Cerita Wayan, Anak Penjual Telur Keliling dari Bali Diterima di UGM Tanpa Tes
loading...
A
A
A
Baca juga: Alfredo Jadi Lulusan Tercepat UGM, Raih Gelar S1 Ilmu Komunikasi 3 Tahun 2 Bulan
Wayan pun mafhum bahwa penghasilan orang tuanya sebagai pedagang telur keliling dan pengrajin tenun tentu akan kesulitan membiayai kuliahnya kelak. Beruntung bagi Wayan bahwa ia menjadi salah satu calon penerima beasiswa KIP Kuliah untuk calon mahasiswa baru tahun 2024 ini.
Wayan masih ingat, saat hari pengumuman SNBP, ia sempat menyembunyikan berita gembira tersebut untuk disampaikan pada kedua orang tuanya.
Baru keesokan harinya dirinya memberanikan diri menyampaikan hal itu saat menunggu Ibunya selesai memasak di dapur dan ayah baru bersantai di teras setelah membersihkan telur-telur dagangan nya. Wayan mengajak kedua orang tuanya duduk di atas dipan di ruang tengah.
Ayahnya pun mengucap syukur ketika tahu anaknya diterima di UGM. Namun Ni Luh terdiam agak lama. Wayan menduga ibunya kepikiran soal biaya. “Mungkin dalam hati beliau senang juga. Saya bilang, mumpung lagi registrasi saya, saya pakai yang KIP-Kuliah,” kata Wayan meyakinkan.
Keluarga Wayan Sudiatmaja mengontrak di rumah bedeng ukuran 5Ă—7 meter persegi dengan dinding berdempetan dengan penghuni kontrakan lain. Lokasi rumahnya berada di salah satu gang sempit hanya berjarak kurang dari 10 meter dari jalan raya Candidasa, Karangasem, Bali.
Sehari-hari Ayahnya menjadi pedagang telur keliling di pasar hingga warung-warung kelontong dan restoran di sepanjang jalan di Karangasem. Telur dagangnya diambil dari pemilik kandang ayam petelur yang berada 3 kilometer dari rumahnya.
Dalam seminggu ia bisa mengambil telur dari kandang. sebanyak 25 karpet. Telur-telur tersebut lalu dibawah ke rumahnya untuk dibersihkan dan disusun rapi kembali di wadah karpet.
Jika laku, setiap karpet telur ia mendapat untung sebesar Rp3000 rupiah. “Kalau dihitung bersih rata-rata dapat Rp1,5 juta rupiah sampai Rp1,8 juta,” katanya.
Menjadi penjual telur keliling, kata Nengah berangkat dari masukan anak bungsunya yang meminta untuk menjadi pedagang setelah mencoba beberapa kali ganti pekerjaan dari jadi buruh pengrajin bambu, tenaga security, hingga kuli bangunan.
Saat pertama berjualan telur, Nengah mengaku ia dan istrinya mencoba berjualan telur ayam di pinggir jualan dengan mengambil beberapa karpet telur.
Wayan pun mafhum bahwa penghasilan orang tuanya sebagai pedagang telur keliling dan pengrajin tenun tentu akan kesulitan membiayai kuliahnya kelak. Beruntung bagi Wayan bahwa ia menjadi salah satu calon penerima beasiswa KIP Kuliah untuk calon mahasiswa baru tahun 2024 ini.
Wayan masih ingat, saat hari pengumuman SNBP, ia sempat menyembunyikan berita gembira tersebut untuk disampaikan pada kedua orang tuanya.
Baru keesokan harinya dirinya memberanikan diri menyampaikan hal itu saat menunggu Ibunya selesai memasak di dapur dan ayah baru bersantai di teras setelah membersihkan telur-telur dagangan nya. Wayan mengajak kedua orang tuanya duduk di atas dipan di ruang tengah.
Ayahnya pun mengucap syukur ketika tahu anaknya diterima di UGM. Namun Ni Luh terdiam agak lama. Wayan menduga ibunya kepikiran soal biaya. “Mungkin dalam hati beliau senang juga. Saya bilang, mumpung lagi registrasi saya, saya pakai yang KIP-Kuliah,” kata Wayan meyakinkan.
Keluarga Wayan Sudiatmaja mengontrak di rumah bedeng ukuran 5Ă—7 meter persegi dengan dinding berdempetan dengan penghuni kontrakan lain. Lokasi rumahnya berada di salah satu gang sempit hanya berjarak kurang dari 10 meter dari jalan raya Candidasa, Karangasem, Bali.
Sehari-hari Ayahnya menjadi pedagang telur keliling di pasar hingga warung-warung kelontong dan restoran di sepanjang jalan di Karangasem. Telur dagangnya diambil dari pemilik kandang ayam petelur yang berada 3 kilometer dari rumahnya.
Dalam seminggu ia bisa mengambil telur dari kandang. sebanyak 25 karpet. Telur-telur tersebut lalu dibawah ke rumahnya untuk dibersihkan dan disusun rapi kembali di wadah karpet.
Jika laku, setiap karpet telur ia mendapat untung sebesar Rp3000 rupiah. “Kalau dihitung bersih rata-rata dapat Rp1,5 juta rupiah sampai Rp1,8 juta,” katanya.
Menjadi penjual telur keliling, kata Nengah berangkat dari masukan anak bungsunya yang meminta untuk menjadi pedagang setelah mencoba beberapa kali ganti pekerjaan dari jadi buruh pengrajin bambu, tenaga security, hingga kuli bangunan.
Saat pertama berjualan telur, Nengah mengaku ia dan istrinya mencoba berjualan telur ayam di pinggir jualan dengan mengambil beberapa karpet telur.