UNESCO Tetapkan Naskah Tambo Tuanku Imam Bonjol sebagai Memory of The World
loading...
A
A
A
Kedua, manuskrip ini mempunyai relevansi sejarah yang signifikan pada masa prakemerdekaan Indonesia dan menjadi bukti sejarah Minangkabau pada abad ke-19. Ketiga, karya ini menyajikan narasi global pergerakan Islam antara Timur Tengah dan Asia Tenggara pada abad ke-18 hingga abad ke-19.
“Keempat, naskah ini menyoroti peran aktif perempuan, sebuah ciri yang didukung oleh latar belakang budaya Minangkabau dengan kekerabatan matrilinealnya. Dan yang kelima, sebagai satu-satunya karya tulis tangan Melayu Minangkabau yang mengungkap fakta sejarah, naskah ini mempunyai poisisi tak tergantikan sebagai referensi masa depan,” urainya.
Jika ditelaah lebih lanjut, naskah Tambo Tuanku Imam Bonjol menceritakan refleksi pribadi Tuanku Imam Bonjol tentang pengorbanan dan efek perang yang berkepanjangan selama 34 tahun. Tuanku Imam Bonjol mengekspresikan penyesalan yang dalam kepada pengikutnya, di mana timbul pertanyaan dalam dirinya, apakah ada banyak aturan di dalam Al-Qur’an yang telah dilanggar selama perang tersebut.
“Lahir pada tahun 1772 di Sumatera Barat, Tuanku Imam Bonjol adalah pemimpin perang Paderi, salah satu perang terlama suku minangkabau melawan kolonialisme Belanda dari tahun 1803-1837 di Indonesia. Ia ditahan dan diasingkan di beberapa tempat di Indonesia, dan dalam masa pengasingannya, ia masih mengatur pergerakan perlawanan melawan penjajah,” tuturnya.
Setelah penetapan naskah Tambo Tuanku Imam Bonjol oleh MOWCAP, dia menjelaskan, diperlukan program tindak lanjut yang menjadikan naskah tersebut mudah diakses, dikenal luas, dan dilestarikan hingga generasi mendatang.
Di kawasan Asia Pasifik, banyak perpustakaan, arsip dan lembaga memori yang menghadapi tantangan berat seperti misalnya ekonomi, iklim dan geografis dalam menjaga kelestarian koleksinya.
MOWCAP bertujuan untuk membantu pelestarian dan akses universal terhadap warisan dokumenter di kawasan Asia/Pasifik dan juga meningkatkan kesadaran akan keberadaan dan pentingnya warisan tersebut.
“Keempat, naskah ini menyoroti peran aktif perempuan, sebuah ciri yang didukung oleh latar belakang budaya Minangkabau dengan kekerabatan matrilinealnya. Dan yang kelima, sebagai satu-satunya karya tulis tangan Melayu Minangkabau yang mengungkap fakta sejarah, naskah ini mempunyai poisisi tak tergantikan sebagai referensi masa depan,” urainya.
Jika ditelaah lebih lanjut, naskah Tambo Tuanku Imam Bonjol menceritakan refleksi pribadi Tuanku Imam Bonjol tentang pengorbanan dan efek perang yang berkepanjangan selama 34 tahun. Tuanku Imam Bonjol mengekspresikan penyesalan yang dalam kepada pengikutnya, di mana timbul pertanyaan dalam dirinya, apakah ada banyak aturan di dalam Al-Qur’an yang telah dilanggar selama perang tersebut.
“Lahir pada tahun 1772 di Sumatera Barat, Tuanku Imam Bonjol adalah pemimpin perang Paderi, salah satu perang terlama suku minangkabau melawan kolonialisme Belanda dari tahun 1803-1837 di Indonesia. Ia ditahan dan diasingkan di beberapa tempat di Indonesia, dan dalam masa pengasingannya, ia masih mengatur pergerakan perlawanan melawan penjajah,” tuturnya.
Setelah penetapan naskah Tambo Tuanku Imam Bonjol oleh MOWCAP, dia menjelaskan, diperlukan program tindak lanjut yang menjadikan naskah tersebut mudah diakses, dikenal luas, dan dilestarikan hingga generasi mendatang.
Di kawasan Asia Pasifik, banyak perpustakaan, arsip dan lembaga memori yang menghadapi tantangan berat seperti misalnya ekonomi, iklim dan geografis dalam menjaga kelestarian koleksinya.
MOWCAP bertujuan untuk membantu pelestarian dan akses universal terhadap warisan dokumenter di kawasan Asia/Pasifik dan juga meningkatkan kesadaran akan keberadaan dan pentingnya warisan tersebut.
(nnz)