Belajar Harus Tetap Menyenangkan
loading...
A
A
A
Seimbang Pikiran, Tubuh, Jiwa
Pandemi ini juga memaksa anak beradaptasi dengan perubahan metode pembelajaran. Dalam pandangan dosen, psikolog, dan penulis buku Efnie Indrianie, ada tiga aspek yang harus diseimbangkan yakni pikiran (mind)), tubuh (body), dan jiwa (soul).
Pada intinya, untuk memotivasi anak untuk belajar selama masa pandemi ini adalah harus ada koordinasi dan kerja sama antara guru dan orang tua. Mereka harus sejalan dalam proses pendampingan anak. “Satu hal yang perlu diingat adalah jagalah keseimbangan antara mind, body and soul itu,'' katanya.
Efnie menjelaskan, ketiga hal di atas perlu diseimbangkan karena akan bisa menciptakan kesejahteraan. Hal ini tentunya harus dimulai dari orang tua terlebih dulu sehingga ketika orang tua merasa sudah sejahtera dan tenang maka akan bisa menciptakan situasi yang tenang. Muaranya anak juga bahagia dan hal tersebut memengaruhi tumbuh kembangnya. (Baca juga: Pandemi, Jangan Stop Vaksin Anak)
Kenapa pikiran, tubuh, dan jiwa itu penting? Dalam pandangan Indrianie, terbentuknya perilaku anak adalah karena adanya integrasi ketiganya. Dia menjelaskan, pada fase anak sebelum usia lima tahun anak membutuhkan afeksi, kasih sayang, kebersamaan, dan belajar berbagi.
“Untuk memotivasi anak sebelum usia lima tahun harus ditekankan kebersamaan dan kekompakan keluarga. Karena tahapan perkembangan fungsi otak di usia ini membutuhkan itu," paparnya.
Anak-anak usia lima tahun ke atas atau anak-anak di jenjang SD sudah mulai berpikir kritis. Maka, untuk meningkatkan motivasi pada anak tidak bisa diberi instruksi saja. Anak usia ini harus diberi tanggung jawab dan tugas dengan diawali adanya perencanaan bersama. Tugas yang diberikan pun harus dimulai yang mudah dulu.
Aspek yang perlu dijaga kedua adalah aspek tubuh. Indrianie menjelaskan, hal yang harus dilakukan pada aspek ini adalah menjaga kadar oksigen di dalam tubuh. Jika anak-anak hanya diberi tugas tanpa ada kesempatan untuk bergerak dan bermain maka kadar oksigen di tubuh akan turun. Hal ini akan berdampak anak malas untuk mengerjakan sesuatu.
Afnie menjabarkan, untuk meningkatkan kehangatan dan kebersamaan maka aktivitas olahraga ringan atau jalan santai dengan protokol kesehatan bisa dilakukan bersama anak. "Saat anak bisa menikmati sinar matahari dan berjalan kaki maka kadar endorfinnya naik. Dia pun akan lebih bahagia," ujarnya. (Baca juga: Selandia Baru Berhasil Lenyapkan Covid-19 untuk Kedua Kalinya)
Afnie menerangkan, aspek ketiga yang harus dijaga keseimbangannya adalah sisi spiritualitas anak. Dia menjelaskan, ketika anak mengucapkan kata-kata baik sesuai keyakinannya dalam bentuk doa maka ada aliran elektromagnetik yang membuat fungsi otak menjadi lebih kuat. Dengan demikian, anak tidak gampang stres dan lebih siap dalam menghadapi tantangan.
Pandemi ini juga memaksa anak beradaptasi dengan perubahan metode pembelajaran. Dalam pandangan dosen, psikolog, dan penulis buku Efnie Indrianie, ada tiga aspek yang harus diseimbangkan yakni pikiran (mind)), tubuh (body), dan jiwa (soul).
Pada intinya, untuk memotivasi anak untuk belajar selama masa pandemi ini adalah harus ada koordinasi dan kerja sama antara guru dan orang tua. Mereka harus sejalan dalam proses pendampingan anak. “Satu hal yang perlu diingat adalah jagalah keseimbangan antara mind, body and soul itu,'' katanya.
Efnie menjelaskan, ketiga hal di atas perlu diseimbangkan karena akan bisa menciptakan kesejahteraan. Hal ini tentunya harus dimulai dari orang tua terlebih dulu sehingga ketika orang tua merasa sudah sejahtera dan tenang maka akan bisa menciptakan situasi yang tenang. Muaranya anak juga bahagia dan hal tersebut memengaruhi tumbuh kembangnya. (Baca juga: Pandemi, Jangan Stop Vaksin Anak)
Kenapa pikiran, tubuh, dan jiwa itu penting? Dalam pandangan Indrianie, terbentuknya perilaku anak adalah karena adanya integrasi ketiganya. Dia menjelaskan, pada fase anak sebelum usia lima tahun anak membutuhkan afeksi, kasih sayang, kebersamaan, dan belajar berbagi.
“Untuk memotivasi anak sebelum usia lima tahun harus ditekankan kebersamaan dan kekompakan keluarga. Karena tahapan perkembangan fungsi otak di usia ini membutuhkan itu," paparnya.
Anak-anak usia lima tahun ke atas atau anak-anak di jenjang SD sudah mulai berpikir kritis. Maka, untuk meningkatkan motivasi pada anak tidak bisa diberi instruksi saja. Anak usia ini harus diberi tanggung jawab dan tugas dengan diawali adanya perencanaan bersama. Tugas yang diberikan pun harus dimulai yang mudah dulu.
Aspek yang perlu dijaga kedua adalah aspek tubuh. Indrianie menjelaskan, hal yang harus dilakukan pada aspek ini adalah menjaga kadar oksigen di dalam tubuh. Jika anak-anak hanya diberi tugas tanpa ada kesempatan untuk bergerak dan bermain maka kadar oksigen di tubuh akan turun. Hal ini akan berdampak anak malas untuk mengerjakan sesuatu.
Afnie menjabarkan, untuk meningkatkan kehangatan dan kebersamaan maka aktivitas olahraga ringan atau jalan santai dengan protokol kesehatan bisa dilakukan bersama anak. "Saat anak bisa menikmati sinar matahari dan berjalan kaki maka kadar endorfinnya naik. Dia pun akan lebih bahagia," ujarnya. (Baca juga: Selandia Baru Berhasil Lenyapkan Covid-19 untuk Kedua Kalinya)
Afnie menerangkan, aspek ketiga yang harus dijaga keseimbangannya adalah sisi spiritualitas anak. Dia menjelaskan, ketika anak mengucapkan kata-kata baik sesuai keyakinannya dalam bentuk doa maka ada aliran elektromagnetik yang membuat fungsi otak menjadi lebih kuat. Dengan demikian, anak tidak gampang stres dan lebih siap dalam menghadapi tantangan.