Komisi X DPR: Respons Cepat Kasus Bullying Jangan Hanya untuk Kalangan High Profile Saja
loading...
A
A
A
JAKARTA - Terbongkarnya kasus perundungan (bullying) di SMA Binus International School Serpong Tangerang Selatan memicu keprihatinan banyak kalangan. Kendati demikian aksi cepat tanggap terkait kasus perundungan ini jangan hanya menyasar kalangan high profile.
“Kasus bullying di Binus menjadi indikator jika kasus perundungan menjadi dosa besar di sekolah yang belum terselesaikan. Kendati demikian aksi cepat penanganan kasus tersebut jangan hanya dilakukan saat pelaku, korban, atau entitas penyelenggara pendidikan merupakan kalangan high profile,” ujar Ketua Komisi X DPR RI Syaiful Huda dalam keterangan resminya, Rabu (21/2/2024).
Huda menjelaskan penanganan kasus bullying di lembaga pendidikan saat ini masih terkesan sporadis. Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) masih belum mampu menjadi ujung tombak untuk menekan kasus bullying di lembaga pendidikan secara terstruktur dan komprehensif.
“Padahal sejak awal menjabat Mendikbudristek Mas Nadiem Makarim telah menyatakan jika bullying merupakan tiga dosa besar di lingkungan pendidikan selain pelecehan seksual dan intoleransi. Namun sampai di ujung jabatannya kasus bullying relatif marak terjadi,” katanya.
Mendikbudristek Nadiem Makarim, kata Huda memang telah mengeluarkan Permendibud Ristek Nomor 46/2023 tentang Pencegahan dan Penangan Kekerasan di Lingkungan Satuan Pendidikan (PPKSP).
Kendati demikian implementasi Permendikbud yang menjadi payung hukum pembentukan tim pencegahan dan penanganan kekerasan di level sekolah maupun satuan tugas pencegahan dan penanganan kekerasan di level pemerintah daerah masih menemui kendala.
“Penegasan bullying sebagai dosa besar harusnya menjadi prioritas penanaganan. Namun faktanya saat ini masih banyak sekolah maupun pemda yang belum membentuk tim PPKSP maupun Satgas PPKSP di entitas masing-masing,” timpalnya.
Huda menilai aksi cepat tanggap bullying di SMA Binus Internasional School harusnya menjadi standar penanganan kasus perundungan di sekolah dan wilayah lain. Saat kasus ini meledak semua bergerak cepat dari kepolisian, KPAI, masyarakat sipil, hingga netizen.
“Namun aksi cepat ini tidak terjadi jika bullying di sekolah dan daerah lain. Apakah karena peserta didik yang diduga terlibat ini merupakan high profile sehingga semua mau memberikan perhatian besar,” katanya mempertanyakan.
“Kasus bullying di Binus menjadi indikator jika kasus perundungan menjadi dosa besar di sekolah yang belum terselesaikan. Kendati demikian aksi cepat penanganan kasus tersebut jangan hanya dilakukan saat pelaku, korban, atau entitas penyelenggara pendidikan merupakan kalangan high profile,” ujar Ketua Komisi X DPR RI Syaiful Huda dalam keterangan resminya, Rabu (21/2/2024).
Huda menjelaskan penanganan kasus bullying di lembaga pendidikan saat ini masih terkesan sporadis. Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) masih belum mampu menjadi ujung tombak untuk menekan kasus bullying di lembaga pendidikan secara terstruktur dan komprehensif.
“Padahal sejak awal menjabat Mendikbudristek Mas Nadiem Makarim telah menyatakan jika bullying merupakan tiga dosa besar di lingkungan pendidikan selain pelecehan seksual dan intoleransi. Namun sampai di ujung jabatannya kasus bullying relatif marak terjadi,” katanya.
Mendikbudristek Nadiem Makarim, kata Huda memang telah mengeluarkan Permendibud Ristek Nomor 46/2023 tentang Pencegahan dan Penangan Kekerasan di Lingkungan Satuan Pendidikan (PPKSP).
Kendati demikian implementasi Permendikbud yang menjadi payung hukum pembentukan tim pencegahan dan penanganan kekerasan di level sekolah maupun satuan tugas pencegahan dan penanganan kekerasan di level pemerintah daerah masih menemui kendala.
“Penegasan bullying sebagai dosa besar harusnya menjadi prioritas penanaganan. Namun faktanya saat ini masih banyak sekolah maupun pemda yang belum membentuk tim PPKSP maupun Satgas PPKSP di entitas masing-masing,” timpalnya.
Huda menilai aksi cepat tanggap bullying di SMA Binus Internasional School harusnya menjadi standar penanganan kasus perundungan di sekolah dan wilayah lain. Saat kasus ini meledak semua bergerak cepat dari kepolisian, KPAI, masyarakat sipil, hingga netizen.
“Namun aksi cepat ini tidak terjadi jika bullying di sekolah dan daerah lain. Apakah karena peserta didik yang diduga terlibat ini merupakan high profile sehingga semua mau memberikan perhatian besar,” katanya mempertanyakan.