang tua yang “dipaksa” menjadi guru. KBM yang menggunakan teknologi dan tidak menguasai materi pelajaran menjadi masalah bagi para orang tua. Mereka tergagap-gagap mendampingi anak-anaknya belajar di rumah.
Lulusan STF Driyarkara ini menerangkan orang tua tetap sebagai pendidikan utama dan pertama. Dia pun mafhum ketika para orang tua tidak menguasai materi. Masalah itu bisa ditutupi dengan belajar secara mandiri dengan membaca buku. (Baca juga: Mendikbud Diminta Cermati 3 Poin Krusial Keberatan Ormas Soal POP)
“Yang terjadi adalah selama ini orang tua tidak pernah mendampingi anaknya belajar sehingga kaget. Orang tua harus bertanggung jawab pada pendidikan anak-anaknya. Tidak bisa semua diserahkan pada sekolah,” pungkasnya.
Pengamat Pendidikan Doni Koesoema mengatakan tidak semua materi dapat diajarkan di masa pagebluk COVID-19. Dia menilai kemendikbud belum perlu mengeluarkan kurikulum darurat. “Berikan kepercayaan kepada guru untuk mengajarkan apa yang paling penting dan bisa dikuasai di masa pandemi COVID-19,” ujarnya kepada SINDOnews , Jumat (31/7/2020). (Baca juga: Ucapkan Selamat Hari Raya Idul Adha, Jokowi: Semoga Ujian Pandemi Ini Segera Berlalu)
Dia mengungkapkan ada tiga masalah dalam penerapan PJJ, yakni sarana, metode, dan kebijakan. Sarana, seperti gawai, laptop, komputer, kuota, sinyal, dan listrik, merupakan masalah utama. Tidak semua siswa-siswi memiliki sarana yang mencukupi untuk mengikuti PJJ.
Guru, menurutnya, masih belum terampil sehingga masih belajar teknologi dan cenderung memindahkan pengajaran tradisional ke kelas maya. Hal tersebut yang membuat kegiatan belajar mengajar (KBM) tidak efektif.
“Soa-soal dan tugas yang diberikan belum mengacu pada pemikiran tingkat tinggi. Lalu, kebijakan sekolah tentang PJJ tidak disertai kebutuhan siswa sehingga ada siswa dan orang tua yang dirugikan,” terang Doni.
Dampak PJJ ini merembet kemana-mana, seperti orang tua yang “dipaksa” menjadi guru. KBM yang menggunakan teknologi dan tidak menguasai materi pelajaran menjadi masalah bagi para orang tua. Mereka tergagap-gagap mendampingi anak-anaknya belajar di rumah.
Lulusan STF Driyarkara ini menerangkan orang tua tetap sebagai pendidikan utama dan pertama. Dia pun mafhum ketika para orang tua tidak menguasai materi. Masalah itu bisa ditutupi dengan belajar secara mandiri dengan membaca buku. (Baca juga: Mendikbud Diminta Cermati 3 Poin Krusial Keberatan Ormas Soal POP)
“Yang terjadi adalah selama ini orang tua tidak pernah mendampingi anaknya belajar sehingga kaget. Orang tua harus bertanggung jawab pada pendidikan anak-anaknya. Tidak bisa semua diserahkan pada sekolah,” pungkasnya.
(kri)